21 Agustus 2016

Transit di Dubai lumayan lama. Hampir lima jam. Tengah malam pula. Ngantuk tapi gak bisa tidur, karena nggak ada tempat tidur. Paling-paling di kursi. Tapi tetep aja gak bisa. Lagian kalaupun sengaja-sengaja di-tidurin, takutnya kebablasan. Giliran dipanggil-panggil gak denger, malah jadi berabe. Mending di tahan aja, sambil sesekali keliling. liat-liat souvenir. Tapi yang namanya di bandara, jajanan apapun pastilah mahal. Apalagi di Dubai. Wooww harganya selangit. Mestinya sih keluar airport, trus cari-cari deh. Tapi kan gak bisa, mesti ada visa. Untungnya dari maskapai penerbangan dapat voucher makan, lumayan menghemat pengeluaran. Banyak pilihan pula. Ehh ketemu lagi orang baik. Pas lagi makan, ternyata mereka memberikan dua box makanannya yang baru saja di beli. Tapi karena perut udah kenyang, dua box tersebut saya berikan ke pelayan. Lumayan buat makan malam mereka. 

Hasil dari keliling cuma dapat kurma Madina. Paket ekslusif. Harga lumayan mahal. Tapi gak apa-apalah. Mudah-mudahan dapat berkah beli kurma Madina. Sementara kurma Ajwa lebih mahal lagi. Kirain kalau beli kurma di Dubai itu lebih murah, tapi ternyata tidak, masih murahan di Tanah Abang. Opps ya itu tadi, mahal karena belinya di bandara. Kalau di luar bandara pastinya lebih murah.

Pengalaman beberapa kali di bandara, jadi gak kikuk lagi harus kemana. Udah terbiasa baca petunjuk. Malah gak jarang orang pada nanya arah. Disinipun begitu. Beberapa orang sempet nanya harus kemana dan bagaimana. Bahkan terkadang komunikasi cuma pakai bahasa tubuh, karena mereka tidak mengerti bahasa inggris. Tapi alhamdulillah mereka ngerti.

Jadi ingat waktu pertama kali ke luar negeri. Waktu itu ke Hong Kong sama seorang teman. Tugas kantor juga. Teman saya yang bule bebas aja melenggang setelah melalui imigrasi, sementara saya harus di 'giring' kekantor. Saya kira cuma saya yang 'bermasalah', eehh ternyata diruangan kantor imigrasi yang ada dibandara, banyak sekali orang dengan masalah yang sama. Ternyata cuma ditanya-tanya doang kelengkapan dokumennya. Mungkin karena paspor saya masih baru, masih kosong, belum ada stempel, jadinya harus melalui proses itu. Buktinya, kedua kali ke Hong Kong, atau waktu ke Thailand dan Singapur, lancar-lancar aja tuh. Tidak ada hal-hal yang bikin ribet. Mungkin memang begitu prosesnya.

Pengennya sih selanjutnya ke Mekah dan Madinah sebelum pergi kemana-mana lagi. Udah kangen banget. Tiap hari berdoa supaya disegerakan ke sana. Mumpung masih kuat dan bertenaga. Kalau sudah semakin tua, kondisi fisik semakin lemah, sedangkan ibadah haji sebagian besarnya adalah ibadah fisik, perlu tenaga dan stamina yang prima.
Saya yakin banget kalau Allah akan mengabulkan permohonan dan doa saya, doa istri saya dan anak-anak saya. Terkadang suka nggak sabaran supaya segala doa cepat terkabul. Tapi Allah pasti punya rencana yang terbaik yang memang saat ini belum atau tidak diketahui kapan akan dikabulkan. Atau sudah dikabulkan dengan cara yang lain? yaa terkadang saya suka terlambat mengetahuinya.

--

Menunggu lama dalam kondisi seperti ini, dengan badan yang lelah setelah perjalanan dari Belgia ke Dubai, memang terasa semakin dan menambah lelah. Penat. Ditambah lagi dengan ngantuk yang tertahan. Yang bikin 'jengkel' adalah ketika aktifasi wifi di henpon. Di sini, di bandara Dubai, wifi gratisnya hanya 60 menit. Begitu aktifasi selesai dan saya rubah time zone di henpon, setelah itu langsung tidak aktif lagi, karena waktu telah habis. Gak bisa baca-baca deh. Walaupun jam dirubah lagi seperti semula, tetep aja gak bisa. Akhirnya buka laptop. Aktifasi wifi dan gak rubah-rubah jam. Lumayan 1 jam, bisa bikin tulisan ini.

Baru kali ini ngeliat orang syiah sholat. Tepat disamping saya. Si Bapak dan si Anak. Si Bapak menyuruh anaknya sholat duluan. Dia gelar sejadah. Si Bapak memperhatikan dari belakang. Setelah selesai baru si Bapak yang sholat. Mereka pakai sejadah sendiri dan ditengah-tengah diletakkan benda bundar untuk tempat sujudnya. Jadi pada saat sujud, dahinya menyentuh benda itu, dan tidak sujud di sajadah. Sholatnya pun berkali-kali. Tahiyat akhirnya pun ditandai dengan menepuk-nepuk tangannya ke pangkal paha beberapa kali. Persis yang saya lihat di internet. Namun saya merasa mendapatkan keanehan lagi, selain sholatnya berulang kali, ia juga pada saat sholat terakhir, sholatnya sambil duduk, posisi ruku'nya pun setengah membungkuk dan dilanjutkan dengan sujud seperti yang biasa dia lakukan. Cara solatnya seperti orang yang tidak mampu berdiri. Aneh. Nyeleneh. Tapi begitulah yang mereka yakini.

----

Ngantuk semakin menjadi. Masih satu setengah jam lagi bording
Lalu lalang orang gak perlu dipedulikan. Mereka sibuk urusannya masing-masing.
That's live !

-

20 Agustus 2016

Traveling to Brussels (12) - End

Saya bukan penulis.
Mungkin kalau saya penulis, saya akan bikin satu atau dua novel tentang perjalanan saya ke Brussels. Yang satu tema-nya tentang urusan dinas beserta konfliknya dan yang satunya lagi tentang plesirannya.
Tapi sayangnya saya bukan penulis. Makanya saya selesaikan saja sampai episode ini tentang keberadaan saya di Belgia, walaupun judulnya traveling.

Sejak selasa kemarin (16/8), bahan training banyak banget, ditambah lagi harus ngomongin masalah yang lain yang seharusnya management ikutan hadir. Soalnya ada nyinggung masalah cost. 
17 Agustus juga harus masuk. Malah lebih ribet lagi. Para peng-gede hadir.
Mudah-mudahan ada lemburan. Lumayan. Tapi.... who knows? liat aja nanti.

Sebenernya sih dari pertama kali tulisan ini dibuat -dari edisi pertama hingga saat ini- banyak yang belom diceritain. Padahal seru juga tuh. Nanti deh kalau sempet dan ada waktu luang, biar bisa agak konsen supaya tulisannya agak mendingan buat dibaca dan nggak ngebosenin kayak gini. Apalagi isinya cuma narsis doang. Heehhh *tariknafas

Alhamdulillah, hari ini ketemu masjid buat jum'atan. Agak mepet sih datengnya. Tapi gak telat. Moskee Youssef Diegem namanya. Gak keliatan kayak mesjid. Juga gak ada tanda-tanda kalau itu masjid. Dari kantor langsung naik taksi. Lewat GPS diketahui bahwa lokasi tersebut adalah masjid. Turun. Tanya-tanya. Dan.... ketemu.
Jamaahnya gak banyak. Karena memang ruangannya gak besar. Mungkin sekitar 5 X 10 meter. Tapi jamaahnya padat. Khotbahnya pake bahasa arab. Oww... berasa di Mekah. Padahal belom pernah ke sana. InsyaAllah saya akan segera ke sana beserta keluarga. Aamiin. Alhamdulillah lagi, selesai jumatan ada jamaah yang menawarkan diri mengantar ke hotel. Lumayan jaraknya bisa sampai 5km. Namanya Muhammad, ia orang Marocco, sudah berkeluarga dan tinggal di Belgia selama 10 tahun. Sebelumnya saya memang tanya arah ke hotel. Tapi ternyata ia malah menawarkan untuk mengantarnya. Sungguh baik dan mulia akhlaqnya. InsyaAllah mudah-mudahan pertolongannya akan jadi penyebab ia masuk Surga, dan doa saya untuk diapun insyaAllah akan jadi penyebab saya akan selamat dunia akherat. Aamiin.

---

Sore hari, jalan-jalan lagi. Kali ini ke pusat kota Brussels. Liat patung Manneken Piss. Patung anak kecil telanjang yang lagi pipis. Tempatnya biasa aja sih, cuma karena patung itu jadi salah satu icon, makanya jadi rame. Entah siapa yang memulai mempopulerkannya. Disekelilingnya jadi hidup. Rame. Banyak yang jualan. 
Sebagian besar cuma lihat tuh patung dan foto-foto. Trus jajan deh. Woww... coklat disini banyak banget macamnya. Tapi.... mahal-mahal. Harganya fantastis untuk ukuran saya. Masa sih coklat kecil yang sekali telen aja bisa sampai 5 Euro. Mungkin ini udah jadi daerah wisata kali ya, makanya jadi mahal. Tapi memang coklatnya mantap. Saya cobain tester-nya. Beli satu pak aja cukup. Biar isteri dan anak-anak ikutan nyobain coklat mahal. Sebenarnya sih udah beli kemaren tapi yang harganya medium, walaupun tetep mahal sih. 
Oiya, kalau beli coklat di sini, atau mungkin disekitaran Eropa, jangan lupa tanya, apakah coklatnya mengandung alkohol atau tidak. Soalnya banyak juga coklat yang mengandung alkohol. Trus lagi, kalau yang warna-warni atau yang putih, itu sebenarnya bukan coklat, tapi dari bahan lain. Itu sih yang di bilang sama orang sini. Kalaupun mengandung cacao -bahan coklat- itu paling cuma sedikit sekali. Jadi yang namanya coklat itu ya warnanya coklat atau yang kehitam-hitaman.

--

Hari ini adalah malam terakhir di Belgia. Besok harus udah check-out. Go to Airport.
Malam yang sibuk. Sibuk packing. Tas koper membengkak. Bengkak dengan pakaian kotor yang tidak tertata rapi. 

Saya selalu berdoa, mudah-mudahan selamat sampai rumah.
Laa hawla wa laa quwwata illa billahil'aliyyil 'azhiim.

--

16 Agustus 2016

Traveling to Brussels (11)

Dua hari berturut-turut. Itu baru namanya jalan-jalan. Ya cuma jalan-jalan. Sampai tujuan, makan trus foto-foto sebentar. Done!.
Tapi beneran, kelakukan udah kayak artis aja, cuma numpang makan siang. Bedanya, kalau artis mah diliput atau cari sensasi, cari rating acaranya dlsbg, kalau kami sih aji mumpung. Mumpung ada di negeri orang yang jauh dan baru pertama kali pula, ditambah lagi negara tetangga terasa begitu dekat dan tak perlu visa lagi, karena visa kami adalah visa schengen. Pokoknya dengan visa seperti itu kita bisa keluar masuk negara tetangga di Eropa tanpa harus apply visa lagi. Nah kesempatan itulah yang kami manfaatkan.

Ternyata ongkos ke Paris atau ke Belanda atau ke Jerman itu nggak murah, makanya kami putuskan akhirnya sewa mobil. Lumayan buat 2 hari aja nggak sampai 200 Euro. Tambahan biaya cuma di Bensin aja. Dua kali isi bensin ke 3 tempat tersebut. Sebelum dikembalikan, mobil harus kembali diisi full tank seperti semula, jika tidak maka akan kena pinalty. Pinalty nya sih cuma seharga bensin full, gak lebih.

Hari sabtu abis sarapan, langsung cabut ke Paris. Nggak banyak yang dikunjungi di sana. Tujuannya cuma satu. Menara Eifel. Dua teman saya sebelumnya tidak tau apa itu Eifel. Mereka cuma nyebut dengan Tower. Itu saja. Padahal -menurut saya- tempat itu terkenal, aneh juga kalau mereka tidak tau namanya. Makanya akhirnya begitu sampai disana, saya coba rekam aja di video, dan upload ke Instagram.
Saya sih nggak surprise begitu mendarat disana. Biasa aja. Nggak norak-norak amat. Karena saya sebenarnya nggak suka plesiran. Jadi nggak perlu jejingkrakan. Gak penting dan nggak senorak itu. Bener-bener biasa aja. Kayak orang yang udah sering aja ke sana.

Disini, di sekitaran Menara Eifel, banyak pedagang asongan keliling. Jual souvenir. Miniatur menara Eifel. Sama seperti di Indonesia pada umumnya, kadang-kadang mereka memberikan harga yang fantastis. Jadi perlu ada keahlian menawar. Saya tidak perlu mendekati mereka, dan jika merekapun mendekat, saya berlagak tidak butuh, padahal sih butuh, buat oleh-oleh. Tapi ya itu tadi. Nggak ada waktu banyak.

Datang. Parkir. Makan siang, dan langsung meluncur ke Menara. Deket sih parkiran sama menara. Ya memang di sekitaran situlah. 
Cuaca panas, matahari bener-bener mendelik tapi anehnya bagi saya tetep sejuk, karena anginnya agak kenceng. Anginnya itu loh yang dingin. Antrian yang panjang gak bikin saya keringetan. Biasa aja. Dan kalau saya perhatiin, yang lainpun sama, semuanya malah, gak keringetan tuh. Gak ada yang keliatan kipas-kipas. Dan antriannya rapi, teratur dan tidak berisik. Agak beda banget sih kalau masalah ini sama di Indonesia. Kita bisa niru nih budaya kayak gini.

