“Maneh mah ulah hayang jadi Kyai, sok di pihukum ku batur. Kiyeu wae, ngenah”
Begitulah kata yang keluar dari lisan seorang Kyai pimpinan dan pengasuh pondok pesantren yang didirikannya di wilayah Bogor. Ketika itu saya baru beranjak dewasa, sudah makin kritis.
Beliau adalah KH. Abdul Salam. Masih ada hubungan saudara. Saya memanggilnya dengan sebutan Kang Haji. Akang yang berarti kakak dalam bahasa Sunda. Ya, beliau adalah kakak saya, anak dari uwak saya.
“Kamu gak usah kepengen jadi Kyai, suka dijadikan hukum sama orang lain” begitu kira-kira artinya.
Dari penjelasannya yang panjang lebar, mengertilah saya apa yang dimaksudkan oleh Kang Haji. Seseorang yang ‘diberi’ gelar Kyai oleh masyarakat setempat, punya beban tanggungjawab yang sangat berat. Setiap gerak langkahnya akan ditiru oleh orang lain dan dijadikan dalil bagi orang lain untuk mengikutinya. Setiap ucapannya adalah bahasa hukum yang harus dipatuhi oleh orang lain. Dengan kata lain, menjadi seorang (yang diberi gelar) Kyai, haruslah menjadi sosok yang (paling tidak) sempurna. Wow berat juga ya Bro! Padahal sejatinya, manusia itu tidak luput dari kesalahan, tidak terkecuali seorang Kyai/Ulama. Satu saja khilaf yang dilakukan oleh seorang Kyai, dan diikuti oleh jamaahnya, maka sulit untuk kembali meluruskannya. Biasanya beliau melakukan klarifikasi pada jamaah yang rutin datang ke pengajiannya.
Lain halnya bila ada seseorang atau sekelompok orang yang memang tidak suka terhadap sosok Kyai atau Ulama. Kesalahan Kyai atau Ulama adalah senjata ampuh untuk menjatuhkannya. Bahkan mereka tidak peduli berita itu datangnya dari mana. Mereka mendengarkan bukan untuk menambah ilmu, namun untuk mencari celah kapan sang Kyai salah bicara.
Bila ada orang yang menasehatinya untuk tidak menghujat, menghina ataupun menyudutkan Kyai atau Ulama, hanya karena (anggaplah) kesalahan yang tidak disengaja, maka mereka akan semakin membabi buta, dan dianggapnya kita (yang menasehati) sebagai fanatik buta.
Di ujung kalimat berbunyi, “.. Kiyeu wae, ngenah” Begini saja, enak. Artinya jadilah orang biasa saja. Bisa bebas melakukan apa saja, dan tentu saja dengan tetap tidak melanggar aturan, terutama aturan agama.
Begini saja, enak. Artinya juga, kita bisa masuk ke kalangan mana saja, berda’wah dengan cara apa saja, dengan bahasa apa saja, tidak perlu formil. Menjadi seorang Kyai punya keterbatasan dalam menyampaikan da’wah. Salah satu contoh kecil saja, jika ia berpapasan dengan seorang Muslimah tanpa hijab dijalan, dan Muslimah itu bertanya satu-dua persoalan, atau sekedar menyapa, dan seketika sang Kyai menjawab atau memberikan pencerahan, maka hal itu bisa menimbulkan salah pengertian bagi orang lain yang pada saat itu tidak berada dekat dengan mereka, yang pada akhirnya bisa menimbulkan fitnah.
“.. Kiyeu wae, ngenah” Begini saja enak, tidak terbebani oleh keadaan apabila kita memberikan masukan pada orang lain. Kita bisa menggunakan bahasa mereka, gaya mereka, dan mereka yang mendengarnyapun dapat dengan nyaman berdiskusi, bahkan mengkritisi tanpa sungkan.
Artikel yang dimuat dihalaman ini bisa berupa apa saja, dari motivasi diri sampai perbaikan akhlaq. Saya hanya berupaya untuk bisa sharing ke semua orang tanpa terkecuali, dan saya mengharapkan feed back yang positif, karena sesungguhnya motivasi diri dan perbaikan akhlaq yang dimaksud adalah lebih dikhususkan utk diri saya sendiri dan keluarga dan mudah2an bisa bermanfaat utk siapa saja tanpa bermaksud menasehati apalagi mengurui. Opps... ada juga yang copas. Afwan*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mohon Maaf
Assalamu'alaykum, Di hari yang mulia ini Di hari yang telah lalu dan yang akan datang Mohon maaf atas segala salah dan khilaf Mohon maaf...
-
Di dalam bukunya yang berjudul “Kisah Dajjal dan Turunnya Nabi Isa ‘alahissalam Untuk Membunuhnya”, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ra...
-
oleh Mashadi Sikap orang Yahudi dan Nasrani berbeda. Sekalipun di antara mereka terhadap kaum Muslimin memiliki kesepakatan. Orang Yahud...
-
Jadilah diri sendiri... Gampang memang cara ngungkapinnya, dan banyak orang bahkan bisa ngomong kata-kata kayak gitu, padahal pada kenyataan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar