22 Juni 2012

Memahami Kalimat Syahadat

Kalimat syahadatain adalah kalimat yang tidak asing lagi bagi umat Islam. Kita senantiasa menyebutnya setiap hari, misalnya ketika shalat dan azan. Kalimat syahadatain sering diucapkan oleh umat Islam dalam pelbagai keadaan. Kita menghafal kalimat syahadah dan dapat menyebutnya dengan fasih. Namun, demikian sejauh manakah makna kalimat ini dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari kaum Islam?
Pertanyaan tersebut perlu dijawab dengan realitas yang ada. Tingkah laku umat Islam yang terpengaruh dengan budaya jahiliyah atau cara hidup Barat, memberi gambaran bahwa syahadah tidak cukup memberi pengaruh. Terbukti tidak sedikit dari umat Islam yang masih melakukan perkara-perkara yang dilarang Allah dan meninggalkan perintah-Nya, memberi kesetiaan bukan kepada kaum muslimin, atau tidak mensyukuri sesuatu yang diberikan kepada mereka. Itu adalah contoh dari wujud seseorang yang tidak memahami syahadah yang dibacanya dan tidak mengerti makna yang sebenarnya dari syahadah.
Kalimat syahadah merupakan asas utama dan landasan penting bagi rukun Islam. Tanpa syahadah, rukun Islam lainnya akan runtuh. Begitu juga dengan rukun iman. Tegaknya syahadah dalam kehidupan individu akan menegakkan ibadah dan dien dalam hidup kita. Dengan syahadatain terwujudlah sikap ruhani yang akan memberikan motivasi kepada tingkah laku jasmaniah dan akal pikiran, serta memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.
Tegaknya Islam mesti didahului oleh tegaknya rukun Islam; dan tegaknya rukun Islam mesti didahului oleh tegaknya syahadah. Rasulullah saw. mengisyaratkan bahwa Islam itu bagaikan sebuah bangunan. Untuk berdirinya bangunan Islam itu harus ditopang oleh 5 (lima) tiang pokok, yaitu syahadatain, shalat, saum, zakat, dan haji ke Baitulllah.
Di zaman Nabi saw., kalangan masyarakat Arab memahami betul makna syahadatain ini. Terbukti dalam suatu peristiwa dimana Nabi saw. mengumpulkan para pemimpin Quraisy dari kalangan Bani Hasyim, Nabi saw. bersabda, “Wahai saudara-saudara, maukah kalian aku beri satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab?” Kemudian Abu Jahal menjawab, “Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku.” Kemudian Nabi saw. bersabda, “Ucapkanlah laa ilaha illa Allah dan Muhammad Rasulullah.” Abu Jahal pun menjawab, “Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.”
Penolakan Abu Jahal kepada kalimat ini bukan karena dia tidak paham akan makna dari kalimat itu. Justru sebaliknya. Dia tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat, dan patuh kepada Allah swt. saja Dia sadar betul jika ia bersikap seperti itu, maka semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Penerimaan syahadah bermakna menerima semua aturan dan segala akibatnya. Penerimaan inilah yang sulit bagi kaum jahiliyah untuk mengaplikasikan syahadah.
Sebenarnya, apabila mereka memahami bahwa loyalitas kepada Allah itu juga akan menambah kekuatan bagi diri mereka. Mereka yang beriman semakin dihormati dan semakin dihargai. Mereka yang memiliki kemampuan dan ilmu akan mendapatkan kedudukan yang sama apabila ia sebagai muslim (Abu Jahal adalah tokoh di kalangan Arab jahiliyah dan ia memiliki banyak potensi, diantaranya ia sebagai Abu Amr (ahli hukum). Setiap individu yang bersyahadah, maka ia menjadi khalifatullah fil Ardhi.
Kalimat syahadah mesti dipahami dengan benar karena di dalamnya terdapat makna yang sangat tinggi. Dengan syahadah, kehidupan kita akan dijamin bahagia di dunia ataupun di akhirat. Syahadah sebagai kunci kehidupan dan tiang dien (agama Islam). Oleh karena itu, marilah kita bersama memahami syahadatain ini.

Syahadat adalah Pintu Masuk ke dalam Islam
Sahnya iman seseorang adalah dengan menyebutkan syahadatain. Kesempurnaan iman seseorang bergantung kepada pemahaman dan pengamalan syahadatain. Syahadatain membedakan manusia kepada muslim dan kafir. Pada dasarnya setiap manusia telah bersyahadah Rububiyah di alam arwah, tetapi ini saja belum cukup. Untuk menjadi muslim, mereka harus bersyahadah Uluhiyah dan syahadah Risalah di dunia.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
Rasulullah bersabda kepada Muadz bin Jabal saat mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan datang kepada kaum ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka lima shalat setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta mereka dan waspadalah terhadap doanya orang yang dizalimi, sebab antaranya dan Allah tidak ada dinding pembatas.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berikut ini pernyataan Rasulullah saw. tentang misi Laa ilaha illallah dan kewajiban manusia untuk menerimanya.
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, terperiharalah darah dan harta benda mereka kecuali dengan haknya, sedangkan hisab mereka kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pentingnya mengerti, memahami, dan melaksanakan syahadatain. Manusia berdosa akibat melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” [QS. Muhammad (47): 19].
Kalimat “dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” menunjukan bahwa ketidakkonsistenan sikap seseorang dengan pernyataan tauhidnya (Laa ilaaha illallah) adalah perbuatan dosa. Karena pernyataan tersebut pada hakikatnya adalah pernyataan ikrar kecintaan, ketaatan, dan rasa takut hanya kepada Allah semata. Maka, bila seseorang muslim tidak menunaikan shalat, tidak menutup aurat, dan atau terlibat dalam pergaulan bebas antar lawan jenis, hal itu merupakan sikap tidak konsisten dengan pernyataan Laa ilaaha illallah. Karena dengan sikap seperti itu, cinta, taat, dan rasa takutnya tidak diarahkan kepada Allah, tetapi kepada hawa nafsunya sendiri.
Manusia menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilaha illallah dan tidak mau mengesakan Allah.
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri.” [QS. As-Shaffat (37): 35].
Yang dimaksud menyombongkan diri ketika diperdengarkan kalimat ”Laa ilaaha illallah” tidak semata-mata karena tidak mau mengucapkan atau mendengarkannya, tetapi yang yang dimaksud adalah substansinya, yaitu hanya taat, takut dan cinta kepada Allah. Karena itu kesombongan diri dalam ayat ini maksudnya adalah sikap tidak mau taat dan tunduk kepada perintah Allah, seperti tidak mau mengerjakan shalat, tidak menutup aurat, tidak menjauhi pergaulan bebas, berkhalwat dengan yang bukan mahramnya, dan sebagainya.
Yang dapat bersyahadat dalam arti sebenarnya adalah hanya Allah, para malaikat, dan orang-orang yang berilmu, yaitu para nabi dan orang yang beriman kepada mereka.
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan; para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu): tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran (3): 18].
Manusia bersyahadah di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah. Ini perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mMereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” [QS. Al-A’raf (7): 172].