Bayar tiket. Trus naik deh. Naik elevator ke level pertama.
Baru level pertama aja, pemandangan sekitaran kota Paris terlihat nyata, jelas. Keliling sebentar. Foto-foto. Trus antri lagi untuk naik ke level berikutnya. Gak tau sih ada berapa level. Gak nanya juga. Tapi akhirnya dibatalin. Antriannya panjang juga ternyata. Masalah waktu. Itu aja. Makanya ke Menara Eifel cuma mau tau aja kayak apa. Dan kebetulan yang lainpun tidak ambisius harus sampai puncak. Akhirnya kami putuskan untuk balik.

Fasilitas GPS yang ada di mobil sewaan sangat membantu perjalanan kami, jadi nggak kesasar. 

Yang agak keren sih hari kedua, yaitu hari minggu. Bayangin aja dalam satu hari kami makan di tiga negara berbeda. Pagi sarapan di Belgia, tempat kami menginap. Siang kami makan di Nederlands, Belanda. Dan makan malam di Koln, Jerman. Keren kan.
Biasanya omongan model gini sering saya dengar dari teman-teman dikantor, pagi mereka di Singapur, siang di Belanda, sore mampir ke India dan malam di Thailand dan ke Australia. Tapi itu semua kedutaan besar. Ya.. klien kami di Jakarta banyak kedutaan besar. Jika kita tidak tau pekerjaan mereka, maka mereka yang mendengar percakapannya akan berfikir bahwa mereka adalah orang yang kaya raya atau mungkin setingkat pejabat padahal negara-negara yang disebut tersebut adalah kedutaan besar yang ada di Jakarta yang letaknya berdekatan, bahkan bersebelahan. Tapi untuk saya kali ini adalah berita nyata. **agak norak deh. Bisa makan di tiga negara dalam satu hari.

Di Nederlands, sepanjang mata memandang, mereka bersepeda. Saya tidak pernah melihat ini sebelumnya dimanapun walau lewat televisi. di Yogyakarta atau daerah jawa tengah yang katanya banyak orang bersepeda masih kalah jauh. Jauuuh sekali. Mereka banyak sekali. Hampir sepanjang jalan kami melihat parkiran sepeda. Berjubel. Belum lagi mereka yang lalu lalang. Saya tidak melihat motor melintas. Mungkin hanya satu atau dua saja. Tapi sepeda.... wow buanyak banget. Trem juga ada, sama seperti di Belgia. Tapi anehnya saya merasa datang dari masa depan. Ya. Seperti Jakarta tempo doeloe. Itu juga kalau saya lihat di film dokumenter. Hampir persis sama. Gedung-gedungnya kayak di kota tua. Ada Trem. Banyak sepeda. Pengendaranya pun beraneka macam dan ragam, dari yang berpakaian biasa, pakaian olahraga, Jas formal, gaun seperti gaun pengantin dll. Tadinya saya pikir saat itu sedang ada acara or event or apalah yang berkaitan dengan sepeda, tapi ternyata tidak. Itu memang keseharian mereka. Tapi ya itu tadi, bener-bener takjub. Gak salah teman saya saranin saya kesana. Dua teman saya memang tinggal di Belanda. Saya gak tau alamat lengkapnya. Sebelumnya kepikiran untuk mampir, tapi gak lah. Masalah waktu. Ditambah lagi saya kan sama dua orang teman, si Jacky dari Hong Kong dan Mani Kandan dari Saudi Arabia kebangsaan India. Bisa-bisa ngerepotin. Dua orang itu punya karakter yang sama, Keras. Mau menang sendiri. Kalau mereka debat, mereka keukeuh sama pendapatnya. Tapi dengan kelemahlembutan saya, mereka semua ngalah. Keras tak perlu dilawan dengan keras.

Makan siang dan jalan-jalan sebentar. Lihat sekitaran. Air kali disini juga nggak jernih-jernih amat, tapi tidak terlihat ada sampah. Dan dijadikan juga sebagai objek wisata. Banyak perahu lalu lalang. Seru juga sih. Tapi saya tetep cool kok. Nggak norak.

Abis itu langsung cao ke jerman. Kali ini memang tidak direncanakan sebelumnya. Sebenarnya sih cuma ikutin guyonan saya sehari sebelumnya. Saat makan siang di Paris, saya bilang ke mereka, gimana kalau besok kita makan siang di Belanda dan makan malam di Jerman. Guyonan itu ternyata diikutin sama mereka. Cuma bedanya waktu ke Belanda sayalah yang menentukan tempatnya, karena mereka tidak tau harus kemana, sedangkan ketika ke Jerman, mereka hanya melihat peta, cari rute yang bagus buat pulang ke Belgia. Dan Wallaa... akhirnya kami putuskan ke Koln. Gak banyak waktu kami disana. Lihat-lihat sekitar, foto sana sini, makan dan pulang. itu aja. 
Nggak menarik ya..?
Bagi saya sih menarik. Perjalanannya itu loh. Fantastik. Amazing.
Kalau kata orang bijak sih, yang penting itu the journey bukan destination. Untuk urusan dunia, ya itu bagus. Untuk urusan akherat, tujuan akhir itu sangat penting. Makanya sepanjang perjalanan saya mengawalnya dengan zikir. Satu saat bengong, saya dapet deh satu cerita unik dan saya upload ke fesbuk. Banyak yang tertipu. Tapi ya itulah medsos. Kalau saya bikin status serius, gak ada tuh yang like apalagi komen, tapi kalau urusan iseng-iseng mereka antusias. Ya begitulah. Gak usah dipikirin. Yang penting pesannya sampai.

Abis itu pulang deh. Kembali ke hotel tanpa mampir-mampir lagi. Cape. dan langsung masuk kamar. Mandi. Sholat. dan tidur.

Hari ini sebenarnya adalah hari libur di Belgia dan sekitarnya. Sepi. Tapi harus ngantor. Banyak yang dikerjakan. Tapi nggak sampai sore seperti biasanya. Cuma setengah hari. Tadinya mau ajak teman-teman untuk jalan-jalan di seputaran Belgia, cari coklat. Banyak yang pesen coklat soalnya. Tapi nampaknya mereka lelah. Ya sudah. Masuk kamar dan buat laporan. Sama nulis curhatan ini deh.

Buat temen-temen yang ada kesempatan main ke Eropa, entah itu sekedar liburan atau tugas, untuk menghemat ongkos ya sewa mobil aja. Syaratnya ya harus punya SIM internasional dan bisa nyetir tentunya. Bisa kesana kemari sesuka hati. Tapi satu hal. Parkirnya mahal.

Saya masih tetep berharap dan terus berdoa supaya saya dan keluarga bisa ke Mekah dan Madinah, dua kota suci untuk menyempurnakan rukun Islam. InsyaAllah.



__




14 Agustus 2016


Traveling to Belgium (10)

Jadi juga kemaren jalan-jalan. Sebelumnya itung-itungan dulu buat ongkosnya. Ternyata kalau naik kereta cepat ke Prancis itu ongkosnya lumayan mahal. Bisa abis 300 Euro per orang. Blom lagi ongkos-ongkos lainnya untuk sampai di Menara Eifel. 
Ya.. tujuan kita emang ke menara Eifel. itu kan icon-nya Prancis.

Solusi terakhir adalah sewa mobil. Kami cabut ke Airport untuk sewa mobil. Beberapa tempat butuh booking beberapa hari sebelumnya dan tempat lain habis. Laris manis. Tau gak sebabnya.. ternyata hari senin besok tanggal 15 Agustus itu hari libur nasional di Belgium. Jadi ya maklum aja kalau penyewaan itu laris manis. Tapi untungnya dapat juga. Harganya terbilang tidak mahal. Tidak sampai 200 euro. Dan itupun buat 2 hari. Bayangkan !! Beda banget kalau harus naik kereta cepat. Yaa... emang sih, beda waktu perjalanannya jauh banget. Kalau naik kereta cepat kan sekitaran 1 jam udah sampe tujuan. Tapi kalau naik mobil bisa lebih dari 3 jam. Gak apa-apalah, yang penting budget ongkos tercapai. 

Akhirnya sampai juga Paris. Gak kesasar pula. Hebat kan!. *tuh sombongnya keluar.
Maksudnya, mobil sewaan kami itu ternyata sudah dilengkapi dengan GPS, jadi ya tinggal ikutin petunjuknya aja. Walau beberapa kali harus berputar arah. Gausah tanya kenapa, yang jelas tujuan akhir tercapai juga. 

Cari parkir sedekat mungkin ke Menara. Dan dapat. Maksi dulu di sekitaran lokasi dan setelah itu baru berkunjung ke menara. Rame banget. Mungkin karena itu hari libur.
Tiketnya terbilang mahal untuk ukuran saya. Cuma sampai level pertama. Untuk naik ke level berikutnya harus antri lagi. Gak tahan antriannya yang panjang, kami putuskan cuma sampai level pertama saja. lumayan tinggi juga. Jeprat-jepret sebentar. Trus langsung turun.
Gak apa-apalah gak lama juga. Yang penting udah ngerasain ke Paris dan selfi di Menara. Hmm... sebenarnya sih gak penting-penting amat, secara saya juga bukan tipe orang yang suka plesiran. Saya lebih suka duduk santai, menghirup udara segar. Saya jalan-jalan ketika ada teman atau sama keluarga. Itu. Selain itu, males. 

Cari-cari souvenir, gak banyak yang jualan di sana, lebih banyak tempat makan. Harganya juga lumayan lah. Maklum aja, itu kan tempat wisata.

Tadinya mau mampir lagi ketempat lain, namun karena tidak direncanakan, langsung cao dan balik ke Belgia. Gak langsung ke hotel, tapi langsung dinner ditempat yang lain. Kali ini dengan menu yang berbeda. Ya berbeda buat mereka, buat saya ? apalah atuh. Cuma bisa makan salad atau mash potato, selebihnya haram !. 
Minuman favorit di sini ya cuma jus atau soda. Cuma dua macam itu, Atau kalau gak ada ya paling pilih air mineral. Tapi daftar minuman beralkohol itu bisa satu buku menu penuh. Orang sini emang suka itu. Bahkan tidak sungkan minum itu didepan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.

_

12 Agustus 2016

Traveling to Brussels (9)

Ngapain ya hari ini ?
Pertanyaan itu muncul begitu masuk kamar hotel. Tapi kali ini temen-temen ngajak makan di luar hotel. Persiapan harus matang nih. Biasalah. Dingin. Saya ada masalah dengan suhu dingin. Walau hari ini matahari mendelik kenceng banget, tapi tetep aja dingin. Sore ini suhunya udah naik sih 24 derajat, tapi sebentar lagi bakalan drop lagi. Anginnya itu loh. Bikin bulu kuduk berdiri... alias lama-lama bisa menggigil.

Training hari ini mantap banget. Banyak informasi yang saya dapat dan masih muat di otak. Gak kayak kemaren, banyak tapi bikin mual. Too much theory !
Saya bisa simpulkan training di Singapur beberapa bulan lalu IS NOTHING ! gak ada apa-apanya untuk topik yang satu ini. Pantesan aja saya gak bisa implementasikan begitu balik Jakarta. Bos udah mulai uring-uringan, beberapa kontrak terhambat, dan lain-lain-lain-lain..... Tapi saya tetap jujur sama mereka, bahwa jika saya belum tahu betul jalannya system ini, maka saya 'angkat tangan' dan tidak mengijinkan kontrak baru diterima. Daripada nanti saya gak bisa handle, kan jadinya berabe. Tul gak? Iya ada deh... 

Long Jhon, jaket dan topi kupluk yang dibeliin istri saya sebelum berangkat udah saya disiapin, tinggal pake dan siap berangkat. Dinner.

Jam 6 baru aja lewat... tapi istri saya udah tidur. hmmm... wajarlah, di Jakarta sekarang jam 11 lewat. Wajar aja kalau udah tidur, padahal sebelumnya dia yang kirim pesan. Mungkin karena saya responnya kelamaan. Kasian juga sih. Mungkin kecapean, seharian nganter anak kedua yang mau masuk kuliah.
Ya.. mudah-mudahan Allah mudahkan urusan dunia akherat kami, sehingga bisa mengantarkan anak-anak kami ke jenjang pendidikan yang lebih baik, dan kelak bisa bermanfaat buat sekitar.

Doaku yang tak pernah putus.


Opps.... udah di bell.. siap-siap go..go..go...

_
Traveling to Brussels (8)

Pagi ini sarapan lebih awal. Jam 7. Beberapa menit aja selesai dan balik kamar. 

Semalam saya melihat beberapa rombongan chek-in. Bukan rombongan ibu-ibu yang mau ziarah, tapi kayaknya sih mau plesiran. Soalnya banyak emak-emak. Sotoyy banget yaa... Kenapa saya bilang banyak emak-emak, karena satu rombongan sepertinya dari negeri Tiongkok, bisa jadi bukan dari sono sih. Tapi yang jelas mereka orang-orang dari etnis Tiongkok. Satu rombongan lagi bule-bule yang juga lebih banyak orang tua.

Pagi ini, saat sarapan saya ngeliat mereka bergerombol menikmati sarapan. Rame banget. Nggak seperti biasanya. Seorang ibu separuh baya duduk satu meja. Tanpa kata. Tanpa basa-basi. Tanpa ekspresi. langsung duduk aja itu ibu. Dan.... dia ambil makanan cuma sedikit. Sedikit lagi tumpah maksudnya alias buaannyaakk banget. Pengen jail sih tadinya, di poto dan sebarin ke group. Tapi itu bukan tabiat saja. Alhamdulillah niat 'jahat' itu gak terlaksana dan langsung lenyap gitu aja. Cara makannya juga jorok banget, blepotan. Saat temannya datang menghampiri, dengan mulut penuhnya ia menjawab pertanyaan temannya -sambil muncrat-muncrat- dengan bahasa yang saya kenal namun tak di mengerti. Saya berasa lagi di Glodok. Kayaknya dia lapar banget. Mungkin semalam dia tidak makan. Atau itu memang cara makannya atau takut kehabisan?? atau karena gratis?? entahlah. Tapi mereka berhak kok. Dan saya gak perlu usil. Cuma sedikit terusik melihat cara makannya. 

Opps... saya kira cuma ibu itu aja yang mengambil makanan sebanyak itu, ternyata ketika mata ku alihkan ketempat lain. Sama saja!!. Hampir semua mengambil makanan dalam porsi yang banyak. Bukan saja rombongan dari etnis Tiongkok tapi juga saya melihat bule pun demikian. Dia ambil roti sampai 2 piring penuh. Yaa... beneran penuh. Satu piring berisi roti croisant sekitar 6 atau 7 potong, piring yang lain roti gandum kotak setumpuk, sekitaran 10 sampai 15 tumpukan. ini beneran lo!! asli. Sekali lagi terbersit buat mengambil gambar, tapi hanya terbersit, dan tidak saya lakukan. Lagi-lagi hati saya bilang, itu hak mereka. Yang penting mereka menghabiskannya dan tidak membuangnya.

Tak mau saya melihat kejutan-kejutan lainnya dan merusak hati dan pikiran saya, segera saya habiskan sarapan saya dan balik kamar. Siap-siap untuk perjuangan hari ini.

Jum'at mubarrok. 
Semoga saya selalu dalam keberkahan. 
Begitu juga dengan keluargaku dan saudara-saudaraku serta teman-temanku. 
Doaku selalu.

Aamiin.



_

11 Agustus 2016

Traveling to Brussels (7)

Melelahkan !
Ya.. hari ini sungguh melelahkan. Mungkin karena semalam harus diskusi sampai tengah malam, ya beneran tengah malam, sampai jam 00:00, trus harus bangun lagi pagi-pagi buta. Ditambah lagi materi training hari ini banyak banget. Overload!. Rasanya mau meladak. Duaarrr....!!!
Menu makanan hari inipun nggak banget. Babi semua!!. Sampai-sampai waiter geleng-geleng kepala. "No for you for today Sir" gitu katanya. Dia tahu kalau saya gak makan babi. Pork. Karena sejak awal saya udah bilang, saya tidak makan itu. Dia respek banget dan saya yakin dia menduga-duga saja kalau saya adalah Muslim, cuma nggak berani nanya. Maklum dia juga sibuk. Walau dia juga jenggotan, tapi sepertinya dia bukan muslim. Ya... itu cuma dugaan. Tapi kayaknya tepat deh. Jenggot tidak identik dengan Muslim, dan disini banyak banget yang jenggotnya lebat tapi bukan muslim. Tapi Muslim disunnahkan memanjangkan jenggot. Bukan berarti yang gak punya jenggot itu dosa. Bukan. Bukan seperti itu cara menafsirkannya. Awass loohh hati-hati, ada kelompok yang makin terang-terangan, kalau tidak ikut sunah berarti bid'ah. Oppsss... saya gak mau ngebahas masalah itu disini.

Wallaa.... akhirnya dapet juga makanan. Si waiter itu ternyata perhatian juga. Saya diberinya Vegetable burger. No meat, katanya. Trus dia nyempetin nanya where are you from?  Saya bilang saya dari Indonesia. Trus dia agak muji-muji gitu, dia bilang pilihan makan saya bagus banget sambil kasih jempol dan berlalu.
Hilang penat sesaat di waktu makan siang. Setelah itu... lanjut lagi menghadapi kepenatan berikutnya. 

Entah firasat atau apa, istriku mengirim foto-foto lucu, di sela-sela kepenatanku. Foto-foto selfinya setelah sholat. Sebelumnya dia gak pernah kayak gini, tapi ya itu tadi, mungkin firasat kali kalau suaminya ini butuh hiburan. Wkwkwkwk dalam hati, agak senyum-senyum ngeliatnya. Gak mungkinlah terbahak-bahak, bisa-bisa yang lain terganggu. Hilang penatku. Makasih ya istriku.

Kemarin, siang hujan sebentar. Trus terang lagi. Tapi tetep aja dingin. Ehh... sekarang dari siang sampai sore hujan. Gak deras sih. Woow dinginnya minta ampun. Cloudy 15 derajat celcius. 

Aktifitas rutin pas masuk kamar hotel, wudhu, sholat, abis itu berendem air hangat.


---


10 Agustus 2016

Traveling to Brussels (6)

Bosen dengan makanan yang itu-itu aja di hotel, sementara lingkungan sekitar cuma ada hotel lain, maka semalam kami dinner di hotel sebelah. Hotel Penta namanya. Ada beberapa hotel disini, dan sepertinya hotel ini memang dipertuntukkan untuk pengunjung yang lokasinya tidak jauh dari bandara sekitar kurang lebih 5 km. Tapi sayangnya tidak ada apa-apa di sekitaran hotel. Boro-boro pedagang asongan, yang pada mangkal pinggir jalan juga gak ada. Pokoknya susah deh kalau mau cari cemilan. Harus pergi ke pusat kota kalau jalan-jalan kuliner atau belanja, minimal cari-cari souvenir.

Wuiiiss..... bener aja dugaan saya. Anginnya diingiiinnn buanggett..... padahal perjalanan ke hotel sebelah cuma gak sampai 100 meter. Tapi dinginnya gak nahan. Langkah kaki dipercepat, gak butuh tengok kiri-kanan. Lagian juga gak ada apa-apa. Sepi. Kayak kota mati. Semua orang berlindung dibalik dinding. Alias didalam hotel. Mungkin karena mereka tamu jadi buat apa keluyuran, sementara gak ada penduduk pribumi di sekitaran, yang terlihat cuma mobil satu-dua-tiga yang lalu lalang. Gak lebih.

"Assalamu'alaykum..." bisikku dalam hati ketika masuk hotel sebelah. Celingak-celinguk sebentaran. Ternyata di hotel ini banyak bule. Oppss... ini kan dinegeri orang, pastinya bule sliweran. Kalau banyak orang Indo nah itu baru aneh. Hmmm... gak juga sih, bisa jadi rombongan pariwisata. 

Pesen meja buat tiga orang. Daftar menu keluar. Eng...ing...eng..... ternyata menunya gak beda jauh. Steak, kentang, salad dan cuma itu-itu aja. Minumannya juga sama  lebih banyak minuman berakohol.  Glek !

