Wisata ekstrim - The Journey

Pernah jalan-jalan kan? 
Kata lainnya biar keren adalah wisata, tour, melancong atau kalau kata anak kekinian bilangnya jelong-jelong.
Biasanya yang dijadikan tujuan untuk jalan-jalan atau berwisata adalah tempat-tempat hiburan, rekreasi, entah itu ketempat permainan, atau ke pantai atau ke gunung atau ke puncak, ke kebun teh, atau tempat-tempat bersejarah atau mungkin sekalian berziarah. Tujuannya juga macem-macem, ada yang sekedar cari hiburan, menghilangkan penat atau refreshing, mempererat hubungan atau reunian, silaturahim, atau sekedar kongkow  atau touring pake motor gede atau komunitas mobil jadul, atau ada juga yang sambil berdakwah, bersedekah atau berdonasi ke suatu tempat atau daerah yang jauh atau tujuan-tujuan lainnya. Mereka masing-masing punya alasan tersendiri kenapa mereka berwisata.
Disini saya nggak mau ngomongin wisata yang kayak gitu. Rata-rata semua orang udah tau. Udah ngerasain. Saya mau ngomongin wisata yang lain daripada yang lain. Yang lebih ekstrim daripada yang paling ekstrim. Seru.

Wisata itu yang bikin seru itu bukan tujuannya, tapi perjalanannya. Liku-likunya. Macetnya. Blom lagi ban kendaraan bocor. Dorong pula. Hujan pula. Jauh pula ketempat tambal ban. Ditambah lagi pake salah jalan segala alias kesasar. GPS mati. Henpon low batt. Macem-macem deh. Begitu sampai tujuan, datanglah keseruan yang baru.

Pernah gak wisata ke kuburan ?!.
Bukan ziarah kubur loh. Tapi bener-bener menuju ke alam kubur. 

"Ahh gile lu ndro...?". Mungkin itu yang bakal terlontar dibenakmu.

Wisata menuju alam kubur disini bukan dalam bentuk fisik. Kalau itu mah tunggu mati dulu, baru deh masuk alam kubur. Lagian kalau udah mati, mana bisa sih cerita keadaan didalam kubur sama yang masih hidup. Orang itu taunya kalau kamu wisata itu adalah dari hasil sharing ceritanya, pengalamannya, upload foto-fotonya. Dari situ ada yang bisa diambil pelajaran, mana yang bisa ditiru mana yang harus dihindari. Tapi kalau udah mati beneran ya gak bisa cerita dong.

Sekali lagi wisata ini bukan dalam bentuk fisik, tapi kamu cukup luangkan waktu kamu sebentar aja, hanya beberapa menit saja. Trus nanti ceritain deh ke temen yang lain pengalamanmu. Perjalanannya itu loh yang seru.

Gini caranya.
Pertama, niatin dalam hati bahwa kamu mau wisata. Siapin bekal. Bekalnya bukan nasi beserta lauk pauknya, bukan juga bawa pakaian yang banyak apalagi bawa tenda. Bekalnya adalah siapin waktu aja dan tenangin pikiran. Rileks.

Setelah itu, coba banyangin deh hal apa aja yang menyebabkan kamu harus 'wisata' ke alam kubur.

Yuk kita mulai....

Sebelum wisata ke alam kubur, kita harus mati dulu. Eng...ing..enggg... Bayangin dulu deh proses kematian kamu. Terserah deh mau bayangin yang kayak gimana, misalnya mati bunuh diri. Naudzubillah. Atau mati ketabrak kereta, atau mati karena sakit parah, atau mati lagi sujud atau mati lagi baca Al Qur'an...

Yang perlu kamu tahu adalah adanya proses sakaratul mawt. Proses yang akan dilewati oleh setiap manusia. Dan itu sangat pedih. Saking pedihnya sampai-sampai kamu tidak bisa berkata-kata. Pedih yang tak terkira. Pedih yang tidak bisa dibayangkan. Dan hanya bisa dirasakan. Nanti, disaat sakaratul mawt. Sesungguhnya inilah kiamat kecil. Dan kamu akan merasakan dan menyaksikan setiap detil keluarnya ruh dari dalam tubuhmu. Ruh yang sejak proses tumbuhnya daging mulai ditiupkan. Ia menyatu dalam raga. Bisa dibayangkan sesuatu yang telah menyatu sejak awal penciptaanmu, betapa rekatnya mereka (ruh dan ragamu). Ibarat lem, ia sangatlah lengket, bahkan jauh lebih dari itu, ia menyatu. Dan harus dipisahkan. Pedih.

Begitu kamu mati, dan ruh-mu telah keluar dari tubuhmu, kamu bisa liat apa reaksi sekelilingmu, apa yang terjadi disekelilingmu. Tangis. Jelas. Sebengal-bengalnya kamu, orang terdekat kamu akan nangis. Kamu tak perlu tahu apa motivasinya. Yang jelas mereka yakin kalau kamu gak bakal hidup lagi. Nggak bakal rese lagi. Nggak bakal ngeribetin lagi. Nggak bakal ngatur-ngatur lagi. Nggak bakal macem-macem lagi. Suami/istrimu beserta anak-anakmu nangis sejadi-jadinya. Orang tuamu, pamanmu, bibimu pun demikian. Teman, tetangga, kerabat dekat dan jauh, datang silih berganti, ada beberapa dari mereka yang juga nangis, namun nggak sedikit yang gak bisa nangis, malah cerita-cerita macem-macem. Bahkan ada juga loh yang bisa cekakak cekikik padahal tuan rumah sedang berduka. Ada yang cerita tentang kebaikan atau cerita kenangan yang lucu-lucu ketika bersama kamu sampai-sampai mereka lupa mendoakan keselamatan buat kamu. Banyak dari mereka yang doanya cuma basa-basi aja (sorry kalau nadanya agak su-uzhon). "Turut berduka ya", "Yang sabar ya". Gitu sapaannya sama keluarga kamu. Trus berada di samping kamu sambil agak nunduk. Entah ia cuma nunduk atau diiringi doa. Gak ada yang tahu. Ada juga yang gak mau ngeliat jenazah kamu karena mungkin ia takut melihat orang mati. Persis sama seperti yang kamu lakukan ketika kamu melayat ke tempat orang yang meninggal. Pokoknya bayangin deh gimana situasinya saat itu.

Tanpa di komando, saudara-saudara kamu termasuk anak-anak kamu juga tetangga terdekat membagi-bagi tugas. Ada yang nyiapin bendera kuning. Ada yang nyiapin tulisan pengumuman yang nantinya dibacakan di toa musholla atau masjid. Ada yang menghubungi orang yang 'berprofesi' memandikan jenazah. Ada yang menghubungi ustadz yang kelak akan membimbing keluargamu dalam pengurusan jenazah hingga dikuburkan. Ada yang menghubungi pak RT untuk mengurus surat kematian. Ada yang menyiapkan wadah untuk dijadikan sebagai tempat uang bagi orang-orang yang datang berkunjung sekedar sebagai tanda duka cita. Ada yang pergi belanja pakaian dinas terakhirmu yaitu kain kafan beserta kelengkapannya. Ada yang mengurus kendaraanmu yaitu keranda. Semua berbagi tugas. Kompak.

Mulailah pakaianmu semua ditanggalkan. Bagi mereka yang terbiasa mengurus jenazah, mereka akan terlihat lihai saat menanggalkan pakaianmu. Ada yang langsung sekali tarik, robek dan lepaslah pakaianmu. Ada yang memakai gunting atau pisau untuk merobeknya. Bahkan ada yang dengan cara perlahan-lahan melepas pakaianmu sama seperti ketika kamu melepaskan pakaian ketika kamu masih hidup. Cara-cara melepas ini juga bisa disesuaikan dengan cara matimu.

Dipersiapkanlah tempat pemandianmu. 
Dibaringkan tubuhmu diatasnya, dikelilingi oleh orang-orang yang hendak memandikanmu. Sebagian keluarga ikut hadir dalam proses pemandianmu, sebagian lain menghindar karena merasa tak mampu, merasa tak punya ilmunya atau merasa tidak tega alias takut.

Dibasuhnya tubuhmu dengan air yang dingin, mulai dari ujung kepala sampai ujung kakimu. Digosok-gosokkannya dengan sabun bagian-bagian tubuhmu. Dibersihkannya anusmu dari najis, juga kuku-kukumu. Dan kamupun diam tak berdaya. Apapun yang dilakukan mereka yang memandikanmu, kamu pasrah. Entah apa yang kamu rasa saat itu.

Disaat yang sama, disisi lain, sekelompok kecil orang sedang mempersiapkan pakaian kebesaranmu, kain kafanmu. Merobek tiap ujung kain kafan untuk dijadikan sebagai tali pengikatmu. Dihamparkannya kain itu ditempat yang agak luas, berlapis-lapis. Ditaburi dengan wewangian dan sejenisnya. Mereka menunggu dengan sabar kehadiranmu untuk dibaringkan diatas hamparan kain kafan yang telah disiapkan.

Di sudut lain samar-samar terdengar beberapa orang tetap melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an yang mereka niatkan untuk 'dihadiahkan' pahalanya untuk mu.
Juga masih terdengar tangisan suami/istri dan anak-anakmu. Orangtuamu hanya bisa tertunduk diam, seakan menyesali kepergianmu dan merekapun mempertanyakan kenapa bukan mereka yang ‘pergi’ lebih dulu.
Dan kamu menyaksikan itu semua.
Bisa jadi kamu ingin berkomunikasi dengan mereka, bisa jadi kamu ingin memberitahu mereka, bisa jadi kamu ingin bertanya pada mereka kenapa mereka menangis, namun mereka semua tak lagi menghiraukan sapaanmu. Mereka tak bisa melihatmu, tak tahu apa yang kamu katakan, dan mereka tidak ingin mendengar apa-apa lagi darimu. Walau mungkin bisa jadi ketika kamu hidup, kamu memaksakan mereka mengikuti kemauanmu, mereka wajib melaksanan segala titahmu. Bisa jadi ketika kamu masih hidup, kamu begitu arogan, tak mau mendengarkan siapapun namun ucapanmu adalah sabdamu yang wajib mereka kerjakan tanpa kompromi. Kini mereka mengabaikanmu.

Sesaat kemudian mereka mengeringkan badanmu, setelah kamu di wudhu kan. Inilah saatnya kamu di wudhu kan karena kamu memang sudah tidak mampu lagi padahal dulu kamu mampu tapi kamu tidak mau untuk wudhu. 
Kemudian mereka membawamu menuju pakaian kebesaranmu. Dibaringkannya kamu di atas hamparan kain kafanmu. Pasrah tak berdaya, dan kamu terus menatapnya. Helai demi helai kain putih itu mulai dibalutkan ketubuhmu. Telinga, hidung dan wajahmu dibalut dengan kapas sebelum semua terbungkus kain kafan. Mereka ikat dengan kuat pakainmu dengan tali sisa robekan kain kafanmu, mulai dari bagian bawah sampai bagian atas kepala. Sebelum mereka menutup wajahmu, mereka mempersilahkan suami/istrimu juga anak-anakmu beserta kerabat dekatmu jikalau mereka masih ingin menatap wajahmu untuk terakhir kali. Tangis meledak lagi dari mereka yang merasa kehilanganmu. Tangis juga terdengar dari kedua orangtuamu. Dan kamu tidak bisa menghentikan tangisan mereka. Dan kamu mungkin masih bertanya-tanya kenapa mereka menangis. Dan kamu masih belum merasa kalau kamu sudah mati.

Kini kamu terbungkus rapi berbalut kain kafan putih yang nampak masih bersih.
Dibaringkan tubuhmu di ruang yang agak lapang agar para pelayat bisa leluasa melihatmu. Dan kamu tidak perlu protes ke arah mana kamu dibaringkan. Semua terserah mereka yang hidup. Semua aturanmu sudah tidak lagi berlaku.

Silih berganti para pelayat datang menghampiri. Berjajar disekitarmu. Suami/istrimu bisa jadi terus terisak-isak, tak kuasa menahan tangis ditinggal oleh kamu yang bisa jadi ketika kamu hidup justru mereka berharap kepergianmu karena arogansimu. Di sisi kiri dan kanan anak-anakmu terus membaca Al Qur’an. Siapa yang mengajarkan mereka ?, sudah benarkah bacaan mereka ?, pernahkah kamu berada dihadapan mereka ketika mereka membacakan Al Qur’an lalu kamu memperbaiki bacaan mereka ? Atau justru kamu sendiri tidak bisa membacanya dengan baik dan benar? Atau hanya setahun sekali  ketika datang bulan Ramadhan ?, Atau kamu malah tidak pernah membacanya sama sekali ? Kini saatnya kamu terima apa saja bacaan mereka, benar atau salahnya kamu tidak lagi bisa membantu mereka memperbaiki bacaan mereka. Atau kamu ingin menyalahkan guru ngaji mereka? Heeiiii….. pendidikan anak-anakmu adalah tanggung jawabmu! Memperbaiki bacaan Al Qur’an anak-anakmu adalah kewajibanmu! Bukan guru ngaji mereka! Jikalau bacaan mereka rusak atau tidak benar, masihkah kamu berharap pahala dari bacaan mereka?
Lalu sampai kapan mereka akan membaca Al Qur’an dan ‘menghadiahkan’ pahalanya untukmu? Atau saat ini saja ketika kamu terbaring berbungkus kain kafan setelah itu mereka meletakkan Al Qur’an di rak-rak buku mereka dan membiarkannya berdebu seperti yang kamu lakukan ketika kamu masih hidup?
Bisa jadi kamu berharap mereka terus membaca Al Qur’an. Dan itu cuma jadi harapanmu tanpa bisa kamu sampaikan kepada mereka. Seharusnya kamulah yang menangis. Bukan mereka.

Kerabat mulai berkunjung.
Ada yang tulus berdoa. Ada yang hanya tertunduk diam, bahkan ada yang hanya sampai depan rumahmu dan langsung duduk-duduk dan bercengkrama serta enggan menemui jenazahmu, setelah itu pulang dan menghilang. Bisa jadi saat itu kamu menarik-narik tubuh mereka agar membacakan doa untukmu. Bisa jadi kamu mencoba menghalau mereka agar jangan cepat-cepat pulang sampai kamu disholatkan atau dikuburkan. Bisa jadi kamu berteriak ditelinga mereka untuk mengingatkan mereka kalau merekapun kelak akan mati. Tapi semua sia-sia. Mereka tak menghiraukanmu.

Kendaraan mewahmu yaitu keranda atau kurung batang dengan setia menunggumu. Ia sangat ingin kamu menaikinya. Lagi-lagi kamu tidak bisa menaikinya sendiri. Kamu butuh orang-orang untuk menaiki kendaraanmu. Kamu harus mulai sadar bahwa kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Kamu butuh orang lain. Butuh empat, lima bahkan mungkin enam orang mengangkat tubuhmu untuk menaiki kendaraanmu. Tangisan terdengar lagi. Orang-orang terdekatmu seakan tak rela kamu menaiki kendaraanmu sendirian, namun merekapun enggan ikut bersamamu. Dipaksapun mereka tak mau. Ditutupinya kendaraanmu dengan sehelai kain panjang berwarna hijau bertuliskan aksara arab. Satu sisi bertuliskan lafadz "Laa ilaaha illallah", sisi lain bertuliskan firman Allah "Kullu nafsin dzaaiqotul mawt". Entahlah, apa kamu mengerti kalimat-kalimat tersebut, atau justru kalimat tersebut sangat asing bagimu.
Kini kamu nampak nyaman berada didalamnya. Kendaraan yang ‘diidam-idamkan’ oleh orang yang mati. Kendaraan yang mungkin bakal dinaiki oleh setiap orang, kelak. Kendaraan yang setiap orang hanya satu kali menikmatinya. Kini giliranmu. Yang lain pasti menyusul.

Tak ada jendela.
Tak ada kaca.
Tak ada satu orangpun yang hidup yang bisa melihatmu dari luar. Kendaraanmu tertutup rapat. Namun kamu bisa menyaksikan semuanya. Semua prosesinya. Detail.

Rangkaian bunga turut melingkari kain penutup kendaraanmu.
Jerit tangis terdengar lagi, bersahut-sahutan ketika kamu dan kendaraanmu mulai bergerak. Kini yang menangis bertambah. Saudara dan kerabatmupun mulai ikut menangis. Mereka menangis bukan karena ingin menangis, mereka menangis karena terbawa suasana. Bisa jadi mereka bukan menangisimu. Bisa jadi mereka hanya menangisi keluargamu yang sedang menangis.

Kendaraanmu bergerak menuju masjid atau musholla terdekat. Kendaraanmu tidaklah bergerak sendiri. Bukan kamu yang mengendalikannya. Bukan kamu supirnya. Tapi orang-orang sekitarmulah yang mengangatnya bergotong-royong. Kadang butuh lebih dari empat orang untuk menggerakkan kendaraanmu. Bacaan tahlil bersahut-sahutan. Berirama. Syahdu. Membuat yang menangis semakin menjadi.
Tetangga sekitarmu menyaksikan dengan seksama kendaraan yang kamu tumpangi. Sebagian mereka ikut bergabung menuju musholla atau masjid terdekat, sebagian lainnya nampak acuh tak acuh. Mereka hanya ingin melihat. Itu saja. Tidak lebih. Dan bahkan tanpa doa sekalipun. Atau mungkin ada yang mencibir dan berbahagia atas kematianmu?
Apakah kamu mengenal mereka ?, Mereka adalah tetanggamu? Tetangga yang mungkin tak pernah kau kunjungi. Tetangga yang mungkin tak pernah kau sapa. Tetangga yang mungkin kamu acuhkan ketika mereka butuh bantuanmu. Tetangga yang mungkin saja tidak mengenalmu.
Atau bisa jadi kamupun tak mengenal mereka dan orang-orang yang kini sedang bergotongroyong mengendarai kendaraanmu ?
Apakah kamu pernah menyakiti mereka? Lalu bagaimana cara kamu meminta maaf pada mereka?

Derap langkah tanpa gontai para pengusungmu nampak gagah begegas berirama. Alunan lafadz tahlil "Laa ilaahaillah" terus terdengar. Lagi-lagi kamu hanya bisa menyaksikan tanpa bisa dimintai pendapatmu.

Kini kamu sudah tiba di musholla atau masjid terdekat. Tempat kamu akan disholatkan.
Dan kamu benar-benar akan disholatkan, karena kamu sudah tidak mampu lagi untuk sholat. 
Masih ingatkah ketika kamu mampu sholat sendiri namun kamu melalaikannya? 
Masih ingatkah ketika kamu sakit, kamu sengaja meninggalkan sholat dan berhujjah dengan alasan-alasan kamu yang tak masuk akal. Padahal kamu bisa melakukannya walau kamu berada ditempat tidur. Kamu bisa bertayamum tanpa perlu berwudhu. Kamu tak perlu rukuk atau sujud jika memang tak mampu. Bahkan dengan gerakan isyaratpun kamu diijinkan. Intinya sholat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Masih ingat kan?!
Kini tak ada lagi waktu buat kamu untuk mengqodho sholatmu. 

Diletakkannya kamu berada pada shof paling depan. Lebih depan daripada sang imam. Padahal dulu ketika kamu masih hidup, jangankan berada pada shof terdepan, ikut berjamaah ke masjid atau musholla pun jarang. Bahkan suara adzan pun sangat sering kamu abaikan. Namun demikian mereka sangat menghormatimu. Mereka menempatkanmu pada shof paling depan. Apa kamu merasa bangga ?

Sebagian jamaah mulai berwudhu. Bersiap untuk men-sholatkanmu. Diantara mereka bahkan ada yang tidak tahu tatacara sholat jenazah, tapi mereka ikut men-sholatkanmu. Mereka hanya mengikuti gerakan imam. Mereka tak tahu apa yang harus dibaca kecuali hanya surat Al Fatihah.
Apakah kamu pernah melakukan sholat jenazah sewaktu hidupmu? Atau kamu justru selalu menghindar untuk melakukannya karena ketidaktahuanmu akan tatacara sholat jenazah? Padahal kamu pernah mendapatkan pelajaran tentang tatacara sholat jenazah. Sungguh terlalu jika kamu tidak pernah sekalipun mempraktekkan sholat jenazah. Jika demikian, kamu tak perlu risau. Kamu tak perlu kaget, dan kamupun takperlu berkomentar apapun karena memang kamu tak lagi bisa berkomentar atas apa yang dilakukan oleh mereka yang masih hidup. Diantara mereka ada yang hanya berpura-pura sholat. Diantara mereka bahkan hanya menunggu diluar dan masih bisa bersendagurau sementara keluargamu masih meneteskan airmata.
Bagaimana dengan anak-anakmu? Apakah kamu mengajarkan mereka tentang tatacara sholat jenazah? Apakah mereka men-sholatkanmu? Atau mereka sama seperti kamu yang enggan untuk sholat jenazah karena ketidaktahuan mereka? Jika demikian, sungguh malang nasibmu.
Lalu bagaimana cara kamu memberitahukan mereka, anak-anakmu, tentang pentingnya sholat jenazah karena didalamnya ada permohonan doa untuk diampunkannya segala dosa dan kesalahanmu? Apakah kamu masih tetap beralasan bahwa sholat jenazah hukumnya fardhu kifayah, sehingga kamupun ridho jika anak-anakmu tidak men-sholatkanmu dan kamu bergantung pada keikhlasan jamaah. Yaa… sudahlah.

Sepatah dua patah kata disampaikan oleh sang imam. Sebelumnya sang imam mempersilahkan ahliwaris, anak-anakmu, untuk berbicara, namun tak satupun dari mereka yang berkenan. Sang imamlah yang akhirnya mengambil tugas anak-anakmu untuk menyampaikan amanat keluargamu. Salah satu perkataannya adalah, apabila ada diantara tetangga atau kerabat yang pernah menjadi piutang (orang yang memberi hutang atau pinjaman, baik berupa uang atau barang) agar segera menghubungi ahli waris. Yang jadi pertanyaan adalah apakah kamu memberitahukan hutang-hutangmu pada keluargamu sehingga mereka mengetahuinya?, Apakah ketika kamu masih hidup, kamu tidak sanggup membayar hutang, atau justru kamu memang menghindar untuk membayarnya hanya karena sang pemberi hutang tidak menagihnya padahal kamu mengingatnya? Ataukah kamu memang termasuk orang yang menyepelekan untuk membayar hutang? Tahukah kamu bahwa kalau hutang dibawa mati dan belum dibayarkan oleh ahli warismu karena mereka tidak tahu atau karena alasan lainnya, maka akan berakibat berat buat kamu di akhirat? Tahukah kamu kalau Nabi Muhammad Shollahu ‘alayhi wasallam saja tidak mau men-sholati jenazah yang mempunyai hutang sampai ada yang mau menanggung hutangnya? Ohhh sungguh benar-benar malang nasibmu jika memang hutangmu tidak ada yang menanggungnya karena kamu tidak memberitahukannya. Sadarkah kamu bahwa hanya segelintir orang saja yang mendengarkan sang Imam saat itu, sementara diluar sana banyak orang yang mengenalmu, yang memberikan hutang kepadamu justru tidak mendengar perkataan sang imam, sehingga mereka tidak menghubungi ahli warismu ?

Hal lain yang disampaikan oleh sang imam adalah agar jamaah bisa memaafkan segala kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan oleh jenazah semasa hidupnya. Bisa jadi para jamaah memaafkanmu. Tak perlulah kau tanya keikhlasan mereka. Yang perlu kamu pertanyakan adalah bagaimana dengan orang-orang diluar sana yang jumlahnya jauh lebih banyak yang tidak mendengarkan perkataan sang imam, apakah mereka bisa memaafkanmu. Berapa banyak orang diluar sana yang kau sakiti hatinya, yang kau tipu hartanya, yang kau rampas haknya, kau nodai hasil jerih payahnya, yang kau lecehkan kepribadiannya, yang kau cemooh, yang kau hinakan dan lain-lain. Berapa banyak orang diluar sana yang tidak suka tingkah lakumu termasuk ucapanmu. Tak ada yang tahu perlakuan burukmu diluar sana kecuali hanya dirimu sendiri. Sanggupkah kamu meminta maaf pada mereka ? Sudah terlambat!. Apakah suami/istri dan anak-anakmu atau kerabat sudi memintakan maafmu pada mereka. Sanggupkah mereka memintakan maaf buatmu pada mereka?. Kamu hanya bisa berharap mereka semua, siapapun itu, dimanapun berada, mereka dengan ikhlas memaafkanmu. Yaa… itu cuma harapan.
Tak juga luput dari ingatanmu betapa kamu pernah menyakiti hati kedua orang tuamu. Orang yang telah membesarkanmu. Seberapa sering kamu mendoakan mereka ketika kamu masih hidup. Sempatkah kamu meminta maaf pada mereka?

Sang imampun mulai menginformasikan pada para jamaah tatacara sholat jenazah secara singkat. Ia hanya mengingatkan kembali kepada para jamaah bahwa sholat jenazah itu terdiri dari empat kali takbir. Tanpa ruku. Tanpa sujud. Cukup dengan berdiri saja. Bacaan setelah takbir pertama adalah surat Al Fatihah, setelah takbir kedua membaca sholawat, setelah takbir ketiga dan keempat adalah doa.
Sang imam tidak merinci setiap bacaannya, karena sang imam berhusnuzhon bahwa para jamaah telah bisa melakukannya, lagipula bukanlah saat yang tepat untuk belajar pada saat itu. Saat itu adalah saatnya mempraktekkan sholat jenazah. Kamu hanya bisa berharap agar para jamaah yang akan melakukan sholat jenazah telah paham semua, agar doa-doa mereka semua terkabul. Walaupun kamu bisa jadi melihat diantara mereka yang hanya berpura-pura saja.

Sang imam mulai mengatur shof/barisan jamaah. Ia berharap ada sedikitnya tiga shof, walau shofnya tidak panjang. Kamu jangan bertanya kenapa jamaahnya tidak banyak. Kamupun sudah tidak lagi bisa menarik-narik mereka yang masih berada diluar untuk ikut men-sholatkanmu. Sekuat apapun tenaga dan upayamu menarik mereka yang masih berada diluar, mereka tak menghiraukanmu. Sekeras apapun teriakanmu ditelinga mereka, mereka tetap tidak mendengarkanmu. Bisa jadi mereka memang enggan men-sholatkanmu, bisa jadi mereka tidak mengerti bagaimana tatacaranya, bisa jadi mereka tidak mempedulikanmu, bisa jadi mereka tidak mau repot. Sungguh banyak sekali alasan mereka. Mereka menunggu diluar hanya untuk menyambut jenazahmu dan mengiringmu sampai ke kuburan. Seakan mereka sangat senang agar kamu segera menghilang dari pandangan mereka. Bisa jadi juga perlakuan mereka terhadapmu adalah memang sikap dan tingkah lakumu ketika kamu masih hidup.


“Khoiiiirrr……!” sahut jamaah saat sang imam bertanya pada para jamaah tentang kamu. Sebagian mereka hanya ikut-ikutan tanpa tahu maknanya, sebagian lagi juga hanya ikut-ikutan karena dianggap bagian dari tradisi.
Apakah kamu ‘khoir’ atau orang yang baik seperti yang mereka katakan ?
Hanya kamu yang tahu persis jawabannya.

Kini kendaraanmu kembali diusung oleh para jamaah untuk dimasukkan kedalam mobil ambulan. Sedikit keberuntunganmu karena kamu dimasukkan kedalam mobil ambulan. Bukan mobil sampah, bukan pula gerobak sampah. Setidaknya tidak nampak hina dimata masyarakat sekitar.
Mungkin kamu pernah mendengar ada jenazah yang dihinakan sebelum dikuburkan. Mulai dari prosesi kematiannya, pada saat dimandikan, pada saat di kafani, pada saat di usung beramai-ramai, bahkah pada saat dikuburkan. Semuanya penuh kehinaan. Bisa jadi pada saat hidupnya sudah tak terhitung lagi kemaksiatan yang dilakukan atau mungkin kedurhakaannya pada orangtua, pada ulama, pada tokoh masyarakat, atau mungkin pada kaum duafa.
Adalah haq Allah untuk memulyakanmu atau menghinakanmu. Sungguh Allah Maha Adil dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

Sepanjang perjalanan menuju tempat pemakamanmu, nampak kebersamaan mereka mengiringi jenazahmu. Sebagian dari mereka turut serta mengatur lalu lintas agar perjalananmu tidak terhambat. Semacet apapun kondisinya, mobil tumpanganmu bisa melewatinya dengan mudah. Dalam hal ini kamu diperlakukan bagai sang raja. Mereka memprioritaskan perjalananmu. Seakan mereka secara serentak berkata “Cepatlah dikuburkan jenazah ini karena kami sudah tidak mau melihatnya lagi..!!” Jika memang demikian adanya, sungguh betapa kamu memang tidak dibutuhkan keberadaannya.

Satu lubang kecil telah dipersiapkan untuk ‘menanam’ tubuhmu. Lubang yang dulu kamu enggan untuk melihatnya. Lubang yang sama luasnya yang kamu takut masuk kedalamnya hanya untuk menyambut jenazah orangtuamu, atau sudaramu, atau anakmu. Kini lubang itu akan menjadi tempat pembaringanmu.
Kendaraanmu yang sejak tadi tertutup rapat kini dibuka, tepat disisi lubang itu. Beberapa pasang mata kini dapat melihat jelas keadaanmu yang terbungkus kain kafan. Perlahan tubuhmu dimasukkan kedalam lubang itu. Mereka mulai membuka penutup wajahmu. Dihadapkan tubuhmu kearah kiblat. Arah yang dulu kamu sering berpaling darinya. Kini tak ada lagi penghalang antara wajahmu dengan tanah. Wajah yang mungkin dulu sangat berat untuk ditempelkan dengan tanah. Sujud.
Salah seorang dari mereka melantunkan adzan. Adzan adalah panggilan sholat. Namun juga dipakai sebagai panggilan pertamamu ketika kamu lahir dan menjadi panggilan terakhir disaat kamu dikuburkan.
Tangis yang tadi sudah terhenti kini terdengar lagi.
Bilah-bilah bambu atau papan mulai ditutup rapat tepat disisi tubuhmu. Perlahan tanah galian yang berserakan diluar dikembalikan ketempatnya. Dimasukkan kedalam lubang. Kini tak seorangpun dapat melihatmu. Hanya gundukan tanah yang tersisa yang dapat mereka lihat.

Gelap.
Sungguh sangat gelap. Walau matamu terbuka lebar, tetaplah gelap.
Bahkan telapak tangan yang kamu letakkan tepat didepan wajahmupun tetap tidak terlihat.
Gelap seperti buta.

Seremonial pemakamanmu telah usai. Satu persatu kerabat mulai meninggalkanmu. Juga saudara-saudaramu. Juga orangtuamu. Juga suami/istrimu. Termasuk anak-anakmu. Mereka enggan berlama-lama bersamamu. Bersama gundukan tanah.
Kini kamu hanya sendiri.
Mereka yang katanya mencintaimu, tak sudi tinggal bersamamu.
Mereka yang katanya menyayangimu, enggan menemanimu.
Mereka yang katanya sahabatmu, berlalu begitu saja.

Sendiri.
Dalam gelap.
Sebentar lagi tubuhmupun akan hancur.
Lambung yang dulu kamu masukkan segala makanan, tanpa mempedulikan halal dan haram apalagi yang subhat, yang tidak jelas kehalalannya, sebentar lagi akan membusung, membesar dan pecah. Cacing-cacing dalam tubuhmu terus menggeliat, menggerogoti apa saja agar bisa keluar dari tubuh busukmu. Mereka turut berperan dalam penghancuran tubuhmu. Belum lagi cacing tanah yang sudah lama menunggumu. Tubuhmu akan jadi santapan lezatnya.

Sendiri.
Kamu harus hadapi sendiri.
Tak ada lagi yang bisa menolongmu.

Siapapun yang merasa paling mencintaimu, siapapun yang merasa paling menyayangimu, siapapun yang berikrar tidak akan meninggalkanmu, siapapun orang-orang terdekatmu, semua menjauh. Semua meniggalkanmu.

Hartamu?
Kemana hartamu?
Harta yang kamu kumpulkan. Harta yang kamu takut kehilangan. Harta yang kamu anggap dari hasil jerih payahmu. Harta yang kamu tak peduli dapat dari mana. Semua hanya akan jadi rebutan ahli warismu.
Kini kamu mungkin mulai sadar, untuk apa mengumpulkan harta yang banyak jika tidak dibawa mati. Untuk apa punya rumah mewah kalau tempat tinggal terakhirmu aja sepetak tanah kecil. Untuk apa kau beli mobil mewah, motor mahal, kalau kendaraanmu hanya sebuah keranda kecil milik bersama yang di parkir di musholla atau masjid.
Untuk apa kamu mengoleksi pakaian yang banyak dan bagus, jika pakaian terakhirmu hanyalah kain kafan putih tanpa motif, tanpa jahitan.

Amalmu.
Ia adalah temanmu.
Teman yang benar-benar akan menemanimu.
Teman yang bisa menerangi kuburmu.

Adakah amalmu ?!
Seberapa besarkah amal-amalmu ?!
Seberapa banyakkah amal-amalmu ?!

Apakah amalmu bisa menemanimu ?
Apakah amalmu bisa menerangi kuburmu ?
Apakah amalmu bisa menyelamatkan tubuhmu ?
Seberapa ikhlas kamu beramal ?

Doa.
Ya. Kamu butuh doa dari anak-anakmu.
Adakah kamu mengajarkan doa pada mereka ?!
Pelajaran apa yang kamu wariskan pada anak-anakmu ?
Berapa lama mereka akan mendoakanmu ?
Seberapa seringkah mereka akan memohonkan ampunan untukmu ?

Bagaimana dengan kerabatmu ?
Adakah mereka mendoakanmu?
Ataukah mereka begitu saja melupakanmu ?

Sungguh. Kini kamu sendiri.
Sendiri untuk mempertanggungjawabkan segalanya.
Segala yang pernah kamu perbuat.
Tanpa satupun yang terlewati.

Tunggu…
Tunggulah, sebentar lagi malaikat akan mendatangimu.
Akan menanyaimu.
Untuk mempertanyakanmu segala hal selama kamu hidup
Untuk meminta pertanggungjawabanmu
Yang kamu tidak lagi dapat berdusta
Yang kamu tidak lagi bisa mengelak


----

Sudah..
Bangunlah.
Sadarlah.
Jangan terlalu lama ‘berwisata’
Seru kan ?!
Itu baru perjalanan menuju ke kuburan. Menuju ke alam kubur.
Next, kita wisata di dalam kubur.
Mudah-mudahan kamu bisa mengambil pelajaran darinya.

Atau kamu tetap seperti sekarang ?!


_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadilah penghapal Alquran

Kita akan segera dilupakan!