30 September 2013

Jenis, usia dan peruntukan pahala hewan kurban (#3)

 

 
Jelang Idul Adha #3: Jenis, usia dan peruntukan pahala hewan kurban 
 

Jenis hewan kurban

Hanya unta, kerbau, sapi, kambing dan domba yang bias disembelih sebagai hewan kurban. Hal ini berdasar firman Allah Ta’ala:

(وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ)

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.” (QS. Al-Hajj [22]: 34)

Juga berdasar hadits shahih:

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً، إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ»

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Janganlah kalian menyembelih hewan kurban kecuali yang telah berusia dua tahun atau lebih, kecuali jika kalian mengalami kesulitan, maka kalian boleh menyembelih domba berusia satu tahun lebih.” (HR. Muslim no. 1963, Abu Daud no. 2797, Ibnu Majah no. 3141 dan Ahmad no. 14348)

Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi berkata: “Para ulama mengatakan musinnah adalah hewan yang telah berusia dua tahun atau lebih baik dari jenis unta, sapi maupun kambing. Hadits ini secara tegas menyatakan tidak boleh menyembelih hewan yang baru berusia setahun lebih untuk selain domba dalam kondisi apapun. Hal ini merupakan perkara yang telah disepakati.” (An-Nawawi, Syarh An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 13/117)

Imam An-Nawawi juga mengatakan: “Para ulama telah sepakat bahwasanya tidak sah menyembelih hewan kurban kecuali dengan unta, sapi dan kambing.” (An-Nawawi, Syarh An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 13/117)

Hewan kurban yang gemuk dan berdaging lebih diutamakan

Diutamakan untuk menyembelih hewan kurban yang paling baik kondisi fisiknya, paling gemuk badannya dan paling banyak dagingnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam
.
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: «ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا»

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkurban dengan dua ekor domba berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri. Beliau membaca bismillah dan mengucapkan takbir serta meletakkan telapak kaki beliau pada sisi leher kedua domba tersebut.” (HR. Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” إِذَا ضَحَّى اشْتَرَى كَبْشَيْنِ عَظِيمَيْنِ، سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوئَيْنِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam akan berkurban, beliau membeli dua ekor domba yang besar, gemuk, bertanduk, berwarna putih kehitam-hitaman dan dikebiri…” (HR. Ibnu Majah no. 3122 dan Ahmad no. 25843. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Hadits ini shahih lighairih)

عَنْ أَبِي رَافِعٍ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ضَحَّى اشْتَرَى كَبْشَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ،

Dari Abu Rafi’ Mawla Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam jika akan berkurban, beliau membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk, dan berwarna putih kehitam-hitaman…” (HR. Ahmad no. 27190, Al-Bazzar no. 1208, Al-Hakim 2/425, dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir no. 920. Sanadnya lemah karena perawi Ali bin Husain tidak bertemu Abu Rafi’ dan Abdullah bin Muhammad bin Aqil adalah perawi yang lemah. Namun kelemahan sanad hadits ini telah dikuatkan oleh hadits-hadits shahih sebelumnya)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: “Hewan pejantan lebih utama daripada hewan yang dikebiri dilihat dari sisi kesempurnaan fisiknya, karena tiada satu bagian pun dari anggota tubuhnya yang hilang. Adapun hewan yang dikebiri lebih utama dari hewan pejantan dilihat dari sisi biasanya dagingnya lebih baik (lebih banyak).”

Satu kambing mewakili satu orang, satu sapi atau unta mewakili tujuh orang

Satu ekor kambing atau satu ekor domba sah untuk berkurban bagi seorang individu. Adapun satu ekor kerbau, sapi atau unta sah untuk berkurban bagi tujuh orang individu. Hal ini berdasar hadits shahih:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: «حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحَرْنَا الْبَعِيرَ عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ»

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami menunaikan haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, maka kami menyembelih seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.” (HR. Muslim no. 1318, Abu Daud no. 2807 dan Tirmidzi no. 904)
Dalam riwayat yang lain:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ: «فَأَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ، كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِي بَدَنَةٍ»

“Kami berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam mengerjakan ibadah haji, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan kami untuk bergabung dalam menyembelih unta dan sapi, tiap tujuh orang di antara kami menyembelih satu ekor.” (HR. Muslim no. 1318)

Menyembelih seekor, cukup untuk satu keluarga

Islam adalah agama yang mudah dan tidak memberatkan umatnya. Setiap muslim yang memiliki kelapangan rizki sangat dianjurkan untuk menyembelih seekor kambing atau domba sebagai hewan kurban. Namun jika dalam sebuah keluarga terdapat beberapa orang, maka keluarga tersebut tidak harus menyembelih hewan kurban sebanyak anggota keluarganya. Jika keluarga tersebut menyembelih seekor hewan kurban, maka hal itu sudah cukup mewakili anggota keluarga lainnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih:

قَالَ عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ: سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الأَنْصَارِيَّ: كَيْفَ كَانَتِ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: «كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ، فَصَارَتْ كَمَا تَرَى»

Atha’ bin Yasar berkata: “Saya bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu ‘bagaimana penyembelihan hewan kurban pada zaman Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa salam‘?” Maka ia menjawab: “Seorang sahabat biasanya menyembelih seekor domba untuk dirinya dan seluruh anggota keluarganya, sehingga mereka ikut makan dan memberikannya sebagai makanan [kepada orang-orang miskin]. Sampai akhirnya orang-orang membangga-banggakan diri, sehingga terjadilah apa yang engkau lihat saat ini [tiap orang menyembelih seekor, sehingga dalam satu keluarga menyembelih beberapa ekor, pent] (HR. Tirmidzi no. 1505 dan Ibnu Majah no. 3147. Tirmidzi berkata: Hadits hasan shahih)

Menyembelih seekor, pahalanya untuk banyak orang

Di antara bentuk kemudahan lainnya di dalam Islam adalah pahala menyembelih seekor hewan kurban tidak hanya akan diperoleh orang yang menyembelihnya saja. Pahala seekor hewan kurban yang disembelih bisa diperuntukkan bagi diri pribadi orang yang berkurban, anggota keluarganya, kerabatnya dan kaum muslimin secara umum. Sebagaiamana hal itu dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam.

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ، وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ، وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ، فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ، فَقَالَ لَهَا: «يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ» ، ثُمَّ قَالَ: «اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ» ، فَفَعَلَتْ: ثُمَّ أَخَذَهَا، وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ، ثُمَّ ذَبَحَهُ، ثُمَّ قَالَ: «بِاسْمِ اللهِ، اللهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ، وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ، ثُمَّ ضَحَّى بِهِ»

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan (untuk membeli) seekor domba yang bertanduk dengan ciri kaki-kakinya hitam, perutnya hitam dan sekitar matanya hitam. Domba itu dibawa kepada beliau untuk disembelih sebagai kurban, maka beliau berkata kepada Aisyah: ‘Wahai Aisyah, ambilkan pisau besar!’ Beliau lalu berkata: ‘Tajamkanlah pisau itu dengan batu!’ Aisyah mengerjakan perintah tersebut. Lalu beliau mengambil pisau tersebut, mengambil domba dan membaringkannya, kemudian akan menyembelihnya. Beliau membaca doa: ‘Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan umat Muhammad!’ Beliau lantas menyembelihnya. (HR. Muslim no. 1967, dan Abu Daud no. 2792)

عَنْ أَبِي رَافِعٍ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ضَحَّى اشْتَرَى كَبْشَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، فَإِذَا صَلَّى وَخَطَبَ النَّاسَ أَتَى بِأَحَدِهِمَا وَهُوَ قَائِمٌ فِي مُصَلَّاهُ فَذَبَحَهُ بِنَفْسِهِ بِالْمُدْيَةِ، ثُمَّ يَقُولُ: ” اللهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعًا مِمَّنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلَاغِ “، ثُمَّ يُؤْتَى بِالْآخَرِ فَيَذْبَحُهُ بِنَفْسِهِ وَيَقُولُ: ” هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ “، فَيُطْعِمُهُمَا جَمِيعًا الْمَسَاكِينَ وَيَأْكُلُ هُوَ وَأَهْلُهُ مِنْهُمَا، فَمَكَثْنَا سِنِينَ لَيْسَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ يُضَحِّي قَدْ كَفَاهُ اللهُ الْمَئُونَةَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْغُرْمَ،

Dari Abu Rafi’ mawla Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam bahwasanya Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam jika menyembelih hewan kurban, beliau membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk dan putih. Jika beliau telah menunaikan shalat Idul Adha dan menyampaikan khutbah, beliau mendatangi salah seekor domba tersebut, beliau berdiri di tempat shalat dan menyembelihnya sendiri dengan sebilah pisau besar, lalu beliau berdoa: “Ya Allah, hewan kurban ini untuk seluruh umatku yang bersaksi atas keesaan-Mu dan bersaksi atas penyampaian risalah olehku (mengucapkan dua kalimat syahadat).”