Syahadat adalah Ringkasan Ajaran Islam
Pemahaman muslim terhadap Islam bergantung kepada pemahamannya terhadap syahadatain. Sebab, seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat yang sederhana ini.

Ada 3 hal prinsip syahadatain :
A. Pernyataan Laa ilaha illallah merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada Allah saja. Melaksanakan minhajillah (way of life yang ditetapkan Allah) merupakan ibadah kepada-Nya.
B. Menyebut Muhammad Rasulullah merupakan dasar penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad saw. Dan Rasulullah adalah tauladan dalam mengikuti Manhaj Allah.
C. Penghambaan kepada Allah meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.
Makna Laa ilaha illa Allah adalah penghambaan kepada Allah [QS. Al-Anbiya' (21): 25], dan Rasul diutus dengan membawa ajaran tauhid.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 21].
Manusia diciptakan untuk menghambakan dirinya kepada Allah semata.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [QS. Az-Dzariyat (51): 56].
Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” [QS. Al-Anbiya’ (21): 25].
Muhammad saw. adalah tauladan dalam setiap aspek kehidupan [QS. Ali Imran (3): 31], dan aktifitas hidup orang yang beriman kepada Allah, hendaknya mengikuti ajaran Muhammad saw.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al-Ahzab (33): 21].
Meneladani Rasulullah menjadi parameter keimanan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Bukti cinta kepada Allah adalah dengan mengikuti ajaran Rasulullah saw.
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Ali Imran (3): 31].
Seluruh aktivitas hidup manusia secara individu, masyarakat dan negara mesti ditujukan kepada mengabdi Allah swt. saja.
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).
Islam adalah satu-satunya syariat yang diridhai Allah dan tidak dapat dicampur dengan syariat lainnya.
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” [QS. Ali Imran (3): 19].
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali Imran (3): 85].
“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Jatsiyah (45): 18].
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” [QS. Al-An’am (6): 153].

Syahadat adalah Dasar Sebuah Perubahan
Syahadatain mampu mengubah manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan hidupnya. Perubahan itu juga meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu atau masyarakat.
Ada perbedaan penerimaan syahadatain pada generasi pertama umat Muhammad dengan generasi sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan derajat kepahaman terhadap makna syahadatain secara bahasa dan pengertian, dan sikap konsisten terhadap syahadah tersebut dalam pelaksanaan ketika menerima maupun menolak.
Umat terdahulu langsung berubah ketika menerima syahadatain. Sehingga mereka yang tadinya bodoh menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam maksiat menjadi takwa dan abid, yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah.
Syahadatain dapat merubah masyarakat dahulu, maka syahadatain pun dapat mengubah umat sekarang menjadi baik.
Penggambaran Allah tentang perubahan yang terjadi pada para sahabat Nabi, yang dahulunya berada dalam kegelapan jahiliyah kemudian berada dalam cahaya Islam yang gemilang.
“Dan apakah orang yang sudah mati (maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya yakni orang-orang kafir) kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” [QS. Al-An’am (6): 122].
Perubahan individu contohnya terjadi pada Mush’ab bin Umair yang sebelum mengikuti dakwah Rasul merupakan pemuda yang paling terkenal dengan kehidupan yang glamour di kota Mekkah. Tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda sederhana yang dai, duta Rasul untuk kota Madinah, kemudian menjadi syuhada Uhud. Saat syahidnya, Rasulullah membacakan ayat ini.
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).” [QS. Al-Ahzab (33): 23].
Reaksi masyarakat Quraisy terhadap kalimat tauhid [QS. Al-Buruuj (85): 6-10], reaksi musuh terhadap keimanan kaum mukminin kepada Allah [QS. Al-Kahfi (18): 2], musuh memerangi mereka yang konsisten dengan pernyataan Tauhid [QS. Al-Anfal (8): 20].
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya). [QS. As-Shaffat (37): 35-37].
“Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” [QS. Al-Buruj (85): 6-10].
“Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal shalih, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” [QS. Al-Kahfi (18): 2].
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” [QS. Al-Anfal (8): 30].
Syahadat adalah Hakikat Dakwah Para Rasul
Setiap rasul, semenjak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad saw., membawa misi dakwah yang satu, yaitu syahadah. Apa yang diwahyukan kepada Rasulullah sama dengan apa yang diwahyukan kepada nabi-nabi sebelumnya. Allah berfirman,
“Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami berikan Zabur kepada Daud.” [QS. An-Nisa’(4): 163].
Mereka semua mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah semata dan hanya menyembah kepada-Nya. Seperti yang diserukan Nuh a.s. kepada kaumnya.
Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” [QS. Al-A’raf (7): 59].
Nabi Ibrahim berdakwah kepada masyarakat untuk membawa mereka menuju kepada pengabdian Allah saja serta membebasakan diri dari kesyirikan.
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, “Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 4].
(Catatan: Nabi Ibrahim pernah memintakan ampunan bagi bapaknya yang musyrik kepada Allah: Ini tidak boleh ditiru, karena Allah tidak membenarkan orang mukmin memintakan ampunan untuk orang-orang kafir. Lihat surat An-Nisa ayat 48).
Para nabi membawa dakwah bahwa ilah yang satu yaitu Allah saja.
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” [QS. Al-Kahfi (18): 110].
Syahadat adalah Kalimat dengan Ganjaran Yang Besar
Banyak ganjaran yang diberikan oleh Allah dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw. Di antaranya seseorang akan dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan dari neraka seperti sabda Rasulullah saw.
عَنْ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
Ubadah bin Shamit meriwayatkan dari Nabi saw., beliau bersabda, “Barangsiapa mengatakan tiada ilah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya dan Rasul-Nya, bahwa Isa adalah hamba dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang dicampakkan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah hak serta neraka itu hak. Allah akan memasukkannya ke surga, apapun amal perbuatannya.” (Bukhari).
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dari Anas, Nabi saw. bersabda, “Keluar dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah dan di hatinya ada seberat rambut kebaikan. Keluar dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah sedang di hatinya ada seberat gandum kebaikan. Dan keluar dari neraka orang yang mengatakan la ilaha illallah sedang di hatinya ada seberat zarrah kebaikan.” (Bukhari).
Orang yang mengikrarkan syahadat akan mendapatkan syafaat Rasulullah di hari Kiamat. Seperti sabda beliau,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafaatmu di hari Kiamat?” Rasulullah saw. bersabda, “Aku telah mengira, ya Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun yang tanya tentang hadits ini yang lebih dahulu daripada kamu, karena aku melihatmu sangat antusias terhadap hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari Kiamat adalah yang mengatakan la ilaha illallah secara ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (Bukhari).

