Mati sebelum mati

Pernah dong denger istilah, jika orang tua kaya maka anak jadi raja, namun jika anak kaya maka orang tua jadi penjaga (baca : pembantu).
Gak salah sih istilah itu, karena kebanyakannya ya seperti itu, walau ada sebagian anak tetap memulyakan orangtuanya, apapun keadaannya.

Beberapa saat yang lalu saya mendengar cerita dari seorang teman baru saja ditinggal pergi ayahnya untuk selamanya. Usia ayahnya sudah cukup tua. Ia tinggal bersama istrinya, yang juga sudah tua. Lebih dari 80 tahun usianya. Usia dimana butuh perhatian lebih dari orang yang jauh lebih muda, yang lebih cekatan, yang lebih sigap, yang bisa menyediakan kebutuhan sehari-harinya. Namun sayangnya ke 5 anaknya semua berada jauh dari meraka. Anak-anak mereka tinggal di ibukota dan sekitarnya, sementara mereka berdua tinggal lebih dari 500 kilometer jaraknya.

Bagi saya, kisah meninggalnya sang ayah cukup memprihatinkan. Ketika itu sang ayah (atau mungkin tepatnya dipanggil kakek) merasakan sakit pada perutnya, lalu ia diantarkan oleh tetangganya untuk berobat bukan oleh anak-anaknya. Hari berikutnya sang ayah berbaring. Namun karena di rasa cukup lama berbaring, tetangganyapun membangunkannya, namun tidak juga bangun. Itulah pembaringan terakhirnya. 
Miris, bahkan tetangganya pun tidak tahu kepergiannya. Sang anakpun tidak lagi dapat melihat wajah ayahnya, walau untuk yang terakhir kali, karena mereka (anak-anaknya) tiba setelah ayah meraka dikuburkan.

Kini tinggal sang ibu, yang hidup seorang diri. Bisa jadi sang ibulah yang 'diharapkan' pergi lebih dulu, karena memang sedang sakit. Namun Yang Maha Kuasa berkehendak lain. Anak-anaknya yang diharapkan dapat menemaninya ketika sudah tua, semuanya sibuk dengan urusannya (keluarganya) masing-masing. Seperti kebanyakan orang, meraka (anak-anaknya) berdalih bahwa mereka sibuk, mereka sudah punya kehidupan masing-masing, mereka tidak setiap saat bisa menemani, apalagi sang ibu tidak mau meninggalkan kampung halamannya. Bisa jadi mereka lupa, bagaimana perjuangan orang tua membesarkan mereka, bagaimana pengorbanan mereka ketika anak-anaknya masih menjadi tanggungannya, bagaimana mereka meluangkan waktu hanya demi anak-anaknya, dan bagaimana mereka (kedua orangtua) mengijinkan anaknya untuk merantau dengan iringan doa dan harapan agar anak-anaknya sukses. Kini walau mungkin belum terbilang sukses, namun sudah bisa mandiri, sang anak enggan bersama ibunya. Mereka semua hanya menunggu kabar kematiannya.

Ketahuilah wahai sang anak, keadaan ibumu kini seakan sudah mati sebelum mati yang sebenarnya. Ketika saatnya (kematian yang sebenarnya) tiba, jangankan memandikannya, menguburkannyapun kalian tidak sempat. Hanya gundukan tanah yang kalian tangisi. Itupun mungkin hanya sesaat. Selanjutnya kalian berembuk untuk membagi-bagikan harta peninggalannya.

Semoga kalian tidak bernasib sama.

_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadilah penghapal Alquran

Kita akan segera dilupakan!