Beliau lalu mendatangi domba lainnya dan menyembelihnya sendiri, lalu berdoa: “Ya Allah, hewan kurban ini untuk Muhammad dan keluarga Muhammad.” Beliau menyerahkan semua daging kedua domba tersebut kepada orang-orang miskin, beliau dan keluarga beliau juga ikut makan dari daging kedua domba tersebut. Maka selama bertahun-tahun tidak ada seorang pun dari Bani Hasyim (marga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam) yang menyembelih hewan kurban. Allah telah mencukupi Bani Hasyim dengan penyembelihan yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan (menghindarkan mereka dari) hutang.” (HR. Ahmad no. 27190, Al-Bazzar no. 3867, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir no. 920, 2/425 dan Al-Baihaqi no. 19009. Al-Hafizh Nuruddin al-haitsami berkata: Sanadnya hasan)

Hadits ini memiliki penguat dari riwayat Jabir bin Abdullah, Hudzaifah bin Asid, Abu Sa’id al-Khudri, Anas bin Malik dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَبَحَ يَوْمَ الْعِيدِ كَبْشَيْنِ، ثُمَّ قَالَ حِينَ وَجَّهَهُمَا: ” إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، حَنِيفًا مُسْلِمًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ، وَأُمَّتِهِ “

Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari bahwasanya Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam bahwasanya Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam menyembelih dua ekor domba pada hari raya, pada saat menghadapkan kedua domba itu ke arah kiblat untuk disembelih, beliau berdoa:
“Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Allah Yang menciptakan langit dan bumi, aku seorang yang beragama lurus dan muslim, dan aku bukan termasuk golongan musyrik. Sesungguhnya shalatku, penyembelihan hewan kurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah rabb seluruh alam. Tiada sekutu bagi-Nya, demikian itulah aku diperintahkan dan aku orang yang pertama berserah diri kepada-Nya. Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah, hewan sembelihan ini untuk-Mu semata dan milik-Mu semata, dari Muhammad dan umatnya.” (HR. Abu Daud no. 2795, Ibnu Majah no. 3121, Ahmad no. 15022, Ad-Darimi no. 1946, Ibnu Khuzaimah no. 2899, Al-Hakim no. 1716, Al-Baihaqi no. 19184 dan lain-lain. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanad ini bisa naik menjadi hasan)

Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhibalmajdi/arrahmah.com)

27 September 2013

Anjuran menyembelih hewan kurban "udhiyah" (#2)

Awal waktu menyembelih hewan kurban

Awal waktu menyembelih hewan kurban adalah setelah dilaksanakan shalat Idul Adha bagi orang-orang yang melaksanakan shalat Idul Adha, misalnya penduduk sebuah desa atau kota. Atau kira-kira setelah waktu dilaksanakannya shalat Idul Adha bagi orang-orang yang tidak melaksanakan shalat Idul Adha, misalnya orang-orang yang melakukan perjalanan jauh.
Barangsiapa menyembelih hewan ternaknya sebelum dilaksanakan shalat Idul Adha, maka ia belum dianggap melakukan penyembelihan hewan kurban. Hewan ternak yang ia sembelih bernilai penyembelihan biasa dan daging biasa, bukan daging hewan kurban.

عَنِ البَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ، ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ نَحَرَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسْكِ فِي شَيْءٍ»

Dari Barra’ bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Sesungguhnya hal pertama yang kita mulai pada hari ini adalah kita melaksanakan shalat (Idul Adha), kemudian kita pulang dan menyembelih. Barangsiapa melakukan hal itu niscaya ia telah sesuai dengan as-sunnah. Adapun barangsiapa menyembelih hewan sebelum shalat Idul Adha, maka sembelihannya tersebut adalah daging yang ia berikan untuk keluarganya, bukan termasuk daging hewan kurban (untuk mendekatkan diri kepada Allah).” (HR. Bukhari no. 965 dan Muslim no. 1961)

عَنِ البَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ»

Dari Barra’ bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban setelah shalat Idul Adha, maka sembelihannya telah sempurna dan ia sesuai dengan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 5545 dan Muslim no. 1961)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ»

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban sebelum shalat Idul Adha, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Adapun barangsiapa menyembelih hewan kurban telah shalat Idul Adha, maka sembelihannya telah sempurna dan ia sesuai dengan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 5546)

عَنْ جُنْدَبٍ، قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ، ثُمَّ خَطَبَ، ثُمَّ ذَبَحَ، فَقَالَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ، فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ»

Dari Jundab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam melaksanakan shalat pada hari raya penyembelihan, kemudian beliau menyampaikan khutbah dan menyembelih hewan kurban. Beliau lalu bersabda: “Barangsiapa menyembelih sebelum shalat Idul Adha, maka hendaklah ia menyembelih hewan ternak lain sebagai gantinya. Dan barangsiapa belum menyembelih (sebelum shalat Idul Adha), maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah.” (HR. Bukhari no. 985 dan Muslim no. 1960)

Lebih utama apabila kaum muslimin menyembelih hewan kurban setelah imam shalat menyembelih hewan kurban, jika imam shalat melakukan penyembelihan hewan kurban di lokasi dekat tempat shalat Idul Adha.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَذْبَحُ أَوْ يَنْحَرُ بِالْمُصَلَّى»

Dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menyembelih kambing atau menyembelih unta di (lokasi dekat) tempat shalat Idul Adha.” (HR. Bukhari no. 982 dan An-Nasai no. 1589)

Maksud hadits di atas adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menyembelih kambing kurban atau unta kurban di lokasi dekat tempat shalat Idul Adha. Sebab tempat shalat haruslah dipelihara kebersihan dan kesuciannya, tidak boleh dikotori dengan air kencing, tahi dan darah hewan kurban. Beliau menyembelih di dekat lokasi shalat Idul Adha untuk menunjukkan syiar kurban, mengajarkan tata cara penyembelihan kepada kaum muslimin dan memudahkan pembagian dagingnya kepada fakir-miskin.
Setelah menunaikan shalat Idul Adha dan menyampaikan khutbah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam biasanya terlebih dahulu menyembelih hewan kurban. Setelah itu para sahabat mengikuti beliau.

 عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ»… ثُمَّ انْكَفَأَ إِلَى كَبْشَيْنِ، يَعْنِي فَذَبَحَهُمَا، ثُمَّ انْكَفَأَ النَّاسُ إِلَى غُنَيْمَةٍ فَذَبَحُوهَا

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban sebelum shalat Idul Adha, maka hendaklah ia menyembelih lagi!”…Beliau lalu menyembelih dua ekor domba, lalu masyarakat menyembelih kambing…” (HR. Bukhari no. 5561)

Waktu terakhir menyembelih hewan kurban

Adapun waktu terakhir untuk menyembelih hewan kurban adalah tenggelamnya matahari hari ketiga tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijah. Dengan demikian waktu menyembelih hewan kurban berlangsung selama empat hari: hari raya Idul Adha (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijah). Inilah pendapat yang dianggap kuat oleh para ulama, dan merupakan pendapat imam Hasan al-Bashri, Al-Awza’i,  Asy-Syafi’I dan Ibnu Mundzir.
Hal ini berdasar beberapa firman Allah Ta’ala:

(لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ)

“Supaya orang-orang yang beribadah haji dapat menyaksikan berbagai macam kebaikan bagi mereka. Agar mereka juga menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan. Kemudian mereka menyembelih hewan kurban berupa ternak dari rezeki yang Allah berikan kepada mereka…” (QS. Al-Hajj [22]: 28)

Hari-hari yang telah ditentukan menurut penafsiran Ibnu Abbas adalah hari raya penyembelihan (Idul Adha) dan tiga hari setelahnya.
Juga berdasar hadits:

عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ “

Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Setiap hari tasyriq adalah waktu untuk menyembelih hewan kurban.” (HR. Ahmad no. 16751, Ibnu Hibban no. 3854, Al-Bazzar no. 1126, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 1583 dan Al-Baihaqi no. 19241)

Sanad hadits ini terputus (munqathi’) dan kontradiktif (mudhtarib), namun ia memiliki riwayat penguat dari jalur Ali bin Abi Thalib dengan sanad hasan, jalur Ibnu Abbas dengan sanad shahih dan jalur Jabir bin Abdullah, sehingga derajat hadits Jubair bin Muth’im ini naik menjadi shahih li-ghairih seperti dijelaskan oleh para ulama hadits.

Hadits tersebut juga dikuatkan oleh hadits shahih:

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ»
Dari Nubaisyah al-Hudzali radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah waktu untuk makan, minum dan mengingat Allah (berdzikir).” (HR. Muslim no. 1141 dan Ahmad no. 20722)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ طُعْمٍ، وَذِكْرِ اللهِ “

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hari-hari tasyriq adalah waktu untuk makan dan mengingat Allah (berdzikir).” (HR. Ahmad no. 7134, Abu Ya’la no. 6023, dan Ibnu Hibban no. 3602. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Hadits shahih lighairih)

Dzikir dalam hadits di atas bermakna luas dan umum, mencakup dzikir di Mina, dzikir saat melempar jumrah, dan dzikir saat menyembelih hewan kurban. Pada hari-hari tasyriq, jama’ah haji menetap di Mina, melempar jumrah, melakukan thawaf Ifadhah dan haram berpuasa. Pada hari-hari tasyriq umat Islam juga menyembelih hewan kurban, sebagai bagian dari dzikir dan syukur kepada Allah Ta’ala.

Boleh menyembelih hewan kurban di waktu malam

Lebih utama untuk menyembelih hewan kurban pada siang hari. Namun apabila ada halangan sehingga baru bisa menyembelih pada malam hari, maka hal itu diperbolehkan.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: “Menyembelih di siang hari itu lebih utama, dan boleh menyembelih di malam hari, karena jika disebutkan lafal “hari” maka waktu malam termasuk di dalamnya. Oleh karenanya waktu-waktu malam termasuk di dalam “hari-hari” yang dianjurkan untuk berdzikir, karena waktu malam adalah waktu untuk berdzikir sebagaimana waktu siang adalah waktu untuk berdzikir.

Demikian juga waktu malam termasuk di dalam waktu untuk menyembelih, sebagaimana waktu siang termasuk di dalam waktu untuk menyembelih. Menyembelih di waktu malam tidaklah makruh, karena tidak ada dalil yang menunjukkan kemakruhan tersebut, sementara makruh adalah hukum syar’i yang penetapannya memerlukan dalil.”