Gak banyak yang dibahas saat makan malam. 
Pemilik hotel sepertinya lagi ngirit buat bayar listrik, buktinya sepanjang mata memandang cuma tak ada lampu yang menerangi seluruh ruangan. Remang-remang. Pertama masuk terasa agak gelap, lama kelamaan terbiasa.

Yang ada dipikiran waktu makan adalah, gimana nanti balik ke hotel tempat kami menginap yang jaraknya tidak jauh cuma harus melewati jalan luar yang dinginnya minta ampun. Belum seberapa sih kalau kata si Mani. Di Saudi pernah sampai 3 derajat celcius. Agak terperanjat dan tidak percaya juga sih apa yang dia katakan, masa sih Saudi, negeri yang panas gitu bisa dingin. Tapi saya harus percaya, karena saya mendengar langsung dari mulutnya yang memang bekerja disana. 3 derajat tapi tanpa salju. Dan kalau suhu dibawah 10 derajat itu sering juga terjadi di sana. Jadi penasaran ingin ke Saudi. Tapi bukan buat kerja. Buat ibadah. Mau ke Mekah, trus ke Madinah buat ibadah haji dan umroh. Semoga Allah mengabulkan permohonanku. Doa terus kupanjatkan disetiap waktu. Ku yakin banget bakalan dikabulkan suatu saat, bahkan dalam waktu yang dekat. Allah Maha Berkuasa.

Selepas makan malam, kami bergegas menuju hotel. Dengan perut yang sudah terisi, saya kira saya akan kuat menahan dinginnya hembusan angin malam. Opps... belum malam ternyata, padahal waktu menunjukkan pukul 21:15. Masih terang. Ternyata dengan perut yang sudah terisi pun justru saya makin menggigil. Topi kupluk yang saya bawa membantu menghangatkan kepala dan telinga saya. Sensasi ini sih belum luar biasa, karena saya pernah mengalaminya saat di Lembang Bandung. Saat itu ba'da subuh jalan-jalan keliling sekitan villa, mulai terang tapi hembusan anginnya menusuk tulang, dan saat bicara hembusan nafas kami berkabut bagai seorang perokok yang menghembuskan isapan rokoknya.
Iya, belum seberapa, dan saya tidak berharap mendapatkan yang lebih lagi. Lebih dingin lagi. Saya bukan pemimpi. Saya tidak kuat dingin.

Masuk hotel, lagi-lagi berendam ait hangat, setelah itu wudhu dan sholat maghrib.




Traveling to Brussels (5)

Apaan sih. Gak jelas banget. Jelek. Gak bermutu. Itu loh tulisan-tulisan sebelumnya, traveling ke Brussels 1-4. Maksain banget. Bahasanya gak rapi. Ulasannya simpang siur.
Tapi ya begitulah. Terlalu pede jadinya norak

Yup. Saya memang bukan penulis. Cuma iseng-iseng yang nggak berhadiah. Saya tuh nggak biasa dan nggak kayak kebanyakan orang yang doyan cerita pengalaman diri sendiri ke orang lain secara lisan (kecuali ada yang maksa nanya) dan dengan mimik yang bersemangat dan menggebu-gebu. Agak jarang banget buat bisa cerita sama orang lain. Sama keluarga aja juga kadang-kadang saya mah nggak suka cerita. Kalaupun ada paling yang sifatnya candaan. Yang lebih sering sih ceramahin mereka, ngingetin, atau kalau kata orang jawa sih biar pada eling.

Kalau lagi pengen ngomong banyak, ya di tulisan ini. Udah lama juga gak buka-buka blog ini. Palingan yang terakhir-akhir cuma copas. Cuma sekarang lagi ada kesempatan aja, ngisi waktu luang. Sambil nunggu waktu buat makan malem sama temans. Masih ngerasa agak aneh aja, makan malam tapi matahari masih nyorot kenceng. Waktu maghrib aja jam 9 lewat. Isya menjelang tengah malam. Tapi untungnya nih badan gampang dibawa adaptasi sama perbedaan waktu. Yang gak tahan cuma perut, yang sampai sekarang gak ketemu nasi. (Uppss... udah diceritain ya kemaren. ya gitu deh, nulis ngalor ngidul).

Hari ini cuaca cerah. Seharian dikantor gak ngerasa dingin atawa panas. Biasa aja. Begitu keluar kantor, wuiiissss..... dingin banget anginnya. Buru-buru naik taxi, tutup pintu, biasa lagi deh. Kelamaan dikit aja diluar, bisa-bisa menggigil, masalahnya hari ini gak bawa jaket. Gimana kalau lagi musim salju ya? Dasar norak bin kampungan, baru segitu aja udah kedinginan. Tapi emang bener sih, saya itu gak kuat sama cuaca dingin. Alergi. Suka pada bentol-bentol. Gatel sono sini. Tapi untungnya ada obat alergi yang disiapin sama istri tercinta. Dia emang tahu banget kalau suaminya ini gak kuat dingin. 

Berendem. Ya gitu deh sehari-hari disini. Pake air hangat. Bilasnya baru air yang agak dingin, biar pori-porinya ketutup rapat dan hawa hangat tetep ada ditubuh. Jadi abis mandi rasanya suegeerr.... gak kedinginan lagi.

--




08 Agustus 2016

Traveling to Brussels (4)

Akhirnya si koper kembali ke pemiliknya. Mani jejingkrakan. Lucu juga ya orang India satu ini. Kemaren blingsatan sekarang jejingkrakan. Tapi mungkin saya juga akan demikian kali ya. Maklumlah di negara orang untuk waktu yang nggak sebentar sementara pakaian dan segala kebutuhan yang di simpan di koper malah berpisah. Ya wajar aja kalau ketemu girangnya bukan main. Kisah Rangga dan Cinta yang di AADC 2 sih lewat. Mereka, si Mani dan sang Koper begitu mesranya. Suitt... suitt...

Kalau si Mani dan koper tidak bisa dipisahkan, lain halnya dengan saya. Saya masih belum menemukan yang saya idam-idamkan. Sudah masuk hari ketiga, masih belum ada tanda-tanda. Sepertinya saya harus berjalan lebih jauh lagi, tapi... waktunya sempit. Training disini memang sampai sore dan saya harus balik ke hotel buat sholat zhuhur, masih sempet. Dan nggak lama kemudian langsung sholat ashar. Trus ngerjain laporan dulu. Abis itu baru bisa jalan, itu juga kalau nggak cape dan temen-temen mau di ajak. Kalau sendiri mah agak males. Tau gak apa yang saya pengenin. Nasi. Udah masuk hari ketiga belom makan nasi. Ketemunya kentang, roti dan itu-itu aja. Palingan selingannya salad. Kenyang juga sih. Tapi yang namanya penduduk asli Indonesia, kalau belum ketemu nasi kayaknya belum makan. Nih perut udah krucak krucuk, bukan lapar tapi kayaknya ada yang gak beres. 

Hari ini komunikasi sama keluarga kurang lancar. Cuma masalah waktu aja sih. Selisih 5 jam. Di sini masih terang, ehh disana udah gelap, udah pada tidur, soalnya message gak di bales. Bisanya cuma pagi, itu juga gak lama. Tapi nggak apa-apalah, yang penting mereka sehat-sehat semua. Saya yakin banget kok mereka selalu mendoakan kebaikan dan keselamatan buat saya yang jauh dari mereka. **edisi kangen**

Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatina qurrota a'yun waj'alnaa lil muttaqiina imaamaa. 



Traveling to Brussels (3)

Dari pas landing di Brussels, saya terpaksa nahan pipis. Soalnya tiap kali masuk toilet si urinoir, itu loh tempat pipis laki-laki posisi berdiri, gak ada air buat cebok, kalo gak antri sih mungkin saya akan mundur dikit trus pas airnya keluar baru deh saya maju lagi, tapi kalau lagi antri kayaknya gak mungkin. Kok antri sih. Ya iyalah, ternyata pas abis keluar pesawat banyak juga yang pengen pipis di toilet dibandara, mungkin mereka juga gak nyaman kali kalo pipis di pesawat atau gak enak sama penumpang lain harus permisi dulu dan ganggu mereka, khusunya buat yang duduknya dekat sisi jendela. Nah saya, tiap kali naik pesawat selalu pilih duduk di sisi dekat jendela. Nikmati sensasinya.
Lanjut lagi masalah pipis tadi, akhirnya saya cari ruangan tertutup yang ada closetnya, tapi sayang, selalu gak dapet. Tertutup rapat, dalam antrian juga, jadi saya batalin deh. 
Akhirnya saya buru-buru cari taxi menuju hotel. Perjalanan dengan taxi cukup singkat. Tuh taxi ngebut. Wuuussss.... gak sampe lima menit udah ditujuan. Jalan disini emang sepi banget. Mobil yang lalu lalang antara airport sampai hotel bisa dihitung dengan jari. Itulah makanya tuh taxi ngebut. Padahal jaraknya lebih dari 5 km. Tapi gak sampe 5 menit. Coba kalo di Jakarta bisa setengah jam. Mungkin juga lebih.

Akhirnya sampe juga di hotel. Tuh kan sama aja. di toilet gak ada flush. Semprotan air yang di kloset. Makanya kalau mau 'jongkok' udah nyiapin air dulu buat cebok. Dari situ saya makin nggak meragukan kalau banyak non-muslim yang nggak cebok kalo abis pipis. Bahkan mungkin kalau abis be a be cuma di lap sama tissue. hmmm menjijikan! 

Buat non-muslim yang baca ini, jangan buru-buru tersinggung dibilang menjijikan, tapi emang begitu kan kenyataanya ?! Seperti yang saya bilang sebelumnya, gak semuanya sih, tapi kebanyakannya seperti itu.

Habis bebersih, wudhu, trus sholat zhuhur. Waktu zhuhur di sini hampir menuju jam 2 siang dan waktu ashar hampir jam 6 sore. Masih keburu sholat zhuhur walau waktu sudah menunjukkan hampir jam 3.

Abis itu. Rebahan.

Traveling to Brussels (2)

Alhamdulillah diberi kekuatan dan kesempatan buat curcol lagi.

Sebelumnya sih curcolnya lebih ke masalah edisi tafakkur. Mikir. Merenung. Sedikit membandingkan antara antrian di dunia dengan di akherat kelak. Jujur, saya sering banget kepikiran yang kayak gitu. Mungkin faktor umur kali ya, yang makin lama lebih kepikiran masalah akherat. Kalau nggak sekarang ya kapan lagi. Jatah hidup sampai kapan juga gak tau. Tapi dalam doa terus-terusan minta supaya husnul khotimah. 

Nah sekarang.... sedikit aja saya ceritain teman saya yang harus 'kehilangan' tas kopernya.
Dibilang hilang sih kayaknya nggak juga, cuman belum ketemu aja. Ada sekitar 18 penumpang yang mengalami hal yang sama. Jadi kemungkinannya sih cuma salah tujuan aja. Kali aja tuh tas koper mau ngelancong sendiri. Hal ini sih biasa terjadi walau mungkin nggak sering-sering amat. Dan alhamdulillah nggak terjadi sama saya.

Namanya Mani Kandan. Ia orang India dan bekerja di Saudi Arabia. Penerbangan dari Dubai ke Brussels. Nah pas tiba di Brussels dan antri untuk ambil bagasi, tuh tas gak nongol-nongol sampai berkali-kali putaran tas di longokin gak juga ada. Ehh ternyata dia liatin beberapa penumpang lain pun mengalami hal yang sama. Akhirnya mereka rame-rame komplen ke petugas yang akhirnya di dapet informasi walaupun belum tepat tas-tas tersebut masuk kabin pesawat yang salah. Kok bisa ya ?!. Ya bisa ajalah. Human error. Manusia kan tempatnya salah. Tapi bisa bikin parno juga sama penumpang yang ngalamin hal yang sama. Saya jadi ingat, seorang teman juga pernah cerita, ketika pulang dari Makasar ke Jakarta, ehh ternyata tasnya malah ke Surabaya. Tuh tas nyelonong aja. Mungkin pengen nyobain pesawat yang lain kali. Lol !

Si Mani teman saya itu sampai kemarin pun terus mantau keberadaan tasnya lewat website. Pihak airport janji akan kirim ke hotel. Dan sampai berita ini diturunkanpun belom ada kepastian kapan tuh tas akan balik kepemiliknya.
Makanya kemaren seharian jalan-jalan ke pusat kota Brussels, cari-cari pakaian buat kerja besok. Soalnya sampai hari kedua disini si Mani belom ganti pakaian. Wow kebayang kan betapa lengketnya tuh kolor kalau mau dibuka. Joroookk !! Tapi mau di kata apa, itu kan emergency. Mudah-mudahan sih dia tau apa itu cebok alias bilas kalau habis pipis. Tapi kayaknya dia gak tau deh yang gituan, soalnya dia non-muslim. Ada juga sih beberapa non-muslim yang cebok kalo habis pipis tapi sejauh yang saya amati kalau lagi di toilet, banyakan yang gak dicuci. Jadi kebayang kan ?! 
Oppps.... kebayang loh bukan dibayangin.
Itu buat non-muslim yang laki-laki loh. Saya sih gak tau kalau yang perempuan. Ngapain juga cari tau. Gak penting. Tapi setidaknya saya sih bersyukur banget jadi Muslim, soalnya hal kecil kayak gitu aja ada aturannya, dan harus diikuti. Selain buat kebersihan juga buat kesehatan. Tapi intinya sih itu perintah dan hikmahnya pastilah ada.

Nah hari ini, adalah hari pertama kami mulai ngantor. Jadi penasaran sama si Mani dengan pakaian yang baru dibelinya.

Udah dulu...
----


07 Agustus 2016

Traveling to Brussels (1)

Kalau dibilang traveling sih nggak juga, karena ini cuma tugas kantor, tepatnya training. Mumpung tiba lebih awal dan bertepatan diakhir pekan, makanya ada sedikit waktu buat nulis lagi. Udah lama juga gak update halaman ini, apalagi yang terakhir-akhir cuma copas artikel aja dari berbagai sumber, itu saking malesnya, bukannya gak ada ide, tapi memang nggak nyempetin aja buat duduk tenang trus nulis. Tepatnya sih curcol.

Oke, back to topic.
Kemaren sempet bikin status di path langsung di share di fesbuk. Agak alay sih. Walau tiap kali update apapun jarang sekali yang komen atau cuma sekedar like. Ya wajar aja sih, soalnya saya sendiri juga jarang banget like apalagi komen sama status-status orang laen. Kecuali kalau itu bener-bener manfaat buat orang banyak baru deh saya like, komen atau share. Setidaknya ikut andil menyebarluaskan. Walau mungkin diantara yang sekian banyak yang di like bisa jadi ada yang cuma hoax alias berita yang tidak benar. Maafin yak.

Opps.. balik laki ke topik. Kan judulnya traveling, jadi ngomongin tentang perjalanan saya aja lah atau apa yang ada dipikiran sebelumnya. Yang ditulis di medsos diatas itu adalah tentang pebekalan. Cuma buat jalan ke Brussels aja persiapannya panjang, harus ngurus visa dulu. Waktu ngurus visa juga banyak dokumen yang harus di persiapkan termasuk dana. Salah satu dokumen yang perlu ada adalah alasan kenapa mau berkunjung ke Brussels atau jika untuk keperluan pekerjaan ya harus ada undangan dari seseorang atau perusahaan yang ada di Brussels. Kalau tidak ada, alamat visa gak bakal dikeluarkan alias gak bisa berkunjung. Semua proses itu harus menunggu lebih kurang 15 hari. Itu baru visa, belum lagi buat urusan pekerjaan dan atau untuk kebutuhan pribadi, seperti pakaian. Ini kan eropa, dingin walaupun panas. Jadi perlulah beli jaket atau pakaian yang bisa menghangatkan tubuh. 

Koper. Nah  barang satu ini sangat diperlukan. Udah punya sih, tapi kecil. Butuh yang lebih besar, bukan karena mau ngepak banyak pakaian, tapi karena memang harus bawa banyak soalnya agak lama gak seperti biasanya yang paling lama cuma seminggu. 

Yupps.. bravo. akhirnya dapat juga. Beli sih. 

Nyeritain ginian tuh sebenarnya cuma lagi ngebanding-bandingin sama bekal yang kita perluin buat pulang ke kampung akherat. Mereka yang pulang kampung halaman yang biasanya tiap hari raya aja butuh bekal yang banyak, apalagi pulang ke kampung akherat. Nah itu dia poin nya.
Nah yang di sharing di medsos itu ya itu tadi, ngomongin bekal yang dibutuhin buat ke akherat. Lagi mikirin gimana caranya supaya dapet undangan dari Surga supaya bisa masuk, seperti undangan dari negara yang akan kita kunjungi kalau kita mau masuk sana.
Gimana kalau Allah gak ngundang ? Alamat celakalah yang bakal kita dapet. Naudzubillah.
Apa sholat kita cukup buat dapet undangan ?
Apa zakat kita cukup buat bisa masuk surga ?
Apa haji kita (bagi yang udah berhaji) cukup buat Allah mengundang kita ke surga?
dan masih banyak lagi pertanyaan laiinya.
Apa jangan-jangan kita yang udah ngerasa amal kita banyak justru malah di coret semua gara-gara masih ada sifat iri dengki atau ghibah sana-sini atau ngerendahin amalan orang lain, nuduh ini nuduh itu dll. Sekali lagi Naudzubillah min dzalik, kami berlindung kepada Allah dari yang demikian itu.

Penantian yang berasa lama di bandara atau pada saat transit di Dubai, itu belum seberapa. Lagi-lagi jika dibandingkan dengan penantian kita di akherat kelak. Woww gak kebayang deh lamanya.

Waktu ngelongok dari jendela pesawat, semua kecil. Asli kecil banget sebelum akhirnya gak keliatan karena ketutup sama awan. Kali ini berada di antara awan atau diatasnya. Kamu yang super obesitas pun gak keliatan. Kita tuh kecil banget. Pernah juga liat video kalau kita keluar dari bumi. Ternyata bumi juga cuma setitik bahkan kalau jalan lebih jauh lagi, bumi yang segitu gedenya kalau dari sisi kita yang ada didalamnya itu gak keliatan sama sekali. Jadi apa yang bisa disombongin. hmm... kadang-kadang sifat ini terbersit juga didalam hati. Nganggap remeh orang lain itu juga kesombongan. Kita itu remeh banget. Gausah di 'mata' Allah, dibandinigin  sama bumi aja kita udah gak ada apa-apanya.

"Allahu Akbar"... zikir itu yang selalu ada dihati saat mata menjulur keluar jendela pesawat. Andai Allah kirim angin kencang di atas sana, habislah kita semua. Gak bisa deh curcol kayak gini.

Allah-lah yang Maha Besar. 
Kita..?! gak ada apa-apanya.

Terbayang ketika menghadiri kajian, ketika kita takbiratul ihram dan berucap Allahu Akbar, maka kecil dan remehlah kita. Itu yang seharusnya ada dibenak kita, biar khusyu'. Abaikan semua urusan dunia. Dan tetaplah fokus kalau Allah itu Maha Besar. Kita butuh pada-Nya. Allahusshomad.

Yaa Robbi, 
Sungguh kami memang kecil
Kami memang remeh
Kami bukanlah apa-apa
Jika bukan karena Rahmat-Mu, maka sengsaralah kami
di dunia 
lebih-lebih di akherat kelak.

Robb..
Kami tahu, Kau tidak pernah lengah sedikitpun kepada kami
Jangan Kau biarkan kami menyimpang
Jangan biarkan kami keluar dari jalan yang Kau telah tunjukkan melalui Rosul-Mu
Nabi Muhammad sholallahu 'alayhi wasallam.

Robb,
Selamat kan kami
Ridhoi kami
Undang kami ke jannah-Mu

Wa shollahu 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala aali sayyidina Muhammad.

Aamin..


---

Ntar kalau sempet lagi, gak ada gangguan lagi, saya lanjutin lagi kisah perjalanan saya ke negeri orang ini, mumpung lagi ada disini, salah satunya adalah ketika teman saya dari negara lain yang tidak mendapatkan tas kopernya yang sampai saat ini dia walau sudah di hotel juga belum dapat kabar kapan tuh koper bakalan kembali ke pemiliknya.


Aug 8, 2016
Sam

Mohon Maaf

Assalamu'alaykum, Di hari yang mulia ini Di hari yang telah lalu dan yang akan datang Mohon maaf atas segala salah dan khilaf Mohon maaf...