08 Desember 2017

Wisata ekstrim - The Journey

Pernah jalan-jalan kan? 
Kata lainnya biar keren adalah wisata, tour, melancong atau kalau kata anak kekinian bilangnya jelong-jelong.
Biasanya yang dijadikan tujuan untuk jalan-jalan atau berwisata adalah tempat-tempat hiburan, rekreasi, entah itu ketempat permainan, atau ke pantai atau ke gunung atau ke puncak, ke kebun teh, atau tempat-tempat bersejarah atau mungkin sekalian berziarah. Tujuannya juga macem-macem, ada yang sekedar cari hiburan, menghilangkan penat atau refreshing, mempererat hubungan atau reunian, silaturahim, atau sekedar kongkow  atau touring pake motor gede atau komunitas mobil jadul, atau ada juga yang sambil berdakwah, bersedekah atau berdonasi ke suatu tempat atau daerah yang jauh atau tujuan-tujuan lainnya. Mereka masing-masing punya alasan tersendiri kenapa mereka berwisata.
Disini saya nggak mau ngomongin wisata yang kayak gitu. Rata-rata semua orang udah tau. Udah ngerasain. Saya mau ngomongin wisata yang lain daripada yang lain. Yang lebih ekstrim daripada yang paling ekstrim. Seru.

Wisata itu yang bikin seru itu bukan tujuannya, tapi perjalanannya. Liku-likunya. Macetnya. Blom lagi ban kendaraan bocor. Dorong pula. Hujan pula. Jauh pula ketempat tambal ban. Ditambah lagi pake salah jalan segala alias kesasar. GPS mati. Henpon low batt. Macem-macem deh. Begitu sampai tujuan, datanglah keseruan yang baru.

Pernah gak wisata ke kuburan ?!.
Bukan ziarah kubur loh. Tapi bener-bener menuju ke alam kubur. 

"Ahh gile lu ndro...?". Mungkin itu yang bakal terlontar dibenakmu.

Wisata menuju alam kubur disini bukan dalam bentuk fisik. Kalau itu mah tunggu mati dulu, baru deh masuk alam kubur. Lagian kalau udah mati, mana bisa sih cerita keadaan didalam kubur sama yang masih hidup. Orang itu taunya kalau kamu wisata itu adalah dari hasil sharing ceritanya, pengalamannya, upload foto-fotonya. Dari situ ada yang bisa diambil pelajaran, mana yang bisa ditiru mana yang harus dihindari. Tapi kalau udah mati beneran ya gak bisa cerita dong.

Sekali lagi wisata ini bukan dalam bentuk fisik, tapi kamu cukup luangkan waktu kamu sebentar aja, hanya beberapa menit saja. Trus nanti ceritain deh ke temen yang lain pengalamanmu. Perjalanannya itu loh yang seru.

Gini caranya.
Pertama, niatin dalam hati bahwa kamu mau wisata. Siapin bekal. Bekalnya bukan nasi beserta lauk pauknya, bukan juga bawa pakaian yang banyak apalagi bawa tenda. Bekalnya adalah siapin waktu aja dan tenangin pikiran. Rileks.

Setelah itu, coba banyangin deh hal apa aja yang menyebabkan kamu harus 'wisata' ke alam kubur.

Yuk kita mulai....

Sebelum wisata ke alam kubur, kita harus mati dulu. Eng...ing..enggg... Bayangin dulu deh proses kematian kamu. Terserah deh mau bayangin yang kayak gimana, misalnya mati bunuh diri. Naudzubillah. Atau mati ketabrak kereta, atau mati karena sakit parah, atau mati lagi sujud atau mati lagi baca Al Qur'an...

Yang perlu kamu tahu adalah adanya proses sakaratul mawt. Proses yang akan dilewati oleh setiap manusia. Dan itu sangat pedih. Saking pedihnya sampai-sampai kamu tidak bisa berkata-kata. Pedih yang tak terkira. Pedih yang tidak bisa dibayangkan. Dan hanya bisa dirasakan. Nanti, disaat sakaratul mawt. Sesungguhnya inilah kiamat kecil. Dan kamu akan merasakan dan menyaksikan setiap detil keluarnya ruh dari dalam tubuhmu. Ruh yang sejak proses tumbuhnya daging mulai ditiupkan. Ia menyatu dalam raga. Bisa dibayangkan sesuatu yang telah menyatu sejak awal penciptaanmu, betapa rekatnya mereka (ruh dan ragamu). Ibarat lem, ia sangatlah lengket, bahkan jauh lebih dari itu, ia menyatu. Dan harus dipisahkan. Pedih.

Begitu kamu mati, dan ruh-mu telah keluar dari tubuhmu, kamu bisa liat apa reaksi sekelilingmu, apa yang terjadi disekelilingmu. Tangis. Jelas. Sebengal-bengalnya kamu, orang terdekat kamu akan nangis. Kamu tak perlu tahu apa motivasinya. Yang jelas mereka yakin kalau kamu gak bakal hidup lagi. Nggak bakal rese lagi. Nggak bakal ngeribetin lagi. Nggak bakal ngatur-ngatur lagi. Nggak bakal macem-macem lagi. Suami/istrimu beserta anak-anakmu nangis sejadi-jadinya. Orang tuamu, pamanmu, bibimu pun demikian. Teman, tetangga, kerabat dekat dan jauh, datang silih berganti, ada beberapa dari mereka yang juga nangis, namun nggak sedikit yang gak bisa nangis, malah cerita-cerita macem-macem. Bahkan ada juga loh yang bisa cekakak cekikik padahal tuan rumah sedang berduka. Ada yang cerita tentang kebaikan atau cerita kenangan yang lucu-lucu ketika bersama kamu sampai-sampai mereka lupa mendoakan keselamatan buat kamu. Banyak dari mereka yang doanya cuma basa-basi aja (sorry kalau nadanya agak su-uzhon). "Turut berduka ya", "Yang sabar ya". Gitu sapaannya sama keluarga kamu. Trus berada di samping kamu sambil agak nunduk. Entah ia cuma nunduk atau diiringi doa. Gak ada yang tahu. Ada juga yang gak mau ngeliat jenazah kamu karena mungkin ia takut melihat orang mati. Persis sama seperti yang kamu lakukan ketika kamu melayat ke tempat orang yang meninggal. Pokoknya bayangin deh gimana situasinya saat itu.

