Dasar Pemahaman



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Alhamdulillah, washsholatu wassalamu ‘ala Rosulillah wa ba’du



Kebanyakan orang sekarang selalu mempertanyakan segala hal yang tidak dipahami oleh akal pikirannya, selalu memperdebatkan segala hal yang tidak sesuai dengan logikanya, selalu mencari-cari alasan agar argumennya dapat diterima dan terkesan memaksakan kehendak. Ia tidak berfikir sebaliknya, bahwa orang lainpun bisa bersikap sama. Dan ketika ia berhadapan dengan orang yang satu tipe, satu karakter, maka perdebatan sengitlah yang terjadi, karena masing-masing merasa bahwa pandangannya, pendapatnya, argumennya adalah yang paling benar.

Perlu untuk dipahami, bahwa tidak semua akal dapat kita benarkan, tidak semua logika berfikir harus kita perturutkan, apalagi ia menyangkut akidah, pemahaman tentang keimanan, dasar-dasar keagamaan dan syariat yang harus dijalankan. Kita harus perpegang pada satu aturan yang benar, aturan yang dibuat bukan untuk kepentingan pribadi, namun aturan itu menyangkut kemaslahatan seluruh alam, aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta. Bila disiplin ilmu kita bukan pada bidang yang kita kuasai, janganlah kita coba-coba untuk memperdebatkan aturan yang ada. BERBAHAYA. Karena ia akan menyebabkan kita ingkar pada aturan yang telah ditetapkan. Kita ingkar pada aturan Allah SWT. Tidak ada satu kelompokpun yang mengingkari aturan Allah SWT, kecuali ia adalah orang kafir. Karena hanya orang kafirlah yang tidak pernah mau mengikuti aturan Allah SWT, dan meragukan kebenaran aturan Allah SWT, yaitu Al Qur’an.



Adapun dasar keimanan kita adalah sami’na wa atho’na, kami dengar dan kami taati.

Kalau kita yakin bahwa Al Qur’an benar, bahwa Al Qur’an adalah kalam Ilahi, maka tanamkan dalam hati, kuatkan keyakinan dengan landasan dasar tadi yaitu sami’na wa atho’na.



Lho.. kenapa mesti begitu..? mungkin pertanyaan ini yang timbul dalam benak kita. Bila memang demikian, kita kembali pada uraian singkat diatas, bahwa, apabila kita sedang berhadapan dengan sesuatu yang bukan bagian dari disiplin ilmu kita, maka sangat tidak layak bagi kita untuk mendebatnya, atau sekedar bertanya-tanya yang pada akhirnya mengakibatkan pengingkaran dan semakin jauh dari keyakinan dasar kita tadi.



Sebagai contoh, bila di dalam Al Qur’an kita diwajibkan untuk berpuasa, maka laksanakanlah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Jangan memakai kekuatan logika (yang bisa berubah-ubah), bahwa berpuasa hanya membuat badan menjadi lemah, aktifitas menjadi terhambat dan lain sebagainya. Logika yang kita gunakan sesungguhnya adalah bentuk ‘pengingkaran’ terhadap aturan Allah SWT.

Apabila kita belum bisa untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan, diam adalah jauh lebih baik dari pada mendebat apalagi mencela. Hanya orang bodohlah yang mendebat, apalagi mencela sesuatu hal yang bukan bidangnya. Betapa banyak saat ini kita lihat disekitar kita, orang-orang memperdebatkan hal-hal yang diluar kemampuannya.

Contoh lainnya adalah ketika kita diperintahkan untuk menutup aurat, disinilah banyak orang mempertanyakannya, memperdebatkannya dan bahkan membuat-buat alasan yang sesuai dengan logikanya. Ketika semua argumennya dapat dimentahkan maka senjata pamungkasnya adalah ‘yang penting hatinya bersih’. Padahal apa yang terlihat adalah mencerminkan hati, walaupun ada beberapa orang yang berbeda antara penampilan dengan hatinya (mudah-mudahan ini tidak dijadikan alasan lainnya untuk membenarkan pendapatnya). Kalau kita selalu berpendapat bahwa ‘yang penting hatinya bersih’, pertanyaan berikutnya adalah, buat apa kita sholat, buat apa kita puasa, dan bahkan buat apa kita berbuat baik pada orang lain kalau hati kita tidak bersih. Sungguh alasan yang mengada-ada.



Berdoalah kepada Allah SWT, agar kita bisa mengikuti aturanNya. Itu saja sebagai tahapan awal.



Rabbana la tuzigh qulubana ba’da iz hadaitana wahab lana mil ladunka rahmah, innaka antal wahab.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”. (QS:3 Ali Imron:8)



Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Sam (8 April 2011)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadilah penghapal Alquran

Kita akan segera dilupakan!