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/10/291/memahami-kalimat-syahadat/#ixzz1yVxvH7bi

Pentingnya Syahadatain



Kirim Print
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah….. (QS. Muhammad: 19)
dakwatuna.com – Jumlah umat Islam kini sangat banyak. Sebagian besar mereka terkategorikan sebagai Islam keturunan atau kebetulan terlahir sebagai muslim dari orang tua. Kenyataan akan jumlah yang banyak tidak berkorelasi dengan pemahamannya kepada Islam secara benar, orisinil dan utuh. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami inti sari ajarannya yaitu dua kalimat syahadah (syahadatain). Kalimat tersebut terdiri dari Laa Ilaaha Illallah dan Muhammadun Rasulullah. Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit kebodohan dan kemusyrikan.
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislaman seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat bertahan.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya sekadar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah, ilmuilah….” Artinya Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekadar mengucapkannya, tetapi dengan yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqad) dalam hati.

Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:
1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)
Qs 2:108
Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam.

2. Intisari doktrin Islam (Khulashah ta’aliimil Islam)
Intisari ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu allaa ilaaha illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain merupakan pernyataan proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”. Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar ¾ bukan hanya melisankan ¾ adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat, membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih, yaitu hidup aman atau tenteram dan mendapat petunjuk dari Allah. Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Al-An’am: 82).
Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.
Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam Islam.

3. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazh zhuluumati ilan nuur. Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya secara keseluruhan, baik secara individu maupun masyarakat. Secara individu, berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi pandai; dari kufur menjadi beriman, dan seterusnya. Secara masyarakat, di bidang ibadah, merubah penyembahan komunal berbagai berhala menjadi menyembah kepada Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi sistem Islam tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang. Syahadatain mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Diawali dengan memahami syahadatain dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh.

4. Hakikat Dakwah para Rasul (Haqiqatud Da’watir Rasul)
Para nabi, sejak Adam a.s sampai Muhammad saw, berdakwah dengan misi yang sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu” (QS 16:36)

5. Keutamaan yang Besar (Fadhaailul ‘Azhim)
Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjanjikan keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan jaminan surga serta dihindarkan dari panasnya neraka.

Makna “Asyhadu”
Kata “asyahdu” yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan atau al-Iqraar)
Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan – bukan hanya mengucapkan – kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.
2. Sumpah (al-Qassam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah – suatu kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko apapun – bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (QS ?).
Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci, sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).

Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari lisan mukmin senantiasa baik dan mengandung hikmah.
2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)
Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits Bukhari digambar oleh Nabi SAW bahwa:
“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan juga tidak menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mukmin (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafik (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qalb). Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.
3. Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqamah merupakan proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin mustaqim akan mendapatkan karunia dari Allah berupa:
  • Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberanian adalah sifat pengecut.
  • Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
  • Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).
Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.
Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam pelaksanaannya, karena kita berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam memahaminya.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2006/12/18/pentingnya-syahadatain/#ixzz1yVxSH4Rt

Madlul Syahadah (Kandungan Kalimat Syahadah), Bagian ke-1



Kirim Print

Syahadah atau syahadat berasal dari kata syahida, yang berarti “memberi tahu dengan berita yang pasti” atau “mengakui apa yang diketahui” (Al-Mu’jam Al-Wasith). Dari makna bahasa ini, kita mendapati beberapa makna yang diisyaratkan Al-Qur’an tentang kata ini.

1. Ikrar (Al-Iqrar)
Syahadat merupakan sebuah pernyataan (ikrar), yaitu suatu statement seorang muslim mengenai keyakinannya. Ini adalah pernyataan yang sangat kuat karena didukung oleh Allah SWT, malaikat, dan orang-orang yang berilmu (para nabi dan orang yang beriman).  Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT,
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿١٨﴾
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 18)
Dalam ayat lain disebutkan bahwa sesungguhnya sebelum manusia dilahirkan, manusia telah berikrar atau memberikan kesaksian bahwa Allah SWT adalah Tuhan para manusia (Tauhid Rububiyatullah). Hal ini diingatkan Allah SWT dalam ayat berikut ini,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ﴿١٧٢﴾
”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’raf: 172).
Selain itu, para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, seluruhnya telah berikrar mengakui kerasulan Muhammad SAW meskipun mereka hidup sebelum kedatangan Rasulullah SAW. Allah SWT mengingatkan hal ini dalam firman-Nya,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُم مِّن كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ﴿٨١﴾
”Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” (QS. Ali Imran: 81).

2. Sumpah (Qosam)
Syahadat juga bermakna sumpah. Sumpah ini merupakan hasil dari ikrar yang telah dijelaskan di atas. Dibalik ikrar, wajib bagi kita untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang diikrarkan. Oleh karena itu pada hakikatnya sumpah (qosam) adalah pernyataan kesediaan menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan syahadah. Artinya, muslim yang menyebut asyhadu berarti siap dan bertanggung-jawab terhadap tegaknya Islam. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan dan tempat orang munafik adalah neraka Jahanam.
Jika ditadabburi dalam Al-Qur’an, sesungguhnya orang-orang munafik berlebihan dalam pernyataan syahadahnya, padahal mereka tidak lebih sebagai pendusta. Lihat ayat berikut ini,
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ﴿١﴾اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴿٢﴾
”Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang Telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun: 1-2)
Beberapa ciri orang yang melanggar sumpahnya yaitu memberikan wala kepada orang-orang kafir, memperolok-olok ayat Allah, mencari kesempatan dalam kesempitan kaum muslimin, menunggu-nunggu kesalahan kaum muslimin, malas dalam shalat dan tidak punya pendirian. Sedangkan orang-orang mukmin yang sumpahnya teguh tidak akan bersifat seperti tersebut. Allah SWT berfirman,
”Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. Dan sungguh Allah Telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam, (yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: “Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?” dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?” Maka Allah akan memberi Keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan Ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisa’: 138-145).

3. Perjanjian yang Teguh (Mitsaq)
Syahadah juga merupakan perjanjian yang teguh (mitsaq) yang harus diterima dengan sikap sam’an wa tho’atan (kami dengar dan kami taat) didasari dengan iman yang sebenarnya terhadap Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Akhir dan Qadar baik maupun buruk.
Allah SWT mengingatkan kita tentang hal ini,
وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُم بِهِ إِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ﴿٧﴾
”Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang Telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan, ’Kami dengar dan kami taati.’ dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati(mu).” (Al-Maidah: 7)
Rasul telah mencontohkan hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an,
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ ﴿٢٨٥﴾
”Rasul Telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 285).
Pelanggaran terhadap mitsaq akan berakibat laknat Allah seperti yang pernah terjadi pada orang-orang Yahudi.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا ۖ قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۚ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُم بِهِ إِيمَانُكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٩٣﴾
”Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman), ’Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!’ mereka menjawab, ’Kami mendengar tetapi tidak mentaati.’ Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, ’Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).’” (QS. Al-Baqarah: 93)
– Bersambung…

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/21156/madlul-syahadah-kandungan-kalimat-syahadah-bagian-ke-1/#ixzz1yVwjZE4n

20 Juni 2012

Yahudi Saat Ini Bukanlah Turunan Bani Israil


Yahudi Saat Ini Bukanlah Turunan Bani Israil


Saat ini, apakah anda mengetahui siapakah mereka yang di sebut dengan yahudi? Apa latar belakang mereka, bagaimana niat mereka untuk kuasai dunia? , berikut tulisan Ahmad Thomson, berkebangsaan Inggris, dan beliau seorang mualaf , memberikan gambaran secara jelas siapa itu yahudi.
Yahudi, yang diduga merupakan keturunan bani Israel yang menolak Isa dan Muhammad, (semoga rahmat dan kesejahteraan dilimpahkan kepada mereka), dimana penolakan mereka tersebut berlanjut hingga kini, terbagi dalam dua kelompok yaitu kaum Sephardim dan kaum Ashkenazim. Jumlah kaum Ashkenazim jauh lebih banyak dari kaum Sephardim. Asal usul mereka sangat berbeda satu sama lainnya.
 