Tanpa di komando, saudara-saudara kamu termasuk anak-anak kamu juga tetangga terdekat membagi-bagi tugas. Ada yang nyiapin bendera kuning. Ada yang nyiapin tulisan pengumuman yang nantinya dibacakan di toa musholla atau masjid. Ada yang menghubungi orang yang 'berprofesi' memandikan jenazah. Ada yang menghubungi ustadz yang kelak akan membimbing keluargamu dalam pengurusan jenazah hingga dikuburkan. Ada yang menghubungi pak RT untuk mengurus surat kematian. Ada yang menyiapkan wadah untuk dijadikan sebagai tempat uang bagi orang-orang yang datang berkunjung sekedar sebagai tanda duka cita. Ada yang pergi belanja pakaian dinas terakhirmu yaitu kain kafan beserta kelengkapannya. Ada yang mengurus kendaraanmu yaitu keranda. Semua berbagi tugas. Kompak.

Mulailah pakaianmu semua ditanggalkan. Bagi mereka yang terbiasa mengurus jenazah, mereka akan terlihat lihai saat menanggalkan pakaianmu. Ada yang langsung sekali tarik, robek dan lepaslah pakaianmu. Ada yang memakai gunting atau pisau untuk merobeknya. Bahkan ada yang dengan cara perlahan-lahan melepas pakaianmu sama seperti ketika kamu melepaskan pakaian ketika kamu masih hidup. Cara-cara melepas ini juga bisa disesuaikan dengan cara matimu.

Dipersiapkanlah tempat pemandianmu. 
Dibaringkan tubuhmu diatasnya, dikelilingi oleh orang-orang yang hendak memandikanmu. Sebagian keluarga ikut hadir dalam proses pemandianmu, sebagian lain menghindar karena merasa tak mampu, merasa tak punya ilmunya atau merasa tidak tega alias takut.

Dibasuhnya tubuhmu dengan air yang dingin, mulai dari ujung kepala sampai ujung kakimu. Digosok-gosokkannya dengan sabun bagian-bagian tubuhmu. Dibersihkannya anusmu dari najis, juga kuku-kukumu. Dan kamupun diam tak berdaya. Apapun yang dilakukan mereka yang memandikanmu, kamu pasrah. Entah apa yang kamu rasa saat itu.

Disaat yang sama, disisi lain, sekelompok kecil orang sedang mempersiapkan pakaian kebesaranmu, kain kafanmu. Merobek tiap ujung kain kafan untuk dijadikan sebagai tali pengikatmu. Dihamparkannya kain itu ditempat yang agak luas, berlapis-lapis. Ditaburi dengan wewangian dan sejenisnya. Mereka menunggu dengan sabar kehadiranmu untuk dibaringkan diatas hamparan kain kafan yang telah disiapkan.

Di sudut lain samar-samar terdengar beberapa orang tetap melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an yang mereka niatkan untuk 'dihadiahkan' pahalanya untuk mu.
Juga masih terdengar tangisan suami/istri dan anak-anakmu. Orangtuamu hanya bisa tertunduk diam, seakan menyesali kepergianmu dan merekapun mempertanyakan kenapa bukan mereka yang ‘pergi’ lebih dulu.
Dan kamu menyaksikan itu semua.
Bisa jadi kamu ingin berkomunikasi dengan mereka, bisa jadi kamu ingin memberitahu mereka, bisa jadi kamu ingin bertanya pada mereka kenapa mereka menangis, namun mereka semua tak lagi menghiraukan sapaanmu. Mereka tak bisa melihatmu, tak tahu apa yang kamu katakan, dan mereka tidak ingin mendengar apa-apa lagi darimu. Walau mungkin bisa jadi ketika kamu hidup, kamu memaksakan mereka mengikuti kemauanmu, mereka wajib melaksanan segala titahmu. Bisa jadi ketika kamu masih hidup, kamu begitu arogan, tak mau mendengarkan siapapun namun ucapanmu adalah sabdamu yang wajib mereka kerjakan tanpa kompromi. Kini mereka mengabaikanmu.

Sesaat kemudian mereka mengeringkan badanmu, setelah kamu di wudhu kan. Inilah saatnya kamu di wudhu kan karena kamu memang sudah tidak mampu lagi padahal dulu kamu mampu tapi kamu tidak mau untuk wudhu. 
Kemudian mereka membawamu menuju pakaian kebesaranmu. Dibaringkannya kamu di atas hamparan kain kafanmu. Pasrah tak berdaya, dan kamu terus menatapnya. Helai demi helai kain putih itu mulai dibalutkan ketubuhmu. Telinga, hidung dan wajahmu dibalut dengan kapas sebelum semua terbungkus kain kafan. Mereka ikat dengan kuat pakainmu dengan tali sisa robekan kain kafanmu, mulai dari bagian bawah sampai bagian atas kepala. Sebelum mereka menutup wajahmu, mereka mempersilahkan suami/istrimu juga anak-anakmu beserta kerabat dekatmu jikalau mereka masih ingin menatap wajahmu untuk terakhir kali. Tangis meledak lagi dari mereka yang merasa kehilanganmu. Tangis juga terdengar dari kedua orangtuamu. Dan kamu tidak bisa menghentikan tangisan mereka. Dan kamu mungkin masih bertanya-tanya kenapa mereka menangis. Dan kamu masih belum merasa kalau kamu sudah mati.

Kini kamu terbungkus rapi berbalut kain kafan putih yang nampak masih bersih.
Dibaringkan tubuhmu di ruang yang agak lapang agar para pelayat bisa leluasa melihatmu. Dan kamu tidak perlu protes ke arah mana kamu dibaringkan. Semua terserah mereka yang hidup. Semua aturanmu sudah tidak lagi berlaku.

Silih berganti para pelayat datang menghampiri. Berjajar disekitarmu. Suami/istrimu bisa jadi terus terisak-isak, tak kuasa menahan tangis ditinggal oleh kamu yang bisa jadi ketika kamu hidup justru mereka berharap kepergianmu karena arogansimu. Di sisi kiri dan kanan anak-anakmu terus membaca Al Qur’an. Siapa yang mengajarkan mereka ?, sudah benarkah bacaan mereka ?, pernahkah kamu berada dihadapan mereka ketika mereka membacakan Al Qur’an lalu kamu memperbaiki bacaan mereka ? Atau justru kamu sendiri tidak bisa membacanya dengan baik dan benar? Atau hanya setahun sekali  ketika datang bulan Ramadhan ?, Atau kamu malah tidak pernah membacanya sama sekali ? Kini saatnya kamu terima apa saja bacaan mereka, benar atau salahnya kamu tidak lagi bisa membantu mereka memperbaiki bacaan mereka. Atau kamu ingin menyalahkan guru ngaji mereka? Heeiiii….. pendidikan anak-anakmu adalah tanggung jawabmu! Memperbaiki bacaan Al Qur’an anak-anakmu adalah kewajibanmu! Bukan guru ngaji mereka! Jikalau bacaan mereka rusak atau tidak benar, masihkah kamu berharap pahala dari bacaan mereka?
Lalu sampai kapan mereka akan membaca Al Qur’an dan ‘menghadiahkan’ pahalanya untukmu? Atau saat ini saja ketika kamu terbaring berbungkus kain kafan setelah itu mereka meletakkan Al Qur’an di rak-rak buku mereka dan membiarkannya berdebu seperti yang kamu lakukan ketika kamu masih hidup?
Bisa jadi kamu berharap mereka terus membaca Al Qur’an. Dan itu cuma jadi harapanmu tanpa bisa kamu sampaikan kepada mereka. Seharusnya kamulah yang menangis. Bukan mereka.

Kerabat mulai berkunjung.
Ada yang tulus berdoa. Ada yang hanya tertunduk diam, bahkan ada yang hanya sampai depan rumahmu dan langsung duduk-duduk dan bercengkrama serta enggan menemui jenazahmu, setelah itu pulang dan menghilang. Bisa jadi saat itu kamu menarik-narik tubuh mereka agar membacakan doa untukmu. Bisa jadi kamu mencoba menghalau mereka agar jangan cepat-cepat pulang sampai kamu disholatkan atau dikuburkan. Bisa jadi kamu berteriak ditelinga mereka untuk mengingatkan mereka kalau merekapun kelak akan mati. Tapi semua sia-sia. Mereka tak menghiraukanmu.

Kendaraan mewahmu yaitu keranda atau kurung batang dengan setia menunggumu. Ia sangat ingin kamu menaikinya. Lagi-lagi kamu tidak bisa menaikinya sendiri. Kamu butuh orang-orang untuk menaiki kendaraanmu. Kamu harus mulai sadar bahwa kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Kamu butuh orang lain. Butuh empat, lima bahkan mungkin enam orang mengangkat tubuhmu untuk menaiki kendaraanmu. Tangisan terdengar lagi. Orang-orang terdekatmu seakan tak rela kamu menaiki kendaraanmu sendirian, namun merekapun enggan ikut bersamamu. Dipaksapun mereka tak mau. Ditutupinya kendaraanmu dengan sehelai kain panjang berwarna hijau bertuliskan aksara arab. Satu sisi bertuliskan lafadz "Laa ilaaha illallah", sisi lain bertuliskan firman Allah "Kullu nafsin dzaaiqotul mawt". Entahlah, apa kamu mengerti kalimat-kalimat tersebut, atau justru kalimat tersebut sangat asing bagimu.
Kini kamu nampak nyaman berada didalamnya. Kendaraan yang ‘diidam-idamkan’ oleh orang yang mati. Kendaraan yang mungkin bakal dinaiki oleh setiap orang, kelak. Kendaraan yang setiap orang hanya satu kali menikmatinya. Kini giliranmu. Yang lain pasti menyusul.

Tak ada jendela.
Tak ada kaca.
Tak ada satu orangpun yang hidup yang bisa melihatmu dari luar. Kendaraanmu tertutup rapat. Namun kamu bisa menyaksikan semuanya. Semua prosesinya. Detail.

Rangkaian bunga turut melingkari kain penutup kendaraanmu.
Jerit tangis terdengar lagi, bersahut-sahutan ketika kamu dan kendaraanmu mulai bergerak. Kini yang menangis bertambah. Saudara dan kerabatmupun mulai ikut menangis. Mereka menangis bukan karena ingin menangis, mereka menangis karena terbawa suasana. Bisa jadi mereka bukan menangisimu. Bisa jadi mereka hanya menangisi keluargamu yang sedang menangis.

Kendaraanmu bergerak menuju masjid atau musholla terdekat. Kendaraanmu tidaklah bergerak sendiri. Bukan kamu yang mengendalikannya. Bukan kamu supirnya. Tapi orang-orang sekitarmulah yang mengangatnya bergotong-royong. Kadang butuh lebih dari empat orang untuk menggerakkan kendaraanmu. Bacaan tahlil bersahut-sahutan. Berirama. Syahdu. Membuat yang menangis semakin menjadi.
Tetangga sekitarmu menyaksikan dengan seksama kendaraan yang kamu tumpangi. Sebagian mereka ikut bergabung menuju musholla atau masjid terdekat, sebagian lainnya nampak acuh tak acuh. Mereka hanya ingin melihat. Itu saja. Tidak lebih. Dan bahkan tanpa doa sekalipun. Atau mungkin ada yang mencibir dan berbahagia atas kematianmu?
Apakah kamu mengenal mereka ?, Mereka adalah tetanggamu? Tetangga yang mungkin tak pernah kau kunjungi. Tetangga yang mungkin tak pernah kau sapa. Tetangga yang mungkin kamu acuhkan ketika mereka butuh bantuanmu. Tetangga yang mungkin saja tidak mengenalmu.
Atau bisa jadi kamupun tak mengenal mereka dan orang-orang yang kini sedang bergotongroyong mengendarai kendaraanmu ?
Apakah kamu pernah menyakiti mereka? Lalu bagaimana cara kamu meminta maaf pada mereka?

Derap langkah tanpa gontai para pengusungmu nampak gagah begegas berirama. Alunan lafadz tahlil "Laa ilaahaillah" terus terdengar. Lagi-lagi kamu hanya bisa menyaksikan tanpa bisa dimintai pendapatmu.

Kini kamu sudah tiba di musholla atau masjid terdekat. Tempat kamu akan disholatkan.
Dan kamu benar-benar akan disholatkan, karena kamu sudah tidak mampu lagi untuk sholat. 
Masih ingatkah ketika kamu mampu sholat sendiri namun kamu melalaikannya? 
Masih ingatkah ketika kamu sakit, kamu sengaja meninggalkan sholat dan berhujjah dengan alasan-alasan kamu yang tak masuk akal. Padahal kamu bisa melakukannya walau kamu berada ditempat tidur. Kamu bisa bertayamum tanpa perlu berwudhu. Kamu tak perlu rukuk atau sujud jika memang tak mampu. Bahkan dengan gerakan isyaratpun kamu diijinkan. Intinya sholat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Masih ingat kan?!
Kini tak ada lagi waktu buat kamu untuk mengqodho sholatmu. 

Diletakkannya kamu berada pada shof paling depan. Lebih depan daripada sang imam. Padahal dulu ketika kamu masih hidup, jangankan berada pada shof terdepan, ikut berjamaah ke masjid atau musholla pun jarang. Bahkan suara adzan pun sangat sering kamu abaikan. Namun demikian mereka sangat menghormatimu. Mereka menempatkanmu pada shof paling depan. Apa kamu merasa bangga ?

Sebagian jamaah mulai berwudhu. Bersiap untuk men-sholatkanmu. Diantara mereka bahkan ada yang tidak tahu tatacara sholat jenazah, tapi mereka ikut men-sholatkanmu. Mereka hanya mengikuti gerakan imam. Mereka tak tahu apa yang harus dibaca kecuali hanya surat Al Fatihah.
Apakah kamu pernah melakukan sholat jenazah sewaktu hidupmu? Atau kamu justru selalu menghindar untuk melakukannya karena ketidaktahuanmu akan tatacara sholat jenazah? Padahal kamu pernah mendapatkan pelajaran tentang tatacara sholat jenazah. Sungguh terlalu jika kamu tidak pernah sekalipun mempraktekkan sholat jenazah. Jika demikian, kamu tak perlu risau. Kamu tak perlu kaget, dan kamupun takperlu berkomentar apapun karena memang kamu tak lagi bisa berkomentar atas apa yang dilakukan oleh mereka yang masih hidup. Diantara mereka ada yang hanya berpura-pura sholat. Diantara mereka bahkan hanya menunggu diluar dan masih bisa bersendagurau sementara keluargamu masih meneteskan airmata.
Bagaimana dengan anak-anakmu? Apakah kamu mengajarkan mereka tentang tatacara sholat jenazah? Apakah mereka men-sholatkanmu? Atau mereka sama seperti kamu yang enggan untuk sholat jenazah karena ketidaktahuan mereka? Jika demikian, sungguh malang nasibmu.
Lalu bagaimana cara kamu memberitahukan mereka, anak-anakmu, tentang pentingnya sholat jenazah karena didalamnya ada permohonan doa untuk diampunkannya segala dosa dan kesalahanmu? Apakah kamu masih tetap beralasan bahwa sholat jenazah hukumnya fardhu kifayah, sehingga kamupun ridho jika anak-anakmu tidak men-sholatkanmu dan kamu bergantung pada keikhlasan jamaah. Yaa… sudahlah.

Sepatah dua patah kata disampaikan oleh sang imam. Sebelumnya sang imam mempersilahkan ahliwaris, anak-anakmu, untuk berbicara, namun tak satupun dari mereka yang berkenan. Sang imamlah yang akhirnya mengambil tugas anak-anakmu untuk menyampaikan amanat keluargamu. Salah satu perkataannya adalah, apabila ada diantara tetangga atau kerabat yang pernah menjadi piutang (orang yang memberi hutang atau pinjaman, baik berupa uang atau barang) agar segera menghubungi ahli waris. Yang jadi pertanyaan adalah apakah kamu memberitahukan hutang-hutangmu pada keluargamu sehingga mereka mengetahuinya?, Apakah ketika kamu masih hidup, kamu tidak sanggup membayar hutang, atau justru kamu memang menghindar untuk membayarnya hanya karena sang pemberi hutang tidak menagihnya padahal kamu mengingatnya? Ataukah kamu memang termasuk orang yang menyepelekan untuk membayar hutang? Tahukah kamu bahwa kalau hutang dibawa mati dan belum dibayarkan oleh ahli warismu karena mereka tidak tahu atau karena alasan lainnya, maka akan berakibat berat buat kamu di akhirat? Tahukah kamu kalau Nabi Muhammad Shollahu ‘alayhi wasallam saja tidak mau men-sholati jenazah yang mempunyai hutang sampai ada yang mau menanggung hutangnya? Ohhh sungguh benar-benar malang nasibmu jika memang hutangmu tidak ada yang menanggungnya karena kamu tidak memberitahukannya. Sadarkah kamu bahwa hanya segelintir orang saja yang mendengarkan sang Imam saat itu, sementara diluar sana banyak orang yang mengenalmu, yang memberikan hutang kepadamu justru tidak mendengar perkataan sang imam, sehingga mereka tidak menghubungi ahli warismu ?

Hal lain yang disampaikan oleh sang imam adalah agar jamaah bisa memaafkan segala kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan oleh jenazah semasa hidupnya. Bisa jadi para jamaah memaafkanmu. Tak perlulah kau tanya keikhlasan mereka. Yang perlu kamu pertanyakan adalah bagaimana dengan orang-orang diluar sana yang jumlahnya jauh lebih banyak yang tidak mendengarkan perkataan sang imam, apakah mereka bisa memaafkanmu. Berapa banyak orang diluar sana yang kau sakiti hatinya, yang kau tipu hartanya, yang kau rampas haknya, kau nodai hasil jerih payahnya, yang kau lecehkan kepribadiannya, yang kau cemooh, yang kau hinakan dan lain-lain. Berapa banyak orang diluar sana yang tidak suka tingkah lakumu termasuk ucapanmu. Tak ada yang tahu perlakuan burukmu diluar sana kecuali hanya dirimu sendiri. Sanggupkah kamu meminta maaf pada mereka ? Sudah terlambat!. Apakah suami/istri dan anak-anakmu atau kerabat sudi memintakan maafmu pada mereka. Sanggupkah mereka memintakan maaf buatmu pada mereka?. Kamu hanya bisa berharap mereka semua, siapapun itu, dimanapun berada, mereka dengan ikhlas memaafkanmu. Yaa… itu cuma harapan.
Tak juga luput dari ingatanmu betapa kamu pernah menyakiti hati kedua orang tuamu. Orang yang telah membesarkanmu. Seberapa sering kamu mendoakan mereka ketika kamu masih hidup. Sempatkah kamu meminta maaf pada mereka?

Sang imampun mulai menginformasikan pada para jamaah tatacara sholat jenazah secara singkat. Ia hanya mengingatkan kembali kepada para jamaah bahwa sholat jenazah itu terdiri dari empat kali takbir. Tanpa ruku. Tanpa sujud. Cukup dengan berdiri saja. Bacaan setelah takbir pertama adalah surat Al Fatihah, setelah takbir kedua membaca sholawat, setelah takbir ketiga dan keempat adalah doa.
Sang imam tidak merinci setiap bacaannya, karena sang imam berhusnuzhon bahwa para jamaah telah bisa melakukannya, lagipula bukanlah saat yang tepat untuk belajar pada saat itu. Saat itu adalah saatnya mempraktekkan sholat jenazah. Kamu hanya bisa berharap agar para jamaah yang akan melakukan sholat jenazah telah paham semua, agar doa-doa mereka semua terkabul. Walaupun kamu bisa jadi melihat diantara mereka yang hanya berpura-pura saja.

Sang imam mulai mengatur shof/barisan jamaah. Ia berharap ada sedikitnya tiga shof, walau shofnya tidak panjang. Kamu jangan bertanya kenapa jamaahnya tidak banyak. Kamupun sudah tidak lagi bisa menarik-narik mereka yang masih berada diluar untuk ikut men-sholatkanmu. Sekuat apapun tenaga dan upayamu menarik mereka yang masih berada diluar, mereka tak menghiraukanmu. Sekeras apapun teriakanmu ditelinga mereka, mereka tetap tidak mendengarkanmu. Bisa jadi mereka memang enggan men-sholatkanmu, bisa jadi mereka tidak mengerti bagaimana tatacaranya, bisa jadi mereka tidak mempedulikanmu, bisa jadi mereka tidak mau repot. Sungguh banyak sekali alasan mereka. Mereka menunggu diluar hanya untuk menyambut jenazahmu dan mengiringmu sampai ke kuburan. Seakan mereka sangat senang agar kamu segera menghilang dari pandangan mereka. Bisa jadi juga perlakuan mereka terhadapmu adalah memang sikap dan tingkah lakumu ketika kamu masih hidup.


“Khoiiiirrr……!” sahut jamaah saat sang imam bertanya pada para jamaah tentang kamu. Sebagian mereka hanya ikut-ikutan tanpa tahu maknanya, sebagian lagi juga hanya ikut-ikutan karena dianggap bagian dari tradisi.
Apakah kamu ‘khoir’ atau orang yang baik seperti yang mereka katakan ?
Hanya kamu yang tahu persis jawabannya.

Kini kendaraanmu kembali diusung oleh para jamaah untuk dimasukkan kedalam mobil ambulan. Sedikit keberuntunganmu karena kamu dimasukkan kedalam mobil ambulan. Bukan mobil sampah, bukan pula gerobak sampah. Setidaknya tidak nampak hina dimata masyarakat sekitar.
Mungkin kamu pernah mendengar ada jenazah yang dihinakan sebelum dikuburkan. Mulai dari prosesi kematiannya, pada saat dimandikan, pada saat di kafani, pada saat di usung beramai-ramai, bahkah pada saat dikuburkan. Semuanya penuh kehinaan. Bisa jadi pada saat hidupnya sudah tak terhitung lagi kemaksiatan yang dilakukan atau mungkin kedurhakaannya pada orangtua, pada ulama, pada tokoh masyarakat, atau mungkin pada kaum duafa.
Adalah haq Allah untuk memulyakanmu atau menghinakanmu. Sungguh Allah Maha Adil dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

Sepanjang perjalanan menuju tempat pemakamanmu, nampak kebersamaan mereka mengiringi jenazahmu. Sebagian dari mereka turut serta mengatur lalu lintas agar perjalananmu tidak terhambat. Semacet apapun kondisinya, mobil tumpanganmu bisa melewatinya dengan mudah. Dalam hal ini kamu diperlakukan bagai sang raja. Mereka memprioritaskan perjalananmu. Seakan mereka secara serentak berkata “Cepatlah dikuburkan jenazah ini karena kami sudah tidak mau melihatnya lagi..!!” Jika memang demikian adanya, sungguh betapa kamu memang tidak dibutuhkan keberadaannya.

Satu lubang kecil telah dipersiapkan untuk ‘menanam’ tubuhmu. Lubang yang dulu kamu enggan untuk melihatnya. Lubang yang sama luasnya yang kamu takut masuk kedalamnya hanya untuk menyambut jenazah orangtuamu, atau sudaramu, atau anakmu. Kini lubang itu akan menjadi tempat pembaringanmu.
Kendaraanmu yang sejak tadi tertutup rapat kini dibuka, tepat disisi lubang itu. Beberapa pasang mata kini dapat melihat jelas keadaanmu yang terbungkus kain kafan. Perlahan tubuhmu dimasukkan kedalam lubang itu. Mereka mulai membuka penutup wajahmu. Dihadapkan tubuhmu kearah kiblat. Arah yang dulu kamu sering berpaling darinya. Kini tak ada lagi penghalang antara wajahmu dengan tanah. Wajah yang mungkin dulu sangat berat untuk ditempelkan dengan tanah. Sujud.
Salah seorang dari mereka melantunkan adzan. Adzan adalah panggilan sholat. Namun juga dipakai sebagai panggilan pertamamu ketika kamu lahir dan menjadi panggilan terakhir disaat kamu dikuburkan.
Tangis yang tadi sudah terhenti kini terdengar lagi.
Bilah-bilah bambu atau papan mulai ditutup rapat tepat disisi tubuhmu. Perlahan tanah galian yang berserakan diluar dikembalikan ketempatnya. Dimasukkan kedalam lubang. Kini tak seorangpun dapat melihatmu. Hanya gundukan tanah yang tersisa yang dapat mereka lihat.

Gelap.
Sungguh sangat gelap. Walau matamu terbuka lebar, tetaplah gelap.
Bahkan telapak tangan yang kamu letakkan tepat didepan wajahmupun tetap tidak terlihat.
Gelap seperti buta.

Seremonial pemakamanmu telah usai. Satu persatu kerabat mulai meninggalkanmu. Juga saudara-saudaramu. Juga orangtuamu. Juga suami/istrimu. Termasuk anak-anakmu. Mereka enggan berlama-lama bersamamu. Bersama gundukan tanah.
Kini kamu hanya sendiri.
Mereka yang katanya mencintaimu, tak sudi tinggal bersamamu.
Mereka yang katanya menyayangimu, enggan menemanimu.
Mereka yang katanya sahabatmu, berlalu begitu saja.

Sendiri.
Dalam gelap.
Sebentar lagi tubuhmupun akan hancur.
Lambung yang dulu kamu masukkan segala makanan, tanpa mempedulikan halal dan haram apalagi yang subhat, yang tidak jelas kehalalannya, sebentar lagi akan membusung, membesar dan pecah. Cacing-cacing dalam tubuhmu terus menggeliat, menggerogoti apa saja agar bisa keluar dari tubuh busukmu. Mereka turut berperan dalam penghancuran tubuhmu. Belum lagi cacing tanah yang sudah lama menunggumu. Tubuhmu akan jadi santapan lezatnya.

Sendiri.
Kamu harus hadapi sendiri.
Tak ada lagi yang bisa menolongmu.

Siapapun yang merasa paling mencintaimu, siapapun yang merasa paling menyayangimu, siapapun yang berikrar tidak akan meninggalkanmu, siapapun orang-orang terdekatmu, semua menjauh. Semua meniggalkanmu.

Hartamu?
Kemana hartamu?
Harta yang kamu kumpulkan. Harta yang kamu takut kehilangan. Harta yang kamu anggap dari hasil jerih payahmu. Harta yang kamu tak peduli dapat dari mana. Semua hanya akan jadi rebutan ahli warismu.
Kini kamu mungkin mulai sadar, untuk apa mengumpulkan harta yang banyak jika tidak dibawa mati. Untuk apa punya rumah mewah kalau tempat tinggal terakhirmu aja sepetak tanah kecil. Untuk apa kau beli mobil mewah, motor mahal, kalau kendaraanmu hanya sebuah keranda kecil milik bersama yang di parkir di musholla atau masjid.
Untuk apa kamu mengoleksi pakaian yang banyak dan bagus, jika pakaian terakhirmu hanyalah kain kafan putih tanpa motif, tanpa jahitan.

Amalmu.
Ia adalah temanmu.
Teman yang benar-benar akan menemanimu.
Teman yang bisa menerangi kuburmu.

Adakah amalmu ?!
Seberapa besarkah amal-amalmu ?!
Seberapa banyakkah amal-amalmu ?!

Apakah amalmu bisa menemanimu ?
Apakah amalmu bisa menerangi kuburmu ?
Apakah amalmu bisa menyelamatkan tubuhmu ?
Seberapa ikhlas kamu beramal ?

Doa.
Ya. Kamu butuh doa dari anak-anakmu.
Adakah kamu mengajarkan doa pada mereka ?!
Pelajaran apa yang kamu wariskan pada anak-anakmu ?
Berapa lama mereka akan mendoakanmu ?
Seberapa seringkah mereka akan memohonkan ampunan untukmu ?

Bagaimana dengan kerabatmu ?
Adakah mereka mendoakanmu?
Ataukah mereka begitu saja melupakanmu ?

Sungguh. Kini kamu sendiri.
Sendiri untuk mempertanggungjawabkan segalanya.
Segala yang pernah kamu perbuat.
Tanpa satupun yang terlewati.

Tunggu…
Tunggulah, sebentar lagi malaikat akan mendatangimu.
Akan menanyaimu.
Untuk mempertanyakanmu segala hal selama kamu hidup
Untuk meminta pertanggungjawabanmu
Yang kamu tidak lagi dapat berdusta
Yang kamu tidak lagi bisa mengelak


----

Sudah..
Bangunlah.
Sadarlah.
Jangan terlalu lama ‘berwisata’
Seru kan ?!
Itu baru perjalanan menuju ke kuburan. Menuju ke alam kubur.
Next, kita wisata di dalam kubur.
Mudah-mudahan kamu bisa mengambil pelajaran darinya.

Atau kamu tetap seperti sekarang ?!


_

05 Desember 2017

Dahsyatnya Rasa Sakit Sakaratul Maut, Menurut Imam Al-Ghazali

Copas : http://www.marimembaca.com/2016/11/sakit-sakaratul-maut-menurut-imam-ghazali.html

Kematian adalah sesuatu kepastian yang sangat menyakitkan, proses sebelum berpisahnya ruh dari jasad itu dinamakan dengan sakaratul maut. Tidak ada yang mengetahui bagaimana rasa sakit yang akan dialaminya saat sakaratul maut itu datang menghampirinya.

Namun dalam menjalani kehidupan didunia ini apapun yang kita lakukan begitulah gambaran sakaratul maut itu datang, orang yang Beriman dan orang yang Zalim akan mengalami sakaratul maut yang berbeda. Imam Al-Ghazali memberikan gambaran bagaimana proses sakaratul maut itu datang kepada manusia.


Imam Ghozali berpendapat : "Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki". 

Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. "Wahai manusia !", kata pria tersebut. "Apa yang kalian kehendaki dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku."

Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekuler, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.

Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahua'lam bis shawab.

Sakaratul Mautnya Orang-orang Zhalim


Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam,rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.

Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita,menarik paksa roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.

Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.

Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Dihari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.(QS.Al-An'am,6: 93) , (Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri(sambil berkata); "Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatanpun". (Malaikat menjawab): "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apayang telah kamu kerjakan". Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam,kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS. An-Nahl, 16 : 28-29)
Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, "Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang memaksa kami hadir melihat ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik ! " Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu.Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat.

Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka".

 Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, "Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka". Naudzu bila min dzalik!

Sakaratul Mautnya Orang-orang Yang Bertaqwa

Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Assalamualaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS. An-Nahl,16 : 30-31-32)

Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, "Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu".

Wallahu a'lam bish-shawab!
Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayahNya,berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkanNya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya. Aamiin !
"Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhan-Nya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (QS. As Sajdah: 32).

Demikianlah artikel tentang " Dahsyatnya Rasa Sakit Sakaratul Maut, Menurut Imam Al-Ghazali ", semoga memberikan pelajaran bagi kita semua, dan berharap menemui ajal ( sakaratul maut ) itu dengan kegembiraan yang akan mengantarkan kebahagian setelah kematian.

Khoir

Copas : http://muimedan.com/2017/02/28/penyaksian-khair-untuk-jenazah/

Irwansyah, M.H.I
Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Medan
Sudah lazim terjadi bahwa setelah selesai menshalatkan mayat lalu bilal meminta kesaksian dari para jemaah untuk menyaksikan apakah mayat tersebut adalah orang baik-baik atau tidak. Bilal selalu mengatakan “Apakah mayat yang ada di hadapan kita sekarang adalah orang yang baik-baik?” semua menjawab, “baik” walau pada sekelompok yang hadir di tempat itu tidak mengenal mayat yang baru saja dishalatkannya. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah bagi orang yang tidak mengenal sama sekali mayat tersebut atau orang yang sudah mengenalnya namun dia mengetahui bahwa mayat yang telah dishalatkannya adalah bukan orang baik-baik juga dibenarkan baginya untuk mengucapkan “khair” yang artinya adalah sebuah kesaksian baik terhadap mayat itu, atau dia harus berkata jujur dengan mengatakan bahwa mayat tersebut bukanlah orang baik-baik. Tulisan ini akan mencoba untuk mengulasnya secara sederhana.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Sahih-nya, bahwa dari Ummi Salamah dia berkata,  Rasulullah saw. pernah bersabda, “Apabila kamu menghadiri orang yang sedang sakit, atau mayat maka katakanlah “khair” (ia adalah orang baik). Maka saat itu, malaikat mengaminkan ucapan kamu itu.” (HR. Muslim), Hadis ini dapat dilihat dalam Sahih Muslim Syarh Nawawi, juz VI, halaman 222. Di hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, dari Anas bin Malik dia berkata, “Nabi dan sekumpulan sahabat dilalui oleh satu jenazah,  maka sahabat-sahabat berkata, “khair” lalu Nabi berkata, “Sudah pasti.” Setelah itu kemudian berlalu kembali jenazah yang lain, maka para sahabat mengatakan, “syar” (orang jahat), lalu Nabi berkata, “Sudah pasti.” Maka Umar bin Khattab bertanya kepada Nabi saw. “Apakah yang pasti?.” Nabi menjawab, “yang itu kamu katakan khair maka pastilah ia masuk ke dalam surga, dan yang ini kamu katakan jahat maka pastilah ia masuk neraka, kamu adalah saksi-saksi Tuhan di muka bumi”. (HR. Bukhari). Hadis yang senada dengan ini juga diriwayatkan dalam jalur sanad yang lain. Dalam literatur lain, Imam al-Bukhari mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Apabila kamu menshalati jenazah, maka ucapkanlah “khairan” (baik) maka Allah berkata “Aku terima kesaksian mereka pada apa yang mereka ketahui dan Aku ampuni mayit itu pada apa yang mereka tidak mengetahuinya.” (HR. al-Bukhari).
Dari rangkaian hadis di atas dapat dilihat bahwa menyaksikan baik terhadap jenazah Muslim adalah benar kendatipun tidak mengenal mayat tersebut apakah orang baik-baik atau tidak. Islam memang mensyariatkan seseorang untuk selalu berprasangka baik (husn az-zhan) terhadap saudaranya sesama Muslim. Seseorang yang perilakunya tidak baik di dunia, tidak serta merta untuk meng-klaimnya sebagai penghuni neraka ketika dia meninggal dunia. Karena dalam kahazanah kajian Islam sendiri ada yang disebut dengan kafir inda an-nas mukmin inda Allah artinya seseorang kafir/ ahli maksiat dalam pandangan zahir manusia, namun ternyata dia mukmin di sisi Allah. Hal ini bisa saja terjadi karena taubat seseorang akan diterima Allah sebelum ajal menjemputnya, sebesar apapun dosa seseorang ketika dia minta ampunan Allah dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, Allah akan mengampuni dosanya selain dosa syirik kepada-Nya. Sebaliknya juga demikian, ada yang mukmin inda an-nas kafir inda Allah, dia sangat kelihatan orang yang taat akan perintah Allah, namun ternyata dia kafir dalam pandangan Allah seperti orang munafik atau orang yang kelihatannya taat dalam beribadah, namun ternyata dia tidak ikhlas dalam melakukannya, melainkan karena ada tujuan lain di balik semua itu.
Ahli surga atau nerakanya seseorang bisa terjadi saat sakaratulmaut. Saat-saat itu setiap orang yang dekat mati mengalami godaan setan yang berupaya menyesatkan akidahnya.  Berikut ada kisah nyata yang terjadi terhadap Imam al-Qurthubi. Bahwa satu ketika Imam al-Qurthubi sedang sakaratulmaut (menjelang kematian), orang mengucapkan la ilaha illa Allah. Lalu al-Qurthubi mengatakan “tidak.” Orang-orang tentu merasa bingung, karena mereka mengajarkan hal yang baik, tapi dia menolaknya. Alhamdulillah Allah mentakdirkan al-Qurthubi sembuh. Dia menceritakan, ketika dia sedang sekarat dua orang setan datang kepadanya dan mengatakan, “Matilah kau dalam agama Yahudi karena itulah agama yang baik. Sementara yang satunya lagi mengatakan, ”matilah dalam Agama Kristen karena itulah agama yang baik. “Lalu aku mengatakan tidak untuk menolaknya”, papar al-Qurthubi.
Kisah lain, terjadi pada K. Fathul Bari tahun 1970 di desa Telanger, Sokohanah, Simpang (Madura), pada petang hari Ahad tanggal 9 Agustus dia menghadapi sakaratulmaut. Kemudian orang-orang yang berhadir menganggapnya telah mati. Setelah 45 menit dianggap meninggal, tiba-tiba tubuhnya bergerak dan duduk bernafas kembali di tengah-tengah kerumunan keluarganya yang sedang menangisinya. Ketika dia pulih sadar, wartawan Harian Abadi datang ke rumahnya dan melakukan wawancara didampingi anaknya Fathullah. Dia menceritakan pengalamannya selama dalam keadaan diduga mati tersebut, katanya, “terasalah badan saya sangat panas, terasa lapar dan haus yang tiada taranya. Di saat itulah saya melihat seorang yang serupa dengan nenek saya yang telah lama meninggal. Nenek saya itu berkata sambil memperlihatkan makanan dan minuman kepada saya, yang saya sangat membutuhkannya, namun saya menolaknya. Saat itu saya melihat catatan amal keburukan sebelah kiri saya dan sangat mengerikan dan menakutkan sekali. Ketika itu saya merasa sedang tidak berada di dunia. Saya merasakan tarikan nafas saat ruh keluar dari tubuh saya, rasanya jasad saya hancur. Ratap tangis orang-orang sangat mengganggu jasad saya yang hancur. Apalagi kalau mereka banyak berbicara, tubuh saya terasa seperti ditusuk dengan pisau tajam yang mengandung racun. Ketika saya dibaringkan, saya melihat teman-teman dan keluarga datang bertakziah, mereka sama sekali tak menghiraukan betapa hancur luluhnya tubuh saya. Sakitnya saat pencabutan ruh sangat terasa, harapan saya ketika itu adalah mendapat siraman yang mendinginkan, tak terpenuhi. Malahan mereka semua menambah derita sakitnya jasad saya. Saya terasa melayang ke alam luas dibawa oleh seorang yang berperawakan tinggi besar yang menakutkan.  Saya dibawa keruangan besar berbau busuk dan di situ banyak laki-laki dan perempuan yang keadaannya sangat menyedihkan. Ketika saya dilihat seorang penjaga ruangan itu, dia mengatakan, “ini bukan tempatmu, di sanalah tempatmu” sambil menunjuk ke tempat lain. Saya dibawa ke tempat itu yang kelihatannya lebih baik dari tempat sebelumnya. Tapi di sini pun saya ditolak. Karena penolakan ini mungkin Allah belum menizinkan saya untuk meninggal saat itu.”
Saat K. Fathul Bari tersadar kembali setelah kembali sadar setelah 45 menit, dia termenung dan banyak berzikir sementara sakitnya tetap di deritanya. Ia sadar kembali selama 24 jam. Pada tanggal 10 Agustus 1970 setelah ia menyampaikan wasiatnya kepada keluarganya, ia meninggal pada usia 65 tahun. Kisah ini ditulis dalam buku Pedoman Mati karya H. M Arsyad Thalib Lubis yang dikutip dari Harian Mercusuar edisi 23 Agustus 1970.
Pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas adalah, “pertama; seseorang yang kelihatannya tidak baik pada sakaratulmaut seperti al-Qurthubi yang menolak untuk di-talqin-kan, tidak serta merta memvonisnya adalah ahli neraka, olehkarena bisa jadi yang dia tolak bukanlah talqin yang diaajrkan kepadanya, melainkan ajakan setan yang ingin menyesatkannya. Kedua; orang yang sedang sakaratulmaut melihat berbagai pemandangan yang tidak terlihat oleh mata normal. Ketiga; setan sangat berupaya menyesatkan akidah seseorang ketika sakaratulmaut, maka tidak tertutup kemungkinan orang yang rajin beribadah di dunia tapi imannya tidak cukup kuat untuk menahan godaan setan saat sakaratulmaut, maka saat itu dia kafir dan ahli neraka.
Penyaksian baik kepada jenazah adalah perilaku yang sesuai dengan syariat Rasulullah saw. Menyaksikan baik kepada jenazah setelah dishalatkan adalah perbuatan baik, kendatipun tidak mengenal sama sekali mayat yang disaksikannya. Paling tidak itu adalah doa (min bab ad-du’a) semoga ketika baik disaksikan manusia, dia juga baik dalam pandangan Allah. Lebih dari itu manusia tidak bisa mengetahui saat-saat menjelang kematian dia bertaubat memohon ampunan Allah, dan Allah mengampuni dosa-dosanya. Semoga bermanfaat !!!

Mohon Maaf

Assalamu'alaykum, Di hari yang mulia ini Di hari yang telah lalu dan yang akan datang Mohon maaf atas segala salah dan khilaf Mohon maaf...