Ulama yang menyatakan makruh menyembelih hewan kurban pada malam hari berdalil dengan sebuah hadits:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الذَّبْحِ لَيْلًا”

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam melarang dari menyembelih di waktu malam.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir)
Namun hadits ini sangat lemah dan tidak bisa dijadikan dalil. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: “Di dalamnya ada Sulaiman bin Salamah al-Khabairi, ia perawi yang matruk (tertuduh memalsukan hadits). Imam Abdul Haq al-Isybili meriwayatkannya dari jalur Atha’ bin Yasar secara mursal dan di dalam sanadnya ada Mubasyir bin Ubadi, ia adalah perawi yang matruk.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, At-Talkhis al-Habir fi Takhrij Ahadits ar-Rafi’i al-Kabir, 4/352)

Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhibalmajdi/arrahmah.com)

26 September 2013

Anjuran menyembelih hewan kurban "udhiyah" (#1)

 

 
Jelang Idul Adha #1: Anjuran menyembelih hewan kurban "udhiyah" 
Saat ini umat Islam sedang berada pada pekan ketiga bulan haram, Dzulqa’dah. Dalam waktu dekat umat Islam akan memasuki bulan haram lainnya, Dzulhijah. Bulan Dzulhijah merupakan bulan yang istimewa bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Pada bulan tersebut terdapat sejumlah ibadah yang khas, seperti haji dan penyembelihan hewan kurban (udhiyah) pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyri’.

Pengertian hewan kurban “udhiyah”

Hewan kurban atau dalam istilah syariat disebut udhiyah adalah hewan ternak (kambing, sapi, kerbau atau unta) yang disembelih pada hari raya Idul Adha (tanggal 10 Dzulhijah) dan hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijah) semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Dalil-dalil pensyariatan hewan kurban “udhiyah”

Penyembelihan hewan kurban disyariatkan berdasarkan dalil-dari dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan ijma’ ulama.
Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah Ta’ala:

(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)

“Maka lakukanlah shalat untuk Rabbmu semata dan sembelihlah hewan ternak!” (QS. Al-Kautsar [108]: 2)

 (قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ)
 
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, penyembelihan hewan kurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am [6]: 162-163)

(وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا)

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (hewan kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Ilah yang berhak kalian sembah ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya.” (QS. Al-Hajj [22]: 34)

Syaikh Muhammmad bin Shalih al-Ustaimin berkata: “Ayat ini menunjukkan bahwa penyembelihan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah hal yang disyariatkan dalam semua agama dan atas setiap umat, dan hal ini merupakan bukti yang terang bahwa penyembelihan adalah ibadah dan mengandung maslahat pada setiap zaman, tempat dan umat.”
Adapun dalil disyariatkannya penyembelihan hewan kurban dalam as-sunnah adalah adanya kesesuaian antara sabda, perbuatan dan persetujuan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Di antara sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam yang menunjukkan disyariatkannya penyembelihan hewan kurban adalah:

عَنِ البَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ»

Dari Barra’ bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban setelah shalat Idul Adha, maka sembelihannya telah sempurna dan ia sesuai dengan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 5545 dan Muslim no. 1961)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ»

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa menyembelih hewan kurban sebelum shalat Idul Adha, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Adapun barangsiapa menyembelih hewan kurban telah shalat Idul Adha, maka sembelihannya telah sempurna dan ia sesuai dengan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 5546)

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ: قَسَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِينَا ضَحَايَا، فَأَصَابَنِي جَذَعٌ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ أَصَابَنِي جَذَعٌ، فَقَالَ: «ضَحِّ بِهِ»
Dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam membagi-bagikan hewan kurban untuk disembelih, maka saya mendapat jatah seekor domba yang telah berusia satu tahun. Saya berkata ‘Wahai Rasulullah, saya mendapat jatah seekor domba yang telah berusia satu tahun’. Maka beliau berkata: “Berkurbanlah dengannya!” (HR. Bukhari no. 5547 dan Muslim no. 1965)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak hanya memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan kurban. Beliau sendiri memberi contohkan dengan menyembelih domba dan unta sebagai hewan kurban, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits shahih.

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: «ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا»

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkurban dengan dua ekor domba putih yang bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau membaca bismillah dan mengucapkan takbir serta meletakkan telapak kaki beliau pada sisi leher kedua domba tersebut.” (HR. Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)

عَنْ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: «أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي كُلَّ سَنَةٍ»

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam tinggal di kota Madinah selama sepuluh tahun dan setiap tahun beliau menyembelih hewan kurban.”(HR. Tirmidzi no. 1507 dan Ahmad no. 4955. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Hadits shahih)

Para ulama fiqih dalam kitab-kitab mereka telah menyebutkan kesepakatan ulama tentang disyariatkannya menyembelih hewan kurban.

Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata: “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa menyembelih hewan kurban itu disyariatkan.” (Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi, 9/435)

Hukum menyembelih hewan kurban

Para ulama sepakat menyatakan disyariatkannya menyembelih hewan kurban. Kemudian para ulama berbeda pendapat tentang hukum pensyariatannya, apakah wajib ataukah sunnah muakadah?

1. Menyembelih hewan kurban adalah wajib

Pendapat ini dipegangi oleh imam Abu Hanifah, Rabi’ah ar-Ra’yi, Malik bin Anas, Sufyan ats-Tsauri, Al-Awza’i, dan Al-Laits bin Sa’ad.
Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi berkata: “Imam Rabi’ah, Laits bin Sa’ad, Abu Hanifah dan Al-Awza’i berpendapat menyembelih hewan kurban itu wajib atas setiap orang yang memiliki kelapangan harta, kecuali bagi jama’ah haji di Mina.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 8/385)

Pendapat ini didasarkan kepada:
a. Firman Allah Ta’ala:

(فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ)

“Maka laksanakanlah shalat untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan ternak.” (QS. Al-Kautsar [108]: 2)

Mereka mengartikan shalat dalam ayat ini adalah shalat Idul Adha dan menyembelih hewan dalam ayat ini adalah menyembelih hewan kurban. Hukum asal dari perintah Allah adalah wajib.

b. Hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا “

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa memiliki kelapangan rizki lalu ia tidak menyembelih hewan kurban, maka janganlah ia mendekati tempat kami shalat!”  (HR. Ibnu Majah no. 3123, Ahmad no. 8273, Al-Hakim no. 3468 dan Al-Baihaqi no. 19012. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Hakim dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani)

Sebagian besar ulama hadits menyatakan sanad hadits ini lemah dan yang lebih benar ia bukanlah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam (marfu’), melainkan perkataan Abu Hurairah (mauquf).

c. Hadits:

عَنْ عَامِرٍ أَبِي رَمْلَةَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مِخْنَفُ بْنُ سُلَيْمٍ، قَالَ: وَنَحْنُ وُقُوفٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ قَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةً وَعَتِيرَةً، أَتَدْرُونَ مَا الْعَتِيرَةُ هَذِهِ؟ الَّتِي يَقُولُ النَّاسُ الرَّجَبِيَّةُ»

Dari Amir Abu Ramlah berkata: Mikhnaf bin Sulaim memberitahukan kepada kami dan ia berkata: “Kami sedang melakukan wukuf di Arafah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, lalu beliau bersabda: “Wahai masyarakat, sesungguhnya atas setiap keluarga pada setiap tahunnya ada kewajiban menyembelih hewan kurban (udhiyah) dan menyembelih Atirah. Tahukah kalian apakah Atirah itu? Itulah yang disebut oleh masyarakat sebagai hewan kurban bulan Rajab.” (HR. Abu Daud no. 2788, Tirmidzi no. 1518, Ibnu Majah no. 3125 dan Ahmad no. 17899. Sanad hadits ini lemah karena perawi Abu Ramlah adalah perawi yang majhul. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Syaikh Al-Arnauth menyatakan statusnya naik menjadi hasan li-ghairih karena memiliki hadits penguat)

Imam Abu Daud berkata: “Syariat menyembelih hewan kurban di bulan Rajab itu telah mansukh (dihapus, tidak berlaku lagi) dan hadits ini telah mansukh.”

d. Hadits:

عَنْ جُنْدَبٍ، قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ، ثُمَّ خَطَبَ، ثُمَّ ذَبَحَ، فَقَالَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ، فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ»

Dari Jundab Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam melaksanakan shalat pada hari raya penyembelihan, kemudian beliau menyampaikan khutbah dan menyembelih hewan kurban. Beliau lalu bersabda: “Barangsiapa menyembelih sebelum shalat Idul Adha, maka hendaklah ia menyembelih hewan ternak lain sebagai gantinya. Dan barangsiapa belum menyembelih (sebelum shalat Idul Adha), maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah.” (HR. Bukhari no. 985 dan Muslim no. 1960)

Dalam hadits ini ada perintah untuk mengulang dan mengganti hewan yang disembelih sebelum dilaksanakannya shalat Idul Adha. Perintah mengulang ini menunjukkan wajibnya menyembelih hewan kurban.

2. Menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakadah

Pendapat ini dipegangi oleh mayoritas ulama, di antaranya imam Syafi’i dan Ahmad.
Imam Ibnu Qudamah al-Hambali berkata:
“Menyembelih hewan kurban adalah sunnah, tidak disukai (makruh) tidak menyembelih bagi orang yang mampu. Mayoritas ulama berpendapat menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah, bukan wajib. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Bilal bin Rabbah dan Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhum. Ia juga menjadi pendapat imam Suwaid bin Ghaflah, Sa’id bin Musayyab, Alqamah, Al-Aswad, Atha’, Syafi’i, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur, dan Ibnu Mundzir.” (Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi, 9/435)

Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi berkata:
“Menurut madzhab kami (madzhab Syafi’i) menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah bagi orang yang memiliki kelapangan harta namun tidak wajib, dan ini juga menjadi pendapat mayoritas ulama. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Bilal bin Rabah, Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhum, Sa’id bin Musayyab, Atha’, Alqamah, Al-Aswad, Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur, al-Muzani, Daud az-Zhahiri, dan Ibnu Mundzir.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 8/385)
Para ulama kelompok kedua ini menyatakan bahwa surat Al-Kautsar ayat dua memiliki beberapa penafsiran lain selain penafsiran yang disampaikan oleh ulama kelompok pertama.
Beberapa hadits yang dijadikan dalil oleh ulama kelompok pertama dinyatakan lemah oleh ulama kelompok kedua. Adapun hadits shahih yang dipegangi oleh ulama kelompok pertama sebagai dalil wajibnya menyembelih hewan kurban ditanggapi oleh ulama kelompok kedua bahwa perintah dalam hadits tersebut dipalingkan kepada makna sunnah muakkadah (sunah yang sangat ditekankan dan dianjurkan) berdasar beberapa dalil shahih lainnya.
Ulama kelompok kedua mendasarkan pendapatnya kepada beberapa dalil berikut:

a. Hadits shahih:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا»

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Jika telah masuk sepuluh hari bulan Dzulhijah dan salahs seorang di antara kalian ingin menyembelih hewan kurban, maka janganlah ia menyentuh (mencukur) rambutnya dan jangan pula menyentuh kulitnya (menggunting kukunya).” (HR. Muslim no. 1977)
Dalam riwayat lain:

«إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ»

“Jika kalian telah melihat bulan sabit Dzulhijah dan salah seorang di antara kalian ingin menyembelih hewan kurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kuku-kukunya.” (HR. Muslim no. 1977)

Dalam riwayat lain:

«إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا، وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا»

“Jika telah masuk sepuluh hari bulan Dzulhijah dan salah seorang di antara kalian memiliki hewan kurban yang ingin ia sembelih, maka janganlah ia mengambil (mencukur) rambutnya dan jangan pula memotong kukunya.” (HR. Muslim no. 1977)

Dalam ketiga riwayat shahih di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam mengaitkan penyembelihan hewan kurban dengan “keinginan” seorang muslim, hal ini menunjukkan penyembelihan hewan kurban adalah atas dasar kerelaan dan niat dari seorang muslim, bukan sebuah kewajiban.

b. Hadits:

عَنْ أَبِي رَافِعٍ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا ضَحَّى اشْتَرَى كَبْشَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، فَإِذَا صَلَّى وَخَطَبَ النَّاسَ أَتَى بِأَحَدِهِمَا وَهُوَ قَائِمٌ فِي مُصَلَّاهُ فَذَبَحَهُ بِنَفْسِهِ بِالْمُدْيَةِ، ثُمَّ يَقُولُ: ” اللهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعًا مِمَّنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلَاغِ “، ثُمَّ يُؤْتَى بِالْآخَرِ فَيَذْبَحُهُ بِنَفْسِهِ وَيَقُولُ: ” هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ “، فَيُطْعِمُهُمَا جَمِيعًا الْمَسَاكِينَ وَيَأْكُلُ هُوَ وَأَهْلُهُ مِنْهُمَا، فَمَكَثْنَا سِنِينَ لَيْسَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ يُضَحِّي قَدْ كَفَاهُ اللهُ الْمَئُونَةَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْغُرْمَ،

Dari Abu Rafi’ mawla Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam bahwasanya Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam jika menyembelih hewan kurban, beliau membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk dan putih. Jika beliau telah menunaikan shalat Idul Adha dan menyampaikan khutbah, beliau mendatangi salah seekor domba tersebut, beliau berdiri di tempat shalat dan menyembelihnya sendiri dengan sebilah pisau besar, lalu beliau berdoa: “Ya Allah, hewan kurban ini untuk seluruh umatku yang bersaksi atas keesaan-Mu dan bersaksi atas penyampaian risalah olehku (mengucapkan dua kalimat syahadat).”

Beliau lalu mendatangi domba lainnya dan menyembelihnya sendiri, lalu berdoa: “Ya Allah, hewan kurban ini untuk Muhammad dan keluarga Muhammad.” Beliau menyerahkan semua daging kedua domba tersebut kepada orang-orang miskin, beliau dan keluarga beliau juga ikut makan dari daging kedua domba tersebut. Maka selama bertahun-tahun tidak ada seorang pun dari Bani Hasyim (marga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam) yang menyembelih hewan kurban. Allah telah mencukupi Bani Hasyim dengan penyembelihan yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan (menghindarkan mereka dari) hutang.” (HR. Ahmad no. 27190, Al-Bazzar no. 3867, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir no. 920, 2/425 dan Al-Baihaqi no. 19009. Al-Hafizh Nuruddin al-haitsami berkata: Sanadnya hasan)

Hadits ini memiliki penguat dari riwayat Jabir bin Abdullah, Hudzaifah bin Asid, Abu Sa’id al-Khudri, Anas bin Malik dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.

c. Hadits:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَبَحَ يَوْمَ الْعِيدِ كَبْشَيْنِ، ثُمَّ قَالَ حِينَ وَجَّهَهُمَا: ” إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، حَنِيفًا مُسْلِمًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، بِسْمِ اللهِ، واللهُ أَكْبَرُ، اللهُمَّ مِنْكَ، وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ، وَأُمَّتِهِ “

Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari bahwasanya Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa salam menyembelih dua ekor domba pada hari raya, pada saat menghadapkan kedua domba itu ke arah kiblat untuk disembelih, beliau berdoa: “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Allah Yang menciptakan langit dan bumi, aku seorang yang beragama lurus dan muslim, dan aku bukan termasuk golongan musyrik. Sesungguhnya shalatku, penyembelihan hewan kurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah rabb seluruh alam. Tiada sekutu bagi-Nya, demikian itulah aku diperintahkan dan aku orang yang pertama berserah diri kepada-Nya. Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah, hewan sembelihan ini untuk-Mu semata dan milik-Mu semata, dari Muhammad dan umatnya.” (HR. Abu Daud no. 2795, Ibnu Majah no. 3121, Ahmad no. 15022, Ad-Darimi no. 1946, Ibnu Khuzaimah no. 2899, Al-Hakim no. 1716, Al-Baihaqi no. 19184 dan lain-lain. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanad ini bisa naik menjadi hasan)
d. Para ulama senior dari generasi sahabat yang sangat mengetahui sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam terkadang tidak menyembelih hewan kurban dengan tujuan masyarakat tidak salah menganggapnya sebagai kewajiban.

Dua orang khulafaur Rasyidin, Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu pernah tidak menyembelih hewan kurban karena khawatir masyarakat yang tidak tahu akan mengira hukum menyembelih hewan kurban itu wajib. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits:

عَنْ أَبِي سَرِيحَةَ الْغِفَارِيِّ، قَالَ: أَدْرَكْتُ أَبَا بَكْرٍ أَوْ رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا كَانَا لَا يُضَحِّيَانِ فِي بَعْضِ حَدِيثِهِمْ كَرَاهِيَةَ أَنْ يُقْتَدَى بِهِمَا. أَبُو سَرِيحَةَ الْغِفَارِيُّ هُوَ حُذَيْفَةُ بْنُ أُسَيْدٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Abu Sarihah al-Ghifari berkata: “Saya mendapati (atau saya melihat) Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyembelih hewan kurban pada sebagian tahun mereka karena tidak ingin jika keduanya (selalu menyembelih hewan kurban setiap tahun) dicontoh dalam hal itu.” Abu Sarihah al-Ghifari adalah Hudzaifah bin Asid, salah seorang sahabat radhiyallahu ‘anhu. (HR. Al-Baihaqi no. 19034)

Dalam riwayat yang lain:

لَقَدْ رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَمَا يُضَحِّيَانِ عَنْ أَهْلِهِمَا خَشْيَةَ أَنْ يُسْتَنَّ بِهِمَا

“Saya telah melihat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhu tidak menyembelih hewan kurban atas keluarganya karena khawatir jika keduanya (selalu menyembelih hewan kurban setiap tahun) dicontoh dalam hal itu.” (HR. Al-Baihaqi no. 19035)

Seorang sahabat veteran perang Badar, Abu Mas’ud Uqbah bin Amru al-Anshari radhiyallahu ‘anhu juga melakukan hal yang sama.

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَدَعَ الْأُضْحِيَّةَ وَإِنِّي لَمِنْ أَيْسَرِكُمْ؛ مَخَافَةَ أَنْ تَحْسَبَ النَّفْسُ أَنَّهَا عَلَيْهَا حَتْمٌ وَاجِبٌ

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amru al-Anshari berkata: “Saya sangat ingin tidak menyembelih hewan kurban, padahal saya termasuk orang yang paling lapang rizkinya di antara kalian, karena saya khawatir ada orang yang menyangka bahwa menyembelih hewan kurban itu kewajiban yang harus.” (HR. AbdurRazzaq no. 8148 dan Al-Baihaqi no. 19039)

Dalam lafal lain:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: إِنِّي لَأَدَعُ الْأَضْحَى وَإِنِّي لَمُوسِرٌ؛ مَخَافَةَ أَنْ يَرَى جِيرَانِي أَنَّهُ حَتْمٌ عَلَيَّ

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amru al-Anshari berkata: “Sesungguhnya saya tidak menyembelih hewan kurban, padahal saya orang yang lapang rizkinya, karena saya khawatir tetangga-tetangga saya menyangka bahwa menyembelih hewan kurban itu kewajiban yang harus saya lakukan.” (HR. al-Baihaqi no. 19038)

Imam Al-Baihaqi meriwayatkan hal serupa dari sahabat Bilal bin Rabbah, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhum

Kesimpulan

  1. Menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyriq disyariatkan berdasar dalil dari Al-Qur’an, as-sunnah dan ijma’ ulama.
  2. Menurut ulama yang menyatakan hukum menyembelih hewan kurban adalah wajib, orang yang memiliki kelapangan rizki namun tidak menyembelih hewan kurban adalah orang yang berdosa karena meninggalkan kewajiban agama.
  3. Menurut ulama yang menyatakan hukum menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah, orang yang memiliki kelapangan rizki namun tidak menyembelih hewan kurban adalah orang yang melakukan hal yang dibenci Allah dan Rasul-Nya (perkara makruh).
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhibalmajdi/arrahmah.com)

19 September 2013

Multi Level Marketing: Antara Halal dan Haram

Assalamualaikum wr wb.
Pak ustadz yang dirahmati Allah swt,
Saya ingin bertanya mengenai penjualan barang dengan sistim multilevel apakah dibolehkan dalam agama Islam?
Mengingat cara penjualannya yaitu kita mendapat laba dari posisi kita. Misalnya pertama kita jadi dealer dapat untung/ komisi 25%, dalam waktu misalnya 1 bulan, penjualan kita mencapai target dan merekrut anggota baru berart kita naik tingkat dan mendapat komisi 40%. Begitu seterusnya, sampai-2 bisa mendapat komisi lebih dari 50%. Berarti harga barang itu sebetulnya murah. Karena untuk komisi itulah jadi mahal.
Nah yang seperti itu boleh tidak, Pak
Wassalam,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Secara umum, mengambil keuntungan dalam sebuah mata rantai pemasaran tidak terlarang. Bahkan komisi itulah yang selama ini mendasari setiap bentuk pemasaran produk, mulai dari pabrik ke distributor, agen hingga ke tingkat pengecer.
Bedanya nyaris tidak ada, kecuali di dalam sistem MLM, semua pengecer, bahkan sampai tingkat konsumen selalu diiming-imingi untuk jadi stokis, agen, distributor atau lainnya.

Iming-iming?
Ya, kami lebih cenderung menyebutnya sebagai iming-iming, karena bentuknya memang rayuan. Kalau bisa menjual sekian dan sekian, maka anda akan naik levelnya menjadi level SIlver, Gold, Emeraldatau apalah istilahnya. Dan anda bisa segera pensiun dini, resain dari kantor dan menerima pasive income 100 juta tiap bulan.

Apa ini bukan iming-iming? Coba perhatikan lagi, kalau dapat sekian dan sekian, anda bisa tour keliling Eropa bahkan bisa punya kapal pesiar. Wow, tentu sangat menggiurkan sekaligus menyesatkan.

Karena seolah-olah, cukup dengan membeli lalu menjual benda-bendaitu, seseorang bisa begitu saja bisa tour keliling Eropa atau punya kapal pesiar. Padahal belum tentu yang punya produk sendiri belum tentu punya kapal pesiar.
Satu hal yang paling fatal dan seringkali kita kecolongan di dalam sistem MLM ini, bahkan yang mengaku paling syar’i sekalipun adalah masalah bohongnya.

Bohong?
Ya, bohong. Sebab para konsumen, bahkan yang paling cerdas sekalipun, seringkali harus kecele, mengira akan dapat komisi sekian dan sekian, eh tidak tahunya, cuma dapat secuil. Kecewa dan memalukan.

Maka perhatikanlah, berapa banyak jenis usaha pemasaran yang menggunakan sistem MLM yang bubar jalan, gulung tikar dan wassalam. Termasuk yang pakai embel-embel syariah.

Hukum Dasar MLM
Sebenarnya tidak ada yang salah dalam urusan transaksi, selama MLM itu bersih dari unsur terlarang sepertiriba, gharar, dharar dan jahalah.

MLM sendiri masuk dalam bab Muamalat, yang pada dasarnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.

Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.

Teliti Dan Ketahui Dengan Pasti
Maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang akan membuat anda jauth ke dalam hal yang diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan anda atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya dan seterusnya.

Sebaiknya anda harus yakin terlebih dahulu bahwa produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, baik zatnya maupun metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.

Legalisasi Syariah
Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustadz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.

Kepada pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan terlalu mudah dulu untuk mengatakan bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.

Hindari Produk Musuh Islam
Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara langsung atau pun tidak langsung. Bukan tidak mungkin ternyata perusahaan induknya malah menjadi donatur musuh Islam dan keuntungannya bisinis ini malah digunakan untuk MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya.

Meski pada dasarnya kita boleh bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau bekerjasama yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk musuh Islam di masa kini sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.

Jangan Sampai Berdusta
Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.

Dengan rumus hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun dini`. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.

Dan simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau ke mana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal -misalnya- ujung-ujungnya hanya jualan obat.

Kami tidak mengatakan bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.

Hati-hati Dengan Mengeksploitir Dalil
Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang tepat.

Misalnya bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang. Yang benar adalah beliau memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau adalah dari harta rampasan perang/ ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.

Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah bukanlah Up-linenya sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya.
Jadi jangan mentang-mentang yang diprospek itu umat Islam, atau ustadz yang punya banyak jamaah, atau tokoh yang berpengaruh, lalu dengan enak kita tancap gas tanpa memeriksa kembali dalil yang kita gunakan.

Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai/berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberi barang/jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian.

Jangan Sampai Kehilangan Kreatifitas Dan Produktifitas
MLM itu memang sering menjanjikan orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot keinginan dari sejumlah orang dengan sangat besar. Dan karena menggunakan sistem jaringan, memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual rupa-rupa produk.
Harus diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah industri, maka jangan sampai jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi loyo dan mati. Sebab di belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk secara massal.

Padahal umat ini butuh orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja yaitu: B E R J U A L A N produk sebuah industri.

Etika Penawaran
Salah satu hal yang paling `mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang di situlah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga di situlah titik yang menimbulkan masalah.

Biasanya para distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana. Misalnya seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil membuka pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.

Hanya saja karena kawan lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang distributor bisa bermasalah.
Atau suasana yang penting menjadi terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian berubah menjadi ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan kesempatan penting berubah jadi `pasar`. Tentu ini akan terasa mengganggu.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber : http://www3.eramuslim.com/ekonomi/multi-level-marketing-antara-halal-dan-haram.htm#.UjpLgCT-JMs

Halalkah Bisnis MLM dan Money Game?

Semua bisnis termasuk yang menggunakan sistem MLM dalam literatur syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori mu’amalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (Jual-beli) yang hukum asalnya dari aspek hukum jual-belinya secara prinsip boleh berdasarkan kaidah fiqih sebagaimana dikemukakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah “Pada dasarnya semua ibadah hukumnya haram kecuali kalau ada dalil yang memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum transaksi dan mu’amalah adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarangnya”. (Lihat I’lamul Muwaqi’in 1/344). Hal itu tentunya selama bisnis yang dilakukan memenuhi unsur syariah yaitu bebas dari unsur-unsur haram diantaranya;
  1. Riba (Transaksi Keuangan Berbasis Bunga); Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375)
  2. Gharar (Kontrak yang tidak Lengkap dan Jelas); Dari Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual beli gharar”. (HR. Muslim)
  3. Penipuan (Tadlis/Ghisy); Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Dawud 3435, Ibnu Majah 2224)
  4. Perjudian (Maysir atau Transaksi Spekulatif Tinggi yang tidak terkait dengan Produktifitas Riil); Firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah.” (QS. Al-Maidah: 90)
  5. Kedhaliman dan Eksploitatif (Dzulm). Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…” (QS. An-Nisaa:29)
  6. Barang/Jasa yang dijual adalah berunsur atau mengandung hal yang haram. Dari Ibnu ‘Abbas ra. berkata :”Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih)
(Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Zadul Ma’ad Imam Ibnul Qayyim 5/746, Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal. 191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, hal.60).
Allah SWT. berfirman: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.Al-Baaqarah:275), “Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.” (QS.Al-Maidah:2) Sabda Rasulullah saw: “Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (HR.al-Baihaqi dan Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka buka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim).
Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan mengenai status hukum halal-haram maupun status syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia) termasuk oleh klaim sepihak sebagai Perusahaan MLM Syari’ah karena harus ada penjamin syariah dan bukti atau sertifikat syariah atau kehalalannya yang dapat diperftanggungjawabkan seperti dari MUI, melainkan tergantung sejauh mana dalam praktek manajemen, sistem marketing, kegiatan operasionalnya serta barang/jasa yang dijualnya setelah melalui kajian dan penelitian sesuai syariah. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat lebih dari 200-an perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri yang menjadi dasar secara individual perusahaan MLM itu dinilai halal atau haram.
Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM, terus marak dan subur menjamur dan bertambah merebak lagi setelah adanya badai krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM yang memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarakan solusi bisnis pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat diantaranya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN, Propolis Gold, Kamyabi-Net, Persada Network, termasuk yang Saudara tanyakan Tianshi bahkan juga yang berkedok MLM padahal bisnis money game (penggandaan uang) yang akhirnya bangkrut seperti Gee Cosmos. Hal itu menunjukkan bahwa bisnis MLM banyak diminati banyak kalangan diantaranya mengingat jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa. Bayangkan kalau rata-rata minimal belanja perbulan Rp 10 ribu per jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp.2 trilyun perbulan.
Bisnis MLM ini dalam kajian fiqih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek; produk barang atau jasa yang dijual dan cara ataupun sistem penjualan dan pemasarannya (trading/marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram tergantung kandungannya apakah terdapat unsur maupun komposisi yang diharamkan secara syariah ataukah tidak, demikian halnya jasa yang dijual. Sebagai contoh adakah di dalamnya terkandung unsur babi, khamr, bangkai, darah, pornografi dan pornoaksi, kemaksiatan, perjudian. Lebih mudahnya sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertivikasi halal dari LP-POM MUI, maupun sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Halal dari Negara Lain yang diakreditasi oleh LP-POM MUI seperti The Islamic Food and Nutrition of America (IFANCA), meskipun produk yang belum disertivikasi halal memang belum tentu haram tergantung pada kandungannya.
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang tetapi juga produk jasa yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqih disebut “Samsarah/simsar” ialah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, vol. III/159)
Kemunculan trend strategi pemasaran di dunia bisnis modern berupa multi level marketing memang sangat menguntungkan pengusaha dengan adanya penghematan biaya (minimizing cots) dalam iklan, promosi dan lainnya. Di samping menguntungkan para distributor sebagai simsar (makelar/broker/mitrakerja/agen/distributor) yang ingin bekerja secara mandiri dan bebas.
Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan sebagainya dalam fiqih Islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama seperti Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim, memandang boleh jasa ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat disamping persyaratan diatas, antara lain sebagai berikut: 1. Perjanjian jelas kedua belah pihak (QS. An-Nisa: 29) 2. Obyek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan. 3. Obyek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram.
Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (yang tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya, sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. (QS. Al-A’raf: 85), sesuai dengan hadits Nabi: “Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Tabrani). Tiga orang yang menjadi musuh Rasulullah di hari Qiyamat diantaranya “seseorang yang memakai jasa orang, kemudian menunaikan tugas pekerjaannya tetapi orang itu tidak menepati pembayaran upahnya.” (HR. Bukhari).
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu.” (QS. Al-Maidah:1) dan juga hadits Nabi: “orang-orang Islam itu terikat dengan perjanjian-perjanjian mereka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Abu Hurairah). Bila terdapat unsur dzulm (kezaliman) dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah ia lakukan maka bisnis MLM tersebut tidak benar.
Dalam menjalankan bisnis dengan sistem MLM perlu mewaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul sehingga membahayakan kepribadian diantaranya: obsesi yang berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu karena terpacu oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang kadang mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan bisnis, banyak yang keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu singkat, sistem ini akan memperlakukan seseorang (mitranya) berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang mereka capai yang pada akhirnya dapat mengkndisikan seseorang berjiwa materialis dan melupakan tujuan asasinya untuk dekat kepada Allah didunia dan akherat. (QS. Al-Qashash: 77 dan Al-Muthaffifin: 26).
IFANCA telah mengeluarkan edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama. Dalam edarannya IFANCA mengingatkan umat Islam untuk meneliti dahulu kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun menggunakannya yaitu dengan mengkaji aspek:
  1. Marketing Plan-nya, apakah ada unssur skema piramida atau tidak. Kalau ada unsur piamida yaitu distributor yang lebih duluan masuk selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan down line dibawahnya, maka hukumnya haram.
  2. Apakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak kontriversinya.
  3. Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak, dan apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.
  4. Apabila perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting ataupun hanya sebagai kedok atau kamuflase, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.
  5. Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian.
Selain kriteria penilaian di atas perlu diperhatikan pula hal-hal berikut:
  1. Transparansi penjualan dan pembagian bonus serta komisis penjualan, disamping pembukuan yang menyangkut perpajakan dan perkembangan networking atau jaringan dan level, melalui laporan otomatis secara periodik.
  2. Penegasan niat dan tujuan bisnis MLM sebagai sarana penjualan langsung produk barang ataupun jasa yang bermanfaat, dan bukan permainan uang (money game).
  3. Meyakinkan kehalalan produk yang menjadi objek transaksi riil (underlying transaction) dan tidak mendorong kepada kehidupan boros, hedonis, dan membahayakan eksistensi produk domestik terutama MLM produk asing.
  4. Tidak adanya excessive mark up (ghubn fakhisy) atas harga produk yang dijeluabelikan di atas covering biaya promosi dan marketing konvensional.
  5. Harga barang dan bonus (komisi) penjualan diketahui secara jelas sejak awal dan dipastikan kebenarannya saat transaksi.
  6. Tidak adanya eksploitasi pada jenjang manapun antar distributor aataupun antara produsen dan distributor, terutama dalam pembagian bonus yang merupakan cerminan hasil usaha masing-masing anggota.
Mengenai beberapa bisnis yang memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih meragukan (syubhat) ataupun yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legalitas formal, pertanggung jawaban, tidak terbebasnya dari unsur-unsur haram seperti; riba (permainan bunga ataupun penggandaan uang), dzulm dan ghoror (merugikan nasabah dengan money game), maysir (perjudian), seperti kasus New Era 21, BMA, Solusi Centre, PT BUS (Republika, 25/7/1999, Adil, No.42 21-27 Juli 1999) sebaiknya ditinggalkan mengingat pesan Rasulullah saw: “Janganlah kalian membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni), “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat di mana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa yang jatuh pada syubhat berarti telah jatuh pada yang haram.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib ra.: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang tidak meragukan.” HR Tirmidzi dan Nasai).
Untuk lebih memudahkan dalam mengetahui status kehalalan atau kesyariahan perusahaan MLM, dapat diketahui bahwa sampai posisi sekarang ini (Oktober 2008), perusahaan yang telah terdaftar sebagai MLM syariah dan mendapatkan sertifikat bisnis syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI sekaligus mendapatkan jaminan kesesuaian syariah dalam produk dan kegiatan operasional bisnisnya dari MUI yang diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah baru tiga perusahaan, yaitu; 1. PT Ahad-Net Internasional, 2. PT Usahajaya Ficooprasional (UFO), 3. PT Exer Indonesia.
Selain itu perlu kiranya dicermati beberapa isu syariah pada bisinis MLM diantaranya sebagaimana yang disoroti oleh MUI DKI dalam Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa MUI DKI Jakarta (hal: 288) adalah;
  1. Barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem MLM menggunakan harga yang jauh lebih tinggi dari harga wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagi sharing modal dalam akad syirkah (kemitraan) mengingat pembeli sekaligus akan menjadi member perusahaan yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapat keuntungan estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM juga mengandung unsur kesamaran atau penipuan karena terjadi kekaburan antara akad jual beli, syirkah dan mudharabah, karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai pekerja yang memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli atau member baru.
  2. Jika calon anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar uang tertentu, dengan ketentuan dia harus membeli produk perusahaan baik untuk dijual lagi atau tidak dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus. Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut maka keanggotaannya akan dicabut dan uangnya pun hangus. Hal ini diharamkan karena mengandung unsur gharar yang sangat jelas dan kedzaliman terhadap anggota.
  3. Jika calon anggota mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk membeli atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota baru dengan cara seperti diatas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini merupakan salah satu transkasi berbasis riba karena menaruh uang diperusahaan tersebut kemudian mendapatkan hasil yang lebih banyak semacam money game. Sebagaimana kasus perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring dana dari masyarakat untuk menanamkan modal disitu dengan janji akan diberikan bunga dan bonus dari modalnya dengan memutarnya diantaranya pada investasi ribawi seperti deposito perbankan konvenisonal. Ini jelas hukumnya haram karena mengandung unsur riba.
Sebagai catatan akhir dalam rangka pertimbangan memasuki bisnis MLM sekaligus sebagai filter teknis agar tidak terjebak kepada pola MLM konvensional yang tidak meneerapkan system syariah sebagian kadang melakukan praktik eksploitatif yang tidak adil melalui skema sistem piramida marketing, saya merasa perlu menyampikan fenomena penyesatan intelektual kalau tidak dikatakan sebagai kebohongan dalam kampanye dan propaganda MLM konvensional sebagaimana 10 catatan yang ditulis oleh Robert L. Fitzpatrick dan Joyce K. Reynolds dalam bukunya False Profits: Seeking Financial and Spiritual Deliverance in Multi-Level Marketing and Pyramid Schemes, Herald Press Charlotte) sebagai berikut:
Pertama: MLM dikenalkan sebagai bisnis yang menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan banyak uang dibandingkan dengan bisnis lain maupun pekerjaan lain. Perlu dipelajari lebih lanjut bahwa bagi hampir semua orang yang menanamkan uang, MLM berakhir dengan hilangnya uang. Kurang dari 1% distributor MLM mendapatkan laba dan mereka yang mendapatkan pendapatan seumur hidup dalam bisnis ini persentasenya jauh lebih kecil lagi. Cara pemasaran dan penjualan yang tidak lazim menjadi penyebab utama kegagalan ini. Namun, kalau toh bisnis ini lebih berkelayakan, perhitungan matematis pasti akan membatasi terjadinya peluang sukses tersebut. Tipe struktur bisnis MLM hanya dapat menopang sejumlah kecil pemenang. Jika seseorang memerlukan downline sejumlah 1000 orang agar dia memperoleh pendapatan seumur hidup, maka 1000 orang downline tadi akan memerlukan sejuta orang untuk bisa memperoleh kesempatan yang sama. Jadi, berapa orang yang secara realistis bisa diajak bergabung? Banyak hal yang tampak sebagai pertumbuhan pada kenyataannya adalah pengorbanan distributor baru secara terus-menerus. Uang yang masuk ke kantong elite pemenang berasal dari pendaftaran para pecundang. Dengan tidak adanya batasan jumlah distributor di suatu daerah dan tidak ada evaluasi tentang potensi pasar, sistem ini dari dalamnya sudah tidak stabil.
Kedua: Jejaring (network) marketing (pemasaran mengandalkan jaringan) dikenalkan sebagai cara baru yang paling populer dan efektif untuk membawa produk ke pasar. Konsumen menyukai membeli produk dengan cara door-to-door. Perlu diperhatikan jika anda mengikuti aktivitas andalan MLM berupa penjualan keanggotaan secara terus-menerus dan mengamati hukum dasarnya, yakni penjualan eceran satu-satu ke konsumen, anda akan menemukan sistem penjualan yang tidak produktif dan tidak praktis. Penjualan eceran satu-satu ke konsumen merupakan cara kuno, bukan trend masa depan. Penjualan secara langsung satu-satu ke teman atau saudara menuntut seseorang untuk mengubah kebiasaan belanjanya secara drastis. Dengan demikian, seseorang mendapatkan pilihan terbatas, kerap kali membayar lebih mahal untuk sebuah produk, membeli dengan tidak nyaman, dan dengan kagok mengadakan transaksi bisnis dengan teman dekat atau saudara. Ketidak-layakan penjualan door-to-door inilah yang menjadi alasan kenapa pada kenyataannya MLM merupakan bisnis yang terus-terusan menjual kesempatan menjadi distributor.
Ketiga: Di suatu saat kelak, semua produk diklaim akan dijual dengan model MLM. Para pengecer, mall, katalog, dan sebagian besar pengiklanan akan mati karena MLM. Perlu dicamkan bahwa kurang dari 1% dari keseluruhan penjualan dilakukan melalui MLM dan banyak volume dari penjualan ini terjadi karena pembelian oleh para distributor baru yang sebenarnya membayar biaya pendaftaran untuk sebuah bisnis yang selanjutnya akan dia tinggalkan. MLM tidak akan menggantikan cara-cara pemasaran yang sekarang ada. MLM sama sekali tidak bias menyaingi cara-cara pemasaran yang lain. Namun yang lebih pasti, MLM melambangkan program investasi baru yang meminjam istilah pemasaran dan produk. Produk MLM yang sesungguhnya adalah keanggotaan (menjadi distributor) yang dijual dengan cara menyesatkan dan membesar-besarkan janji mengenai pendapatan. Orang membeli produk guna menjaga posisinya pada sebuah piramid penjualan. Pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa anda dapat menjadi kaya, jika bukan karena usaha keras anda sendiri maka kekayaan itu berasal dari seseorang yang tidak anda kenal yang mungkin akan bergabung dengan downline anda, atau istilah orang MLM "big fish". Pertumbuhan MLM adalah perwujudan bukan dari nilai tambahnya terhadap ekonomi, konsumen, maupun distributor, namun lebih merupakan perwujudan dari tingginya ketakutan ekonomi dan perasaan tidak aman serta meningkatnya impian untuk menjadi kaya dengan mudah dan cepat. MLM tumbuh dengan cara yang sama dengan tumbuhnya perjudian dan lotere.
Keempat: MLM dinilai sebagai gaya hidup baru yang menawarkan kebahagiaan dan kepuasan. MLM merupakan cara untuk mendapatkan segala kebaikan dalam hidup. Perlu diperhatikan lagi bahwa daya tarik paling menyolok dari industri MLM sebagaimana yang disampaikan lewat iklan dan presentasi penarikan anggota baru adalah ciri materialismenya. Perusahaan-perusahaan besar Fortune 100 akan tumbang sebagai akibat dari janji-janji kekayaan dan kemewahan yang disodorkan oleh penjaja MLM. Janji-janji ini disajikan sebagai tiket menuju kepuasan diri. Pesona MLM yang berlebihan mengenai kekayaan dan kemewahan bertentangan dengan aspirasi sebagian besar manusia berkaitan dengan karya yang bernilai dan memberikan kepuasan untuk sesuatu yang menjadi bakat dan minatnya. Singkatnya, budaya bisnis MLM membelokkan banyak orang dari nilai-nilai pribadinya dan membelokkan aspirasi seseorang untuk mengekspresikan bakatnya.
Kelima: MLM sering mendeklarasikan dirinya sebagai adalah gerakan spiritual dalam bisnis. Perlu mendapatkan pencerahan lebih lanjut bahwa peminjaman konsep spiritual (kerohanian) maupun emosional seperti kesadaran akan kemakmuran dan visualisasi kreatif untuk mengiklankan keanggotaan MLM, penggunaan kata-kata seperti "komunitas" dan “kekeluargaan” untuk menggambarkan kelompok penjualan, dan klaim bahwa MLM merupakan pelaksanaan prinsip-prinsip agama adalah penyesatan besar dari ajaran-ajaran rohani sekalipun menurut penulis buku ini dikaitkan dengan kristiani dan injil. Mereka yang memusatkan harapan dan impiannya pada kekayaan dalam doa-doanya jelas kehilangan pandangan akan spiritualitas murni sebagaimana yang diajarkan oleh semua agama yang dianut umat manusia. Penyalahgunaan ajaran-ajaran spiritual ini pastilah pertanda bahwa penawaran investasi MLM merupakan penyesatan. Jika sebuah produk dikemas dengan bendera atau agama tertentu, waspadalah! "Komunitas", ”kekeluargaan” dan "dukungan" yang ditawarkan oleh organisasi MLM kepada anggota baru semata-mata didasarkan pada belanjanya. Jika pembelanjaan dan pendaftarannya menurun, maka menurun pula tingkat keterlibatannya dalam "komunitas" tersebut.
Keenam: Sukses dalam MLM itu diklaim mudah dan semua teman dan saudara harus dijadikan prospek. Mereka yang mencintai dan mendukung anda akan menjadi konsumen anda seumur hidup. Perlu dicamkan kembali bahwa komersialisasi ikatan keluarga dan persahabatan yang diperlukan bagi jalannya MLM adalah unsur penghancur dalam masyarakat dan sangat tidak sehat bagi mereka yang terlibat. Mencari keuntungan dengan memanfaatkan ikatan keluarga dan kesetiakawanan sahabat akan menghancurkan jiwa sosial seseorang. Kegiatan MLM menekankan pada hubungan yang mungkin tidak akan bisa mengembalikan pertalian yang didasarkan atas cinta, kesetiaan, dan dukungan. Selain dari sifatnya yang menghancurkan, pengalaman menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali orang yang menyukai atau menghargai suasana dirayu oleh teman atau saudara untuk membeli produk.
Ketujuh: Anda dimotivasi untuk dapat melakukan MLM di waktu luang sesuai kontrol anda sendiri karena sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain. Perlu dipikirkan kembali bahwa pengalaman puluhan tahun yang melibatkan jutaan manusia telah menunjukkan bahwa mencari uang lewat MLM menuntut pengorbanan waktu yang luar biasa serta ketrampilan dan ketabahan yang tinggi. Selain dari kerja keras dan bakat, MLM juga jelas-jelas menggerogoti lebih banyak wilayah kehidupan pribadi dan lebih banyak waktu. Dalam MLM, semua orang dianggap prospek. Setiap waktu di luar tidur adalah potensi untuk memasarkan. Tidak ada batas untuk tempat, orang, maupun waktu. Akibatnya, tidak ada lagi tempat bebas atau waktu luang begitu seseorang bergabung dengan MLM. Dibalik selubung mendapatkan uang secara mandiri dan dilakukan di waktu luang, sistem MLM akhirnya mengendalikan dan mendominasi kehidupan seseorang dan menuntut penyesuaian yang ketat pada program-programnya. Inilah yang menjadi penyebab utama mengapa begitu banyak orang tenggelam begitu dalam dan akhirnya menjadi tergantung sepenuhnya kepada MLM. Mereka menjadi terasing dan meninggalkan cara interaksi yang lain.
Kedelapan: MLM dianggap bisnis baru yang positif dan suportif mendukung yang memperkuat jiwa manusia dan kebebasan pribadi. Perlu dicamkan kembali bahwa MLM sebagian besar berjalan karena adanya ketakutan. Cara perekrutan selalu menyebutkan ramalan akan runtuhnya model-model distribusi yang lain, runtuhnya kekokohan ekonomi Amerika, dan sedikitnya kesempatan di bidang lain (profesi atau jasa). Profesi, perdagangan, dan usaha konvensional terus-menerus dikecilkan artinya dan diremehkan karena tidak menjanjikan "penghasilan tak terbatas". Menjadi karyawan adalah sama dengan perbudakan bagi mereka yang "kalah". MLM dinyatakan sebagai tumpuan terbaik terakhir bagi banyak orang. Pendekatan ini, selain menyesatkan kerapkali juga menimbulkan dampak menurunkan semangat bagi orang yang ingin meraih kesuksesan sesuai visinya sendiri tentang sukses dan kebahagiaan. Sebuah bisnis yang sehat tidak akan menunjukkan keunggulannya dengan menyajikan ramalan-ramalan buruk dan peringatan-peringatan menakutkan.
Kesembilan: MLM merupakan pilihan terbaik untuk memiliki bisnis sendiri dan mendapatkan kemandirian ekonomi yang nyata. Perlu dipertimbangkan kembali secara masak bahwa MLM bukanlah self-employment (usaha mempekerjakan sendiri) yang sejati. "Memiliki" keanggotaan distributor MLM hanyalah ilusi. Beberapa perusahaan MLM melarang anggotanya memiliki keanggotaan MLM lain. Hampir semua kontrak MLM memungkinkan dilakukannya pemutusan keanggotaan dengan gampang dan cepat. Selain dari putus kontrak, downline dapat diambil alih dengan berbagai alasan. Keikutsertaan dalam MLM menuntut orang untuk meniru model yang ada secara ketat, bukannya kemandirian dan individualitas. Distributor MLM bukanlah pengusaha (enterpreneur), namun hanya pengikut pada sebuah sistem hirarki yang rumit di mana mereka hanya punya sedikit kendali.
Kesepuluh: MLM sering menolak dianggap sebagai program piramid karena adanya produk (barang) yang dijual dan bukan money game. Perlu diamati bahwa penjualan produk sama sekali bukan penangkal bagi MLM untuk lolos dari undang-undang anti program piramid, juga bukan jawaban atas tuduhan tentang praktek perdagangan yang tidak sehat (unfair) sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang negara bagian maupun federal di Amerika. MLM bisa menjadi bisnis yang legal jika sudah memenuhi prasyarat tertentu yang sudah ditetapkan oleh FTC (Federal Trade Commission) dan Jaksa Agung negara bagian. Banyak MLM jelas-jelas melanggar ketentuan tersebut dan sementara ini tetap beroperasi karena belum ada yang menuntut. Hal ini juga merupakan potensi moral hazard yang dapat terjadi di Indonesia. Di Amerika contohnya, pengadilan sempat menetapkan angka 70% untuk menentukan legalitas MLM. Maksudnya, minimal 70% produk yang dijual MLM harus dibeli oleh konsumen non-distributor. Ketentuan ini tentu saja akan membuat hampir semua MLM masuk kategori melanggar hukum. Para pelaksana MLM terbesar mengakui bahwa mereka hanya menjual 18% produknya ke non-distributor.
Bisnis MLM tumbuh dan perusahan-perusahaan MLM pun bermunculan. Kegiatan penarikan anggota ada di mana-mana. Akibatnya, terkesan seolah-olah bisnis ini merupakan gelombang bisnis masa depan, model bisnis yang sedang mendapatkan momentum, semakin banyak diterima dan diakui secara legal, dan sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para penggagasnya, MLM akan menggantikan sebagian besar model pemasaran dan penjualan jenis lain. Banyak orang menjadi percaya dengan pengakuan bahwa keberhasilan dapat diperoleh siapa saja yang secara setia mengikuti sistem ini dan menerapkan metode-metodenya, dan bahwa pada akhirnya semua orang akan menjadi distributor MLM.
Dengan pengalaman penulis buku ini selama 14 tahun di bidang konsultan korporat untuk bidang distribusi dan setelah lebih dari 6 tahun melakukan riset dan menulis mengenai MLM, berhasil mengumpulkan informasi, fakta, dan masukan-masukan yang menunjukkan bahwa bisnis MLM pada dasarnya adalah bentuk lain dari kebohongan pasar bebas. Hal ini bisa dianalogikan dengan menyebut pembelian tiket lotere sebagai "usaha bisnis" dan memenangkan hadiahnya sebagai " pendapatan seumur hidup bagi siapa saja". Validitas pernyataan industri MLM tentang potensi pendapatan si distributor, penjelasannya yang mengagumkan tentang model bisnis jaringan, dan pengakuannya tentang penguasaan dalam distribusi produk adalah persis seperti validitas penampakan makhluk luar angkasa ET.
Pada realitas kebanyakan, prestasi ekonomi MLM seringnya dibayar dengan angka kegagalan yang tinggi dan kerugian finansial bagi jutaan orang yang mencoba membeli ataupun bergabung sebagai distributor. Struktur MLM, di mana posisi pada rantai penjualan yang tak berujung dicapai dengan cara menjual atau membeli barang, secara matematis tidak bisa dipertahankan. Juga, system MLM yang memungkinkan direkrutnya distributor dalam jumlah tak terbatas dalam suatu kawasan pemasaran jelas-jelas tidak stabil. Bisnis inti MLM, yakni penjualan langsung, berlawanan dengan trend dalam teknologi komunikasi yakni distribusi yang cost-effective (berbiaya rendah), dan ketertarikan membeli pada pihak konsumen. Kegiatan penjualan secara eceran dalam MLM pada kenyataannya merupakan topeng dari bisnis utamanya, yaitu menggaet pemilik uang (investor) ke dalam organisasi pyramid yang menjanjikan pertumbuhan pendapatan yang berlipat-ganda.
Sebagaimana pada semua program piramid, pendapatan para distributor di posisi puncak dan keuntungan para perusahaan pemberi sponsor berasal dari masuknya para investor (penanam uang) baru secara terus-menerus di tingkat bawah. Jika dilihat secara kasar dari segi keuntungan perusahaan dan kekayaan kelompok elite di posisi puncak, model MLM akan tampak seolah-olah tidak akan ada matinya bagi para mitra bisnis, persis seperti program pyramid sebelum akhirnya tumbang atau dituntut oleh pihak berwenang.
Konstituen atau penopang utama industri MLM bukanlah publik konsumen namun para penanam uang yang menaruh harapan. Pasar bagi para penanam uang ini tumbuh subur di saat-saat terjadinya perubahan ekonomi, globalisasi, dan PHK karyawan, seperti pada momentum krisis keuangan. Janji-janji tentang perolehan financial dengan mudah serta kaitan antara kekayaan dengan kebahagiaan tertinggi juga berperan besar dalam kondisi pasar ini. Karenanya, arah pemasaran MLM ditujukan terutama kepada calon (prospek) distributor, bukannya berupa promosi produk ke para pembeli. Produk MLM yang sesungguhnya bukanlah jasa, vitamin, nutrisi, krim kulit, alat kesehatan dan produk konsumsi lainnya, namun sesungguhnya program investasi bagi para distributor yang secara seringnya menyesatkan digambarkan dengan pendapatan tinggi, lompatan ekonomi keluarga, penggunaan waktu sedikit, modal kecil, dan sukses dalam waktu singkat serta mandiri.
Karena pelanggaran syariah pada sistem MLM konvensional itulah, Saudi Arabia mengharamkan MLM yang tertuang dalam Fatwa Lajnah Daimah Saudi nomor 22935 demikian halnya Majma’ Fiqh (Lembaga Fikih) Sudan dalam keputusan rapat nomor 3/23 tertanggal 17 Rabiul Akhir 1424/17 Juni 2003, sepakat mengharamkan jenis jual beli dengan sistem MLM.
Selain itu, perlu juga diketahui juga ciri-ciri bisnis money game yang jelas haram yang seringnya berkedok MLM. Perlu diingat bahwa bisnis yang hanya mengandalkan perekrutan saja seperti itu (tanpa ada produk yang dijual) disebut Bisnis Piramid. Kadang-kadang, bisnis piramid ini disebut juga Bisnis Money Game. Di Indonesia, bisnis ini lazim disebut Bisnis Penggandaan Uang. Dari beberapa sumber diantaranya APLI sebagaimana juga dikemukakan konsultan financial planner (Safir Senduk; 2008) dapat diketahui ciri-ciri bisnis yang dapat diindikasikan sebagai bisnis Money Game sebagai berikut:
  1. Perusahaan yang mengadakan bisnis itu biasanya mengatakan bahwa bisnisnya adalah bisnis MLM. Penggunaan istilah MLM oleh perusahaan money game biasanya adalah karena mereka tidak ingin bisnis orang jadi malas bergabung jika mereka terang-terangan menyebut nama money game. Karena itu mereka biasanya menyebut dirinya MLM, walaupun nama mereka tidak tercantum dalam APLI (APLI adalah singkatan dari Asosiasi Penjual Langsung Indonesia, sebuah asosiasi yang salah satu fungsinya adalah menyaring mana perusahaan yang betul-betul berbisnis penjualan langsung, entah itu dengan menggunakan sistem MLM atau tidak).
  2. Anda akan diminta membayar sejumlah dana yang cukup besar hanya untuk mendaftar saja. Jumlahnya bervariasi, tapi minimal biasanya sekitar Rp 400 ribuan. Jumlah itu sebetulnya bisa dianggap cukup besar, mengingat Perusahaan MLM yang sejati biasanya hanya meminta biaya pendaftaran yang besarnya biasanya tidak sampai Rp 150 ribuan (itu pun tidak termasuk produk). Rendahnya biaya pendaftaran pada perusahaan MLM adalah agar semua orang bisa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa bergabung. Sedangkan pada perusahaan money game, tingginya biaya pendaftaran yang diminta adalah karena mereka harus membayar bonus penghasilan bagi orang-orang di atas Anda yang sudah lebih dulu bergabung.
  3. Pada Perusahaan MLM sejati, biaya pendaftaran biasanya harus bisa dijangkau, karena bonus penghasilan yang akan dibayarkan hanya akan dibebankan pada produk yang terjual saja, bukan dari biaya pendaftaran.
  4. Bisnis money game biasanya tidak memiliki produk untuk dijual kepada konsumen. Padahal ini sebetulnya merupakan faktor kunci dari sebuah bisnis MLM yang sejati. Karena itulah, agar bisa terlihat sebagai sebuah MLM, beberapa perusahaan money game biasanya lalu membuat produk untuk bisa dijual. Namun seringkali yang ada adalah bahwa produk yang dijual tersebut memiliki kualitas dan mutu yang biasa-biasa saja kalau tidak mau disebut asal-asalan. Pada Perusahaan MLM, harus ada produk yang dijual (entah itu berupa barang atau jasa), dan produk tersebut haruslah memiliki kualitas yang cukup baik agar bisa bersaing di pasar. Faktor produk ini sebetulnya juga merupakan faktor kunci dari sebuah perusahaan untuk bisa disebut sebagai sebuah MLM atau tidak. Kalau bisnis yang ditawarkan tersebut tidak memiliki produk, atau mutu produknya asal-asalan saja, sulit disebut sebagai bisnis MLM. Itu jelas money game.
  5. Bisnis money game seringkali hanya menguntungkan orang orang yang pertama bergabung. Sedangkan orang-orang yang bergabung belakangan seringkali cuma ’ketiban pulung’, entah itu perusahaannya bangkrut, lari atau ditutup, atau karena orang yang bergabung belakangan seringkali tidak bisa memiliki penghasilan yang lebih besar daripada orang yang bergabung lebih dulu.
Karena itulah bisnis seperti itu juga disebut Bisnis Piramida. Kalau di Perusahaan MLM yang sejati, walaupun Anda bergabung belakangan, Anda bisa punya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar daripada orang-orang di atas Anda yang sudah bergabung lebih dahulu. Sekarang tinggal keputusan Anda apakah akan bergabung dengan bisnis money game yang ditawarkan kepada Anda atau tidak. Sayangnya, di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang bisnis seperti itu dan ketegasan sanksi kecuali terkenai pasal umum tentang penipuan dan penggelapan dan KUHPidana, sehingga pada akhirnya masyarakat pulalah yang harus menaggung sendiri risiko kerugian dan penipuan tersebut oleh perusahaan yang mengaku MLM yang tidak bertanggungjawab.
Dengan demikian, Perusahaan MLM Tiansi yang Saudara tanyakan yang konon produk yang dijualnya berasal dari China belum termasuk dalam daftar MLM Syariah sehingga tidak dijamin kehalalannya. Disamping itu, semua produknya harus mendapatkan sertifikat Halal MUI untuk dipastikan kehalalan bisnis MLMnya.
Wallahu A’lam. Wabillahit Taufiq wal Hidayah
Al-Ustadz Setiawan Budi Utomo
Sumber : http://www3.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/halalkah-mlm.htm#.UjpETyT-JMt 

Mohon Maaf

Assalamu'alaykum, Di hari yang mulia ini Di hari yang telah lalu dan yang akan datang Mohon maaf atas segala salah dan khilaf Mohon maaf...