Kaum Sephardim, pada umumnya adalah Yahudi yang sejak zaman dahulu telah tinggal di Afrika Utara, Timur Tengah dan Eropa Tenggara. Dan pada suatu masa mereka juga pernah tinggal di Spanyol pada zaman muslim berkuasa disana (711 A.D- 1609 A.D), namun mereka dimusnahkan ataupun terpaksa melarikan diri pada saat pendudukan Kristiani Trinitas pada tahun 1492 A.D. Setelah ini sesungguhnya tidak ada lagi kaum Sephardim yang tinggal di Spanyol, dan banyak dari mereka yang tinggal di Afrika Utara, Timur Tengah dan Eropa Tenggara dikenal sebagai Yahudi yang berasal dari Spanyol ataupun keturunannya bukan sebagai keturunan Yahudi yang tinggal di wilayah tersebut diatas sejak zaman Musa dan Isa ataupun pada masa sebelumnya dari suku bani Israel.
 
Sangatlah jelas bahwa asli dari ‘Yahudi Spanyol’ adalah orang-orang yang bermigrasi dari Eropa tenggara, Timur tengah dan Afrika Utara selama pemerintahan muslim di Spanyol-namun seperti yang akan kita lihat nanti, Insya Allah-kemungkinan beberapa Yahudi dari Spanyol bukanlah imigran Sephardic dari timur, melainkan Yahudi Ashknazi dari Utara. Sejak saat itu Yahudi Ashknazi dikenal sebagai Yahudi bukan keturunan bani Israel, namun keturunan dari ‘Yahudi Spanyol’ bukan Yahudi Sephardic-walaupun pada masa ini mereka dikenal dengan nama tersebut.
 
Ashkenazi pada umumnya adalah Yahudi dari abad ke delapan dan seterusnya tinggal di Eropa dan terakhir di Amerika. Tidak dapat disangkal bahwa Yahudi Ashkenazi bukanlah keturunan bani Israel asli. Arthur Koestler menyebut mereka, ‘bani yang ke tiga belas’ dalam bukunya 
 
Singkatnya, kisah Ashkenazi adalah sebagai berikut:
Pada abad ketujuh A.D. terdapat suku Turky yang dikenal kaya dan mempunyai kekuasaan yang besar di sekitar laut mati dan laut Kaspia. Mereka dikelilingi oleh Kristiani Eropa dari utara, dan oleh Muslim dari selatan. Untuk menjaga keamanan kerajaan mereka, dan untuk alasan kebijaksaan politik semata dan bukanlah alasan-keagamaan-pemimpin mereka memutuskan bahwa seluruh suku Khazar harus menganut agama Yahudi, dengan alasan Kristiani Eropa tidak akan mengganggu mereka jika mereka menyembah Tuhan, begitu juga kaum muslimin akan memperlakukan mereka sebagai ‘ahli kitab’, dan juga tidak akan mengganggu mereka.
 
Alasan lainnya, jika mereka memilih Kristiani atau Muslim, tentunya mereka akan terlibat di dalam pertikaian yang sudah ada diantara Kristiani Eropa dan Muslim-sehingga memilh agama Yahudi adalah jalan yang paling aman bagi mereka.
 
Michael Rice menggaris bawahi asal usul dan sejarah Khazars di dalam bukunya Keturunan Palsu, dalam kalimat berikut:
 
Khazar adalah salah satu suku Turki yang pindah kearah barat sebagai konsekuensi dari adanya tekanan besar di Asia, dimulai dengan menetap di sebelah Utara kerajaan Byzantine, dalam pertengahan abad pertama millennium AD. Kedatangan mereka disebabkan oleh adanya invasi Mongol. Khazar pertama kali muncul di Rusia Selatan, di wilayah antara Kaukasus, Don dan Volga; kemudian mereka mulai memperlihatkan sifat nomadennya dan mulai berusaha untuk mendapatkan kedudukan di dalam pemerintahan.
 
Khazar, suku ini hidup dengan makmur. Akibatnya Byzantin dan kerajaan Muslim mulai tertarik dengan mereka dan pada kenyataannya tidaklah mudah bagi satu sama lainnya untuk melakukan komunikasi.Kedua kekuatan ini baik kristiani Eropa maupun Muslim sama-sama menekan kaum penyembah berhala ini (Khazar) untuk menerima ajaran agama mereka yang masing-masing meyakini bahwa agama merekalah yang paling benar. Kaum Khazar dikenal sebagai orang-orang yang pandai, yang sangat cemas akan kondisi yang ada sehingga mereka tidak memilih salah satu agama baik dari Kristiani Eropa maupun dari Muslim.Karena jika mereka memilih salah satu dari kekuatan besar ini, artinya mereka akan mengasingkan kekuatan yang lain. Sehingga Khazar mulai mencari solusi untuk memecahkan masalah ini. Solusi tersebut adalah dengan menganut agama Yahudi dengan harapan bisa menghindarkan tekanan dari kedua kekuatan besar mereka.
 
Khazar melakukan penelitian secara mendalam agama apakah yang dapat diterima oleh kedua kekuatan besar Kristiani dan Muslim sebagai agama yang terhormat dimana masalah ini tertulis di dalam Korespondensi Khazar. Didalam korespondensi Khazar ini dilaporkan bahwa utusan Muslim yang datang kepada mereka untuk merubah agama mereka menjadi Islam, mereka mengajukan pertanyaan, ‘ Agama mana yang anda lebih hargai, Yahudi atau Kristiani? Tanpa ragu-ragu Muslim menjawab agama Yahudi. Sebaliknya mereka juga bertanya kepada kaum Byzantin, yang mempromosikan agama Kristen orthodox, ‘Agama mana yang anda lebih hargai, Yahudi atau Islam? Kaum Kristiani dengan serentak menjawab, ‘ Yahudi’. Oleh karena keputusan segera dibuat dan Khazars resmi menjadi Yahudi.
 
Karena itulah dalam waktu relatif singkat, seluruh khazar menjadi Yahudi, walaupun tidak ada satupun nenek moyang mereka yang pernah tinggal di tanah suci, dan tidak ada satupun dari mereka yang berasal dari keturunan bani Israel yang mendapatkan ajaran Musa secara langsung.
 
Sangat jelas bahwa kelompok Yahudi Eropa ini tidak pernah dapat mengakui bahwa mereka mempunyai garis keturunan dengan Yahudi yang pernah tinggal di tanah suci ataupun disekitarnya. Mereka sesungguhnya mempunyai posisi yang sama dengan kaum Kristen Eropa, yang menjadi Kristen karena agama dan ketaatan terhadap agama, namun bukan keturunan Kristen dari bani Israel yang pernah tinggal di tanah suci ataupun disekitarnya.
 
Selanjutnya, seperti lazimnya agama Kristen di Eropa yang sangat jauh dari ajaran Isa yang asli, begitu juga ajaran agama Yahudi yang dipeluk oleh Khazar bukanlah ajaran asli Musa 

Ahmad THomson  Source : Eramuslim

Falsafah Ratu Syeitan




Intisari ajaran Islam ialah kalimat Tauhid لا إله إلا الله . Kalimat ini berlandaskan kepada dua rukun: kalimat an-nafyu (penafian) dan kalimat al-itsbat (peneguhan). Ibnul Qayyim berkata: “Penafian total bukan merupakan tauhid, demikian pula peneguhan semata tanpa penafian. Maka bukanlah tauhid kecuali jika ia mengandung penafian dan peneguhan sekaligus; itulah hakikat tauhid.”
Penafian yang dimaksud di sini ialah menafikan atau mengingkari segala jenis ilah atau sembahan, sedangkan peneguhan yang dimaksud ialah meneguhkan atau mengokohkan bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya ilah yang benar. Semua ilah selain Allah dinafikan sebab selain Allah hanyalah merupakan ilah-ilah gadungan.  Allah سبحانه و تعالى berfirman:
 
أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". (QS An_naml 64)
 
Barangsiapa memenuhi sisi peneguhan (itsbat) saja tanpa memenuhi sisi penafian (nafyu), maka dia bukanlah seorang mukmin. Demikian pula sebaliknya, siapa yang menetapi sisi penafian saja dan mengabaikan sisi peneguhan, maka dia bukan seorang mukmin. Tidaklah seseorang disebut mukmin sejati kecuali dia memenuhi kedua rukun tersebut secara bersamaan; yakni memenuhi rukun itsbat dan nafyu (secara bersamaan) baik dalam segi i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan, yang zhahir maupun yang batin.
 
Kalimat  لا إله  (tidak ada ilah) mewakili sisi penafian seorang mukmin terhadap segala bentuk ilah-ilah gadungan yang hadir di dunia. Kemantapan seseorang dalam memaknai sisi ini menyebabkan dirinya memiliki kebebasan dari dominasi siapapun dan apapun dalam hidupnya di dunia yang fana ini. 
Sedangkan kalimat  إلا الله  (kecuali Allah) mewakili sisi peneguhan seorang mukmin bahwa satu-satunya ilah hakiki di dunia ini yang dia puja, puji, cintai, patuhi serta takuti hanyalah Allah سبحانه و تعالى . Seorang mukmin berjuang untuk membangun keterikatan dirinya kepada ilah Yang Satu itu, yakni Allah سبحانه و تعالى .
 
Jadi, ideologi seorang mukmin adalah ideologi yang sekaligus menghimpun kebebasan dengan keterikatan. Kebebasan dirinya dari segenap ilah gadungan yang menawarkan berbagai nilai-nilai yang bersumber dari selain Allah, terutama dari musuh Allah yakni setan. Dan keterikatan dirinya kepada Allah سبحانه و تعالى dan segenap nilai-nilai yang bersumber dari ilah Yang Satu tersebut. Keterikatan yang menyebabkan dirinya secara otomatis juga terikat kepada Rasulullah Muhammad صلى الله عليه و سلم dan Dienullah Al-Islam. Bukan selain itu...! Maka Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم bersabda:
 
مَنْ قَالَ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
"Barangsiapa yang mengatakan; RADHIITU BILLAAHI RABBAN WA BIL-ISLAAMI DIINAN WA BIMUHAMMADIN RASUULAN (Aku ridha Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai dien-ku dan Muhammad sebagai rasul), maka wajib baginya untuk masuk Surga.” (HR Abu Dawud) Shahih 
 
Demikianlah ideologi seorang mukmin, atau lebih tepatnya iman serta aqidah seorang mukmin. Segala sesuatu ia pandang dan jalankan berlandaskan pemahaman serta keyakinannya terhadap kalimat Tauhid. Seorang mukmin dengan demikian menjadi manusia yang mengerti hakekat kebebasan yang bertanggung-jawab. Bukan kebebasan mutlak tanpa batas. Sebab pada hakikatnya tidak ada manusia yang benar-benar hidup dengan kebebasan mutlak tanpa batas. Pasti setiap manusia memiliki keterikatan kepada sesuatu, baik diakuinya maupun tidak. 
 
Adapun para pengikut setan (baca: hizbusy-syaithan) berjuang untuk menegakkan freedom (kebebasan) yang terlepas samasekali dari keterikatan apapun. Setidaknya, demikianlah yang mereka serukan. Sehingga jika kita coba analisa falsafah mereka berdasarkan perspektif kalimat Tauhid, maka berarti mereka hanya mau menerima bagian pertama saja dari kalimat Tauhid, yakni  لا إله  (tidak ada ilah). Dan inilah sesungguhnya sikap para pendukung setan. Mereka tidak mau mengakui adanya ilah apapun dan siapapun yang mendominasi atas dirinya, termasuk ilah yang hakiki, yakni Allah سبحانه و تعالى ...! Mereka adalah kaum kafir atau pengingkar terhadap Allah dan segenap nilai-nilai yang bersumber dari-Nya. Memang, para pengikut setan sesungguhnya  mengikuti jejak pemimpin besar mereka yaitu iblis. Allah سبحانه و تعالى berfirman mengenai iblis sebagai berikut:
 
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan yang kafir.” (QS Al-Baqarah 34)
 
Golongan yang kafir pengikut setan ini merupakan golongan yang hanya ingin kebebasan tanpa kerikatan apapun, terlebih keterikatan kepada Allah سبحانه و تعالى ..! Mereka adalah kaum yang sombong lagi membangkang terhadap Allah Yang Maha Kuasa sebab mereka tidak mau bersusah payah untuk terikat, berkomitmen dan menunjukkan kesetiaan kepada ilah sejati, Allah سبحانه و تعالى . 
Tetapi dalam kenyataannya, sebenarnya mereka tetap terikat kepada sesuatu, walaupun mereka tidak mau mengakuinya. Mereka bersikeras mengatakan bahwa mereka hidup dalam kebebasan total, tanpa keterikatan apapun. Namun sejatinya mereka tetap terikat kepada sesuatu. Apakah sesuatu itu? Itulah yang disebut Allah dengan istilah hawa nafsu. Mereka mengikuti hawa nafsu. Mereka terikat dengan hawa nafsu. Bahkan mereka menjadikan hawa nafsu sebagai ilah mereka..! 
 
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ 
وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS Al-Jatsiyah 23)
 
Jadi, falsafah setan pada akhirnya akan menggiring manusia menuju penghambaan diri kepada selain Allah, yakni dalam hal ini kepada hawa nafsunya sendiri. Ia menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya. Ia menolak menjadikan Allah سبحانه و تعالى sebagai ilah, malah ia mengambil ilah lain selain Allah yang ia ikuti, taati dan cintai. Berarti, ia tidak saja kafir kepada Allah سبحانه و تعالى tetapi ia sekaligus menjadi seorang musyrik.....! Pantaslah bilamana kondisinya menyebabkan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah  mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya...! Wa na’udzubillahi min dzaalika.
 
Dan semua keterangan di atas menjelaskan kepada kita mengapa ketika icon Ratu Setan berrencana datang ke negeri ini ada sebagian masyarakat  (baca: kaum pengikut setan) yang begitu getol menyambutnya bahkan merasa geram, terusik serta kecewa berat menghadapi sebagian masyarakat (baca: kaum beriman insyaAllah) yang menolak kehadiran Ratu Setan tersebut. Kita dapat menduga bahwa para fans Ratu Setan ini sudah sedemikian mengunyah-ngunyah falsafah setan yang disebarluaskannya sehingga sulit bagi mereka untuk dapat menerima masukan apalagi petunjuk yang disampaikan kaum beriman. Allah secara tegas mengatakan: “Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” 
Bila “kebebasan tanpa keterikatan” telah menjadi falsafah bahkan ideologi sekumpulan orang, maka akhirnya mereka akan mempeturutkan hawa nafsu sebagai ilah-nya. Dengan dalih freedom of speech (kebebasan berpendapat) dan freedom of expression (kebebasan mengungkapkan perasaan hati alias memenuhi hawa nafsu) mereka tidak merasa bersalah sama sekali untuk mempersekutukan Allah dengan hawa nafsunya. Bahkan hawa nafsunya lebih dia agungkan daripada Allah سبحانه و تعالى ...! Coba simak ayat-ayat setan yang dilantunkan oleh Ratu Setan tersebut. Salah satu lagu paling populernya adalah yang berjudul Born This Way (Terlahir Seperti Ini). Coba perhatikan nuansa falsafah setan yang  dipromosikannya. Di sini kita kutip sebagian saja dari lirik lagu tersebut:
 
Rejoice and love yourself today
'Cause baby, you were born this way
No matter gay, straight or bi
Lesbian, transgendered life
I'm on the right track, baby
I was born to survive
 
Artinya:
 
Bersukacitalah dan cintailah  dirimu sendiri pada hari ini
Karena Anda terlahir seperti ini, sayang
Tidak  peduli gay, lurus atau bisex
Lesbian atau kehidupan transgender
Aku di jalur yang benar, sayang
Aku terlahir untuk bertahan hidup
 
Melalui lirik lagu di atas, jelas sekali bahwa artis agen Sistem Dajjal ini memang penyebar falsafah setan sejati. Dia menggiring fans-nya untuk menuduh Allah sebagai penyebab dirinya menjadi seperti itu. Apakah menjadi seorang gay, bisex, lesbi ataupun transgender. Itu bukan masalah, karena memang terlahir seperti itu. Bahkan ia yakin bahwa penyimpangan sexualnya itu merupakan “karunia” dari Tuhan. Na’udzubillahi min dzaalika...! Coba simak bagian lain dari lirik lagu yang sama itu:
 
I'm beautiful in my way
'Cause God makes no mistakes
I'm on the right track, baby
I was born this way
 
Artinya:
 
Aku cantik dengan caraku
Karena Tuhan tidak membuat kesalahan
Aku di jalur yang benar, sayang
Aku terlahir seperti ini
 
Padahal seorang mukmin yakin bahwa Allah سبحانه و تعالى menciptakan setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci, murni, tanpa dosa). Tidak mungkin Allah melahirkan manusia dengan bawaan sejak lahir untuk menjadi pendosa seperti seorang gay atau lesbian. Ini namanya bersangka-buruk kepada Allah سبحانه و تعالى ...! Ini merupakan sebuah tuduhan keji terhadap Allah سبحانه و تعالى ...!Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ 
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah.” (HR Bukhari) Shahih 
 
Falsafah setan mengajarkan kebebasan mutlak. Bohong besar bila mereka mengatakan hidupnya tanpa keterikatan kepada apapun, Justeru para pengikut setan membangun keterikatan kepada hawa nafsunya. Hawa nafsunya yang  telah ia relakan untuk dikuasai dan disetir oleh kemauan setan terkutuk.
وَمَنْ يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاءَ قَرِينًا
“Barang siapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.” (QS An-Nisa 38)

Source : http://eramuslim.com/berita-falsafah-ratu-syeitan.html 

Ad-Dajjal Mengaku Sebagai Rabb (2)





Inilah fitnah besar yang akan terjadi saat Ad-Dajjal keluar. Ad-Dajjal akan meng-claim dirinya sebagai Rabb, pencipta, pemilik, pemelihara dan penguasa alam semesta...! Persis sebagaimana dahulu kala Fir’aun meng-claim dirinya sebagai Rabb di hadapan rakyat Mesir yang dipimpinnya.

فَحَشَرَ فَنَادَى فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى

“Maka dia (Fir’aun) mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: "Akulah Rabb-mu yang paling tinggi". (QS An-Naazi’at 23-24)

Keluarnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal menjadi seperti pengulangan sejarah Fir’aun. Ad-Dajjal dan Fir’aun memang memiliki kesamaan yaitu kedua-duanya sama-sama merupakan penguasa zalim alias thaghut. Bahkan semua thaghut sepanjang zaman memiliki kesombongan yang mirip satu sama lainnya. Hanya saja ada yang mengaku secara terbuka bahwa dirinya adalah Rabb tandingan Allah, dan ada yang tidak menyatakannya secara lisan, tetapi sikap dan perilakunya kurang lebih sama, yaitu bertingkah seolah dirinya merupakan tandingan bagi Allah. Thaghut menuntut masyarakat untuk mentaati dirinya sebagaimana manusia semestinya mentaati Allah. Thaghut menuntut dirinya dicintai sebagaimana manusia semestinya mencintai Allah. Tetapi claim diri sebagai Rabb yang bakal dilakukan oleh puncak thaghut –yakni Ad-Dajjal- akan sangat berbeda dari yang pernah dilakukan oleh thaghut manapun sepanjang zaman. Mengapa? Karena Ad-Dajjal tidak saja bermodalkan kesombongan dan kekuasaan, tetapi ia bakal diizinkan Allah menampilkan sihir tingkat tinggi untuk meyakinkan manusia bahwa dirinya memang benar-benar Rabb tandingan Allah سبحانه و تعالى ..!! Dajjal bakal tampil dengan aneka keluar-biasaan alias hal-hal supra-natural yang menyebabkan banyak manusia menjadi sulit mengingkari bahwa Dajjal merupakan Rabb tandingan Allah. Perhatikanlah hadits Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم di bawah ini:

يَا عِبَادَ اللَّهِ فَاثْبُتُوا فَإِنِّي سَأَصِفُهُ لَكُمْ صِفَةً لَمْ يَصِفْهَا إِيَّاهُ
 نَبِيٌّ قَبْلِي يَقُولُ أَنَا رَبُّكُمْ وَلَا تَرَوْنَ رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا
“Wahai hamba Allah, wahai para manusia, teguhkanlah diri kalian, karena aku akan menerangkan sifat-sifatnya (Ad-Dajjal) yang belum pernah diterangkan oleh seorang Nabi pun sebelumku. Ia  akan berkata: 'Aku adalah Rabb kalian.' Sedangkan kalian tidak akan bisa melihat Allah kecuali setelah kalian meninggal. (IBNUMAJAH - 4067)Shahih

Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم menerangkan kepada ummat Islam sifat-sifat Ad-Dajjal yang belum pernah diterangkan oleh seorang Nabipun sebelum beliau. Dan ketika Ad-Dajjal meng-claim dirinya adalah Rabb, Nabi memberikan satu kunci penting kepada kita agar tidak kena tipuan Dajjal. Nabi mengingatkan bahwa manusia tidak akan bisa melihat atau memandang Allah selagi masih hidup di dunia fana ini. Nanti, setelah meninggal dunia baru Allah izinkan manusia melihat Rabb semesta alam, yaitu Allah سبحانه و تعالى .

أَنَّ أُنَاسًا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا
 يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ
 بِالظَّهِيرَةِ ضَوْءٌ لَيْسَ فِيهَا سَحَابٌ قَالُوا لَا قَالَ وَهَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ
الْبَدْرِ ضَوْءٌ لَيْسَ فِيهَا سَحَابٌ قَالُوا لَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تُضَارُونَ
فِي رُؤْيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا كَمَا تُضَارُونَ فِي رُؤْيَةِ أَحَدِهِمَا
Sejumlah orang pada masa Rasulullah صلى الله عليه و سلم  bertanya; 'Ya Rasulullah, apakah kami dapat melihat Allah pada hari kiamat? Nabi صلى الله عليه و سلم  menjawab. 'Iya, ' apakah kalian merasa kesulitan melihat matahari yang terang benderang serta tidak ada mendung?" Mereka berkata: "Tidak wahai Rasulullah!" lalu Rasulullah صلى الله عليه و سلم  bersabda: "Apakah kalian merasa kesulitan melihat rembulan pada malam purnama yang tidak ada mendung dibawahnya?", mereka berkata; "Tidak, wahai Rasulullah!" Rasulullah صلى الله عليه و سلم  bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat-Nya kelak pada hari kiamat tanpa merasa kesulitan sebagaimana kalian melihat salah satu dari keduanya (matahari dan bulan).” (HR Bukhari) Shahih

Tetapi masalahnya bukan sekedar mengaku sebagai Rabb. Ad-Dajjal kelak akan menampilkan berbagai atraksi supra-natural yang menyihir banyak manusia sehingga menjadi yakin bahwa Dajjal memang benar-benar Rabb tandingan Allah سبحانه و تعالى . Selanjutnya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم bersabda:

وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ أَنْ يَقُولَ لِأَعْرَابِيٍّ أَرَأَيْتَ إِنْ بَعَثْتُ لَكَ أَبَاكَ وَأُمَّكَ أَتَشْهَدُ أَنِّي رَبُّكَ فَيَقُولُ نَعَمْ فَيَتَمَثَّلُ لَهُ شَيْطَانَانِ فِي صُورَةِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَقُولَانِ يَا بُنَيَّ اتَّبِعْهُ فَإِنَّهُ رَبُّكَ
“Dan di antara fitnah (Ad-Dajjal) juga adalah, ia akan berkata kepada seorang Arab, 'Pikirkanlah olehmu, sekiranya aku dapat membangkitkan ayah dan ibumu yang telah mati, apakah kamu akan bersaksi bahwa aku adalah Rabb-mu? ' Laki-laki Arab tersebut menjawab, 'Iya.' Kemudian muncullah setan yang menjelma di hadapannya dalam bentuk ayah dan ibunya, maka keduanya berkata, 'Wahai anakku, ikutilah ia (Ad-Dajjal), sesungguhnya dia adalah Rabb-mu.' (HR Ibnu Majah - 4067)Shahih

Subhanallah...! Bayangkan, Allah bakal mengizinkan Dajjal meyakinkan seorang Arab bahwa dirinya benar-benar Rabb. Dan si Arab itu bakal mempercayainya karena Dajjal (seolah-olah) berhasil menghidupkan kembali kedua orang-tua si Arab tersebut yang sudah meninggal dunia. Kemudian kedua orang-tuanya itu bersaksi bahwa Ad-Dajjal memang Rabb si orang Arab itu. Kedua orang-tuanya berkata: 'Wahai anakku, ikutilah ia (Ad-Dajjal), sesungguhnya dia adalah Rabb-mu.' Na’udzubillahi min dzaalika...!

Bukan hanya itu keluarbiasaan atau sihir Ad-Dajjal. Ia bahkan diizinkan menyembuhkan berbagai penyakit yang diidap manusia. Di antaranya menyembuhkan penyakit buta serta orang berkulit belang.

وَإِنَّهُ يُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَيُحْيِي الْمَوْتَى وَيَقُولُ لِلنَّاسِ أَنَا رَبُّكُمْ
Nabiyullah صلى الله عليه و سلم  bersabda: "Sesungguhnya Ia (Ad-Dajjal) dapat menyembuhkan orang buta, orang berkulit belang, menghidupkan orang mati.” (HR Ahmad - 19292)

Semua hal di atas jelas berpotensi menyebabkan manusia menjadi takjub dan mudah mempercayai bahwa Ad-Dajjal adalah Rabb selain Alah سبحانه و تعالى . Apalagi mereka yang merasakan manfaat perbuatan Ad-Dajjal. Orang yang tadinya buta kemudian menjadi dapat melihat tentunya akan sangat berterimakasih kepada Ad-Dajjal. Orang yang tadinya berpenyakit kulit belang kemudian menjadi sembuh tentu akan sangat berterimakasih kepada Dajjal. Orang yang menyaksikan bahwa Dajjal sanggup menghidupkan orang yang sudah mati tentunya dengan mudah menjadi yakin bahwa Dajjal-lah Rabb yang menghidupkan dan mematikan makhluk....! Laa haula wa laa quwwata illa billaah...!

Selanjutnya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم menerangkan bahwa barangsiapa takjub menghadapi berbagai perkara supra-natural yang ditampilkan oleh Ad-Dajjal, maka ia bakal segera terfitnah oleh Dajjal. Sebab saat ia sedang takjub itulah Ad-Dajjal segera melontarkan pernyataan batil yang menjadi fitnah terbesar, yaitu: “Akulah Rabb kalian.” Dan barangsiapa membenarkan pengakuan batil Dajjal itu dengan kesaksian: “Engkau adalah Rabb-ku,” maka ia telah terkena fitnah Ad-Dajjal. Sebab manusia itu berarti telah melakukan puncak dosa yang tak bakal terampuni yaitu syirik (mempersekutukan) Allah....

وَيَقُولُ لِلنَّاسِ أَنَا رَبُّكُمْ فَمَنْ قَالَ أَنْتَ رَبِّي فَقَدْ فُتِنَ

“... dan (Ad-Dajjal) berkata kepada manusia, “Akulah Rabb kalian.” Barangsiapa berkata, “Engkau adalah Rabb-ku,” maka ia telah terkena fitnahnya.” (HR Ahmad - 19292)

Sedangkan dosa syirik menyebabkan si pelaku tidak bakal terampuni jika dia tidak bertaubat dari dosa syirik tersebut sebelum ajal menjemput. Semua dosa selain syirik masih mungkin diampuni Allah. Tetapi tidak demikian halnya dengan dosa syirik.

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ
 لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa 48)

Adapun terhadap mukmin sejati Ad-Dajjal tidak bakal berhasil memfitnahnya. Sebab seorang mukmin membekali dirinya dengan kemantapan iman-tauhid bahkan sejak Ad-Dajjal belum keluar.

وَيَقُولُ لِلنَّاسِ أَنَا رَبُّكُمْ فَمَنْ قَالَ أَنْتَ رَبِّي فَقَدْ فُتِنَ وَمَنْ قَالَ رَبِّيَ اللَّهُ
 حَتَّى يَمُوتَ فَقَدْ عُصِمَ مِنْ فِتْنَتِهِ وَلَا فِتْنَةَ بَعْدَهُ عَلَيْهِ وَلَا عَذَاب
“... dan (Ad-Dajjal) berkata kepada manusia, “Akulah Rabb kalian.” Barangsiapa berkata, “Engkau adalah Rabb-ku,” maka ia telah terkena fitnahnya. Dan siapa yang mengatakan: “Allah-lah Rabb-ku,” hingga ajal menjemputnya, maka ia telah terlindungi dari fitnah Dajjal, dan tidak ada lagi fitnah maupun siksa (Dajjal) terhadap dirinya.” (HR Ahmad - 19292)

Keadaan yang digambarkan hadits di atas sungguh sangat mirip dengan beberapa peristiwa yang terjadi sekarang. Para pengikut atau fans Lady Gaga sedemikian tersihirnya oleh tipuan Ratu Setan itu sehingga mem-publish lewat twitter pernyataan Gaga Akbar...! Na’udzubillahi min dzaalika. Suatu pernyataan yang bagi seorang mukmin sejati hanya berhak ditujukan kepada Allah سبحانه و تعالى yakni Allahu Akbar.

Para pembela thaghut syiah Bashar Asad di Suriah sedemikian tersihir oleh pesonanya sehingga memaksa rakyat muslim melafalkan kesaksian batil yaitu Laa ilaaha illa Bashar (tiada ilah selain Bashar Asad)...! Na’udzubillahi min dzaalika. Suatu pernyataan yang bagi seorang mukmin sejati hanya berhak ditujukan kepada Allah سبحانه و تعالى yakni Laa ilaaha illAllah.
Mukmin sejati menyadari pentingnya memelihara iman-tauhidnya bahkan sebelum puncak fitnah –yakni Ad-Dajjal- keluar ke tengah umat manusia. Bahkan ketika dunia diwarnai oleh aneka fitnah pra-Dajjal seorang mukmin telah bersusuah-payah memelihara iman-tauhidnya dengan tidak terjebak oleh aneka fitnah tersebut. Bahkan ketika dunia modern membentuk dirinya menjadi sebuah Novus Ordo Seclorum (tatanan dunia baru) alias Sistem Dajjal ia telah memasang sikap dan antisipasi memelihara iman-tauhidnya.

Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh budaya kafir yang memfitnah manusia dengan sajian hiburan semisal seorang Ratu Setan yang menyebarluaskan berbagai ritual setan dibungkus erotisme, pornografi serta gaya hidup lesbianisme dan gay. Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh ideologi kafir yang menyerukan sekularisme, pluralisme dan liberalisme dibungkus slogan palsu semisal sikap obyektif-universal, tidak diskriminatif, kebinekaan serta kebebasan. Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh sistem politik kafir yang menyerukan kedaulatan di tangan sekumpulan manusia bukan di Tangan Allah, Raja langit dan bumi, dibungkus dengan slogan menyesatkan semisal demokrasi. Seorang mukmin sejati tidak bakal tertipu oleh sistem hukum kafir yang memberikan wewenang kepada manusia atau sekumpulan manusia untuk menetapkan legal-ilegal, baik-buruk serta halal-haramnya suatu perkara, padahal ini merupakan hak prerogratif milik Allah سبحانه و تعالى

Pantas bilamana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم memperingatkan para sahabat agar memastikan diri dapat selamat menghadapi rangkaian fitnah sebelum keluarnya fitnah Ad-Dajjal. Sebab keselamatan iman-tauhid seseorang pada masa fitnah sebelum keluarnya fitnah Ad-Dajjal, menjamin keselamatan iman-tauhidnya ketika Ad-Dajjal keluar. Dan itu berarti sebaliknya, barangsiapa sebelum Ad-Dajjal keluar saja sudah terjerembab ke dalam aneka fitnah pra-Dajjal, maka jangan harap dirinya bakal sanggup selamat menghadapi fitnah Ad-Dajjal, sebab ia merupakan fitnah paling dahsyat sepanjang zaman...!

Jadi barangsiapa justeru menjadi pendukung dan pembela Ratu Setan, thaghut seperti Bashar Asad, faham sekularisme-pluralisme-liberalisme, sistem politik demokrasi, hukum produk manusia, berarti ia telah terfitnah oleh berbagai fitnah pra-Dajjal. Maka jangan harap ia bakal sanggup menghadapi fitnah Ad-Dajjal, sebab fitnah Ad-Dajjal merupakan puncak fitnah yang jauh lebih dahsyat daripada segenap fitnah sebelum fitnah Ad-Dajjal...!!!

لَأَنَا لَفِتْنَةُ بَعْضِكُمْ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
 وَلَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِمَّا قَبْلَهَا إِلَّا نَجَا مِنْهَا وَمَا صُنِعَتْ فِتْنَةٌ مُنْذُ
كَانَتْ الدُّنْيَا صَغِيرَةٌ وَلَا كَبِيرَةٌ إِلَّا لِفِتْنَةِ 
الدَّجَّالِ
Ad-Dajjal disebut-sebut di dekat Rasulullah صلى الله عليه و سلم  lalu beliau bersabda: "Sungguh fitnah sebagian dari kalian lebih aku takutkan dari fitnahnya Ad-Dajjal dan tidak ada seorangpun dapat selamat dari fitnah-fitnah  sebelum fitnah Ad-Dajjal melainkan pasti selamat pula dari (fitnah Dajjal) sesudahnya, dan tidak ada fitnah yang dibuat sejak adanya dunia ini –baik kecil ataupun besar- kecuali untuk fitnah Ad-Dajjal." (HR Ahmad - 22215) Shahih

by. Ihsan Tandjung : Eramuslim

Mohon Maaf

Assalamu'alaykum, Di hari yang mulia ini Di hari yang telah lalu dan yang akan datang Mohon maaf atas segala salah dan khilaf Mohon